Minggu, 15 Desember 2013

Perumpamaan Tentang Hidup

          Hidup itu seperti piano atau pianika, ada keyboard berwarna putih sebagai nada normal dan ada keyboard berwarna hitam sebagai nada kromatis (naik setengah dari F menjadi F kruis, F ke F# jika dibaca menjadi Fa ke Fis). Tetapi jika keyboard yang putih dan hitam itu dimainkan sedemikian rupa, sehingga membentuk nada-nada yang harmonis maka akan menghasilkan melody yang sangat indah. Demikian juga hidup kita yang memiliki suka cita dan duka cita yang datang secara bergantian. Itu membuat hidup kita tidak monoton, hanya bahagia saja atau penuh dengan penderitaan saja. Kita akan mendengarkan lagu suka cita dari kehidupan kita yang naik dan turun. Terkadang kebahagiaan digeser oleh penderitaan, terkadang penderitaan digantikan oleh kebahagiaan sehingga kita sanggup bernyanyi kembali di tengah kebahagiaan kita.


          Hidup itu seperti pelangi yang terdiri dari beraneka warna yang berbeda. Tetapi jika disatukan, akan membentuk sebuah paduan warna yang indah luar biasa. Mejikuhibiniu (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu). Tujuh warna dalam satu kesatuan. Banyak warna yang kita rasakan di dalam kehidupan kita. Ada rasa kecewa, bersyukur, bosan, bahagia, bersemangat, lelah, senang, panik, tenang, dan masih banyak lagi. Tetapi jika disatukan, semuanya akan indah. Karena kita tidak hanya terpaku dengan satu atau dua warna saja, tetapi merasakan banyak warna. Kita tidak hanya merasakan kebosanan yang membuat kita semakin bosan, tetapi ada banyak hal yang patut kita syukuri, baik ataupun buruk. Pelangi pun muncul setelah datangnya hujan. Pada awalnya cuaca memang cerah, tetapi kemudian berkabung dan turun hujan, lalu setelahnya pelangi akan muncul ketika awan menggeser dirinya untuk mempersilahkan matahari agar kembali menyinari bumi. Sehabis hujan akan tampak pelangi, selalu ada suka cita setelah duka cita berakhir.


          Hidup itu seperti Sandi Rumput yang memiliki garis naik dan garis turun dengan melekuk patah tanpa ada lengkungan halus. Ada garis panjang dan ada garis pendek. Terkadang kita tiba-tiba terjatuh ketika sedang berada di posisi atas, ada saja cobaan yang menjatuhkan kita ketika kita sedang berjaya. Keterjatuhan dari garis panjang atau garis pendek, keduanya sama-sama menyakitkan. Dan ketika kita terjatuh, kita juga sulit untuk mendaki garis yang curam itu, kembali naik ke titik atas, entah di garis panjang ataupun di garis pendek. Tetapi, di balik garisnya yang curam, susunan garis panjang dan garis pendek dari Sandi Rumput tersebut memiliki arti, yakni huruf-huruf yang bisa disusun menjadi kata-kata dan kalimat. Sandi Rumput bisa mengkomunikasikan sesuatu dari garis panjang dan garis pendek itu. Demikian juga keterjatuhan kita dan pencapaian yang kita raih, juga mengkomunikasikan bahwa kita telah belajar mengenai perjuangan untuk tetap bertahan hidup.


          Hidup itu seperti garis pada EKG (Elektro Kardio Grafi / Electro Kardio Gramm) yang memiliki garis naik dan garis turun untuk mendeteksi detak jantung. Ada garis panjang dan ada garis pendek, ada garis yang menjulang ke atas dari garis horizontal dan ada garis yang jatuh di bawah garis horizontal. Garis-garis tersebut menunjukkan bahwa jantung kita masih berdetak, terlepas dari kondisi jiwa kita yang sedang sadar ataupun koma. Dan bila garis itu melintang datar secara horizontal, itu artinya kita sudah merenggang nyawa. Seperti itulah hidup kita yang naik atau turun, garis naik sebagai simbol keberhasilan atau kesenangan hidup itu melintang bergantian dengan garis turun sebagai simbol kegagalan dan penderitaan hidup. Namun yang pasti, ketika garis-garis tersebut melintang bergantian, itu tandanya jantung kita masih berdetak dan kita masih bisa bernafas. Jika garis itu melintang datar seperti hidup kita yang datar dan tidak merasakan apapun, itu artinya kita telah tiada.


          Hidup itu seperti sebuah film. Banyak cerita yang tertutur, banyak tokoh yang bermain, banyak latar yang digunakan dan banyak tantangan yang harus dihadapi. Seperti itulah kehidupan ini, banyak orang yang Tuhan berikan ke dalam kehidupan kita, setiap orang yang kita temui adalah Guru Kehidupan bagi kita. Kita belajar mengenai banyak hal kepada orang-orang tersebut dan mereka pun demikian. Kita akan mengalami pembentukan karakter dari orang-orang tersebut, kita juga akan mendapatkan banyak pengalaman dan tantangan dari jalan cerita serta latar yang kita lalui semasa hidup ini. Seperti menonton sebuah film, di akhir film kita akan tahu bagaimana ending-nya. Sama seperti hidup ini, kita jalani saja dahulu, maka di akhir kehidupan kita akan tahu bagaimana ending-nya nanti. Tetapi yang jelas, film yang berhasil di-release tandanya adalah film yang baik, entah di dalamnya ada konflik dan kejahatan yang muncul atau murni mengenai kebaikan. Sama seperti hidup kita, kadang hal pahit yang kita rasakan, kadang hal manis yang kita kecap. Sepahit apapun atau semanis apapun kejadian yang kita alami, hidup kita tetaplah baik dan indah. Karena dengan adanya kehidupan, kita bisa merasakan segala sesuatu, mempelajari hal-hal baru, dan memetik berbagai nilai kehidupan.


          Hidup itu seperti air. Seperti air yang menyegarkan tanah kering dan menumbuhkan tunas baru, seperti itulah kita seharusnya. Menjadi motivator bagi orang lain, membawa suka cita bagi orang lain dan mendatangkan berkat setelah diberkati. Seperti air yang menyesuaikan diri di berbagai wadah, seperti itulah kita harus berusaha menyesuaikan diri di berbagai lingkungan dan kondisi. Seperti air yang mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, seperti itulah harusnya diri kita, ikut merendah jika orang lain juga merendah. Tidak meninggikan diri ketika orang lain berada di bawah, tidak semakin menaikkan dagu ketika orang lain menyombongkan apa yang mereka miliki.


          Hidup itu seperti kincir angin yang berputar dan menghasilkan listrik. Demikian juga kita di dalam kehidupan ini, terus berputar dari bawah ke atas kemudian kembali ke bawah dan naik ke atas lagi sampai memberikan sebuah hasil. Di dalam kehidupan, kita dibentuk oleh berbagai peristiwa, baik atau buruk. Dengan kegagalan dan hal-hal buruk, kita belajar untuk bersikap lapang dada, sabar, kuat, tangguh dan tidak mudah menyerah. Kita juga belajar untuk senantiasa bersyukur dan bersukacita dalam segala hal, belajar untuk bertekun di dalam doa dan tetap berpengharapan. Dengan keberhasilan dan hal-hal baik, kita belajar untuk bersyukur dan bersukacita atas apa yang telah kita dapatkan, menjadi berkat setelah mendapatkan berkat, berbagi kasih terhadap sesama, dan mengajak orang lain turut serta bersukacita di dalam suka cita yang kita alami. Setelah mengalami pembentukan di dalam kehidupan ini, kita memberikan hasil kepada orang lain, kita menjadi manusia yang baru, menjadi manusia yang berkembang dan semakin maju, menjadi manusia yang selalu bekerja keras dan mendatangkan hasil yang maksimal.


          Hidup itu seperti sebuah lilin yang berkorban membakar dirinya sampai habis tak tersisa untuk menciptakan terang. Meskipun api yang dihasilkannya tidak sebesar obor dan tidak sehangat api unggun, namun cahaya kecil itu tetep menang dalam mengalahkan kegelapan. Api kecil itu tetap memberikan cahaya dan kehangatan serta sanggup menyalakan lilin-lilin yang lainnya. Demikian juga di dalam hidup, kita mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, harus melakukan pengorbanan untuk orang lain, bahkan sampai harus mengorbankan kepentingan diri kita sendiri. Dan di dalam hidup, kita juga harus menularkan semangat positif, menghangatkan jiwa-jiwa yang rapuh, serta berbagi kasih kepada orang lain seperti lilin yang menyalakan lilin-lilin lainnya. Sekecil apapun api lilin yang menyala, akan sanggup mengalahkan kegelapan. Sekecil apapun kebaikan yang kita perbuat, akan sanggup mengubah dunia dan menunjukkan kepada dunia bahwa kita sanggup menjadi Terang Dunia.


          Hidup itu seperti melompati batu kecil dan batu besar. Setiap jenjang kehidupan memiliki tingkat kesulitannya masing-masing. Jadi ketika kita berhasil, sesungguhnya kita belum sepenuhnya berhasil, karena akan ada hambatan lain yang sedang menunggu di depan kita, hambatan yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan hambatan yang pernah kita lewati sebelumnya. Hambatan itu menunggu kita, ia menunggu kita melompatinya agar kita meraih keberhasilan yang lainnya, keberhasilan yang lebih besar bila dibandingkan dengan keberhasilan yang sebelumnya. Demikian seterusnya sampai di suatu detik, jantung kita tidak lagi berdetak seiringan dengan detak jam.


          Hidup itu seperti sebuah buku. Sejak kita lahir ke dunia ini, Buku Kehidupan kita masih putih bersih. Halaman pertama baru saja dibuka untuk diisi dan dihias sedemikian rupa. Setiap kejadian yang kita alami di dalam kehidupan ini akan dituliskan ke dalam Buku Kehidupan tersebut. Setiap Buku Kehidupan masing-masing dari kita adalah berbeda, tergantung bagaimana kita menuliskannya dengan rapih dan menghiasnya dengan indah. Setiap kita memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda di dalam kehidupan ini, setiap kita memiliki jalan kehidupan masing-masing, setiap kita memiliki karakter dan sikap yang berbeda dalam menentukan hidup. Ada yang bertanggungjawab terhadap hidupnya dan ada yang melupakan hidupnya, ada yang menghargai hidupnya dan ada yang membuat hidupnya menjadi sia-sia, ada yang mencintai hidupnya dan ada yang membenci hidupnya. Ketika seorang manusia menghembuskan nafas terakhirnya, ia menutup Buku Kehidupannya dan pergi jauh dari dunia ini. Ia tidak bisa lagi merasakan kehidupan yang beraneka warna dan beraneka rasa. Maka ketika kamu hidup, hiduplah di dalam kehidupanmu dan buatlah kehidupan orang lain menjadi lebih hidup hingga saatnya Tuhan berkata “Waktunya pulang”.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Sabtu, 14 Desember 2013

Talenta Pelayanan

          Sekitar tahun 2010 saya mengikuti  Ibadah PHP (Persiapan Hati Pelayan) di universitas tempat saya menuntut ilmu. Memang, sejak resmi terdaftar sebagai Mahasiswi di Universitas Kristen Indonesia, saya langsung didaftarkan menjadi AKK (Anak Kelompok Kecil) dan mengikuti kegiatan KK (Kelompok Kecil) yang dipimpin oleh PKK (Pemimpin Kelompok Kecil). Pada akhir Masa PPMB atau biasa dikenal dengan sebutan OSPEK, kami para MaBa diwajibkan untuk mengikuti KKR MaBa (Kebaktian Kebangkitan Rohani untuk Mahasiswa Baru). Karena mahasiswa-mahasiswi di Universitas Kristen ini tidak hanya dibimbing secara intelejensi saja tetapi juga secara spiritual, tidak hanya diasah kemampuan akademisnya saja tetapi juga semakin dibentuk dan dikuatkan dalam iman dan kepercayaan kepada Kristus. Karena berlatarbelakang Iman Kristiani, maka Universitas yang terletak di Cawang ini juga memberikan Pendidikan secara Kristiani, termasuk melaksanakan berbagai Ibadah secara terklasifikasi dan teratur.


          Setelah mengikuti KKR, para Pengurus PM (Persekutuan Mahasiswa) mengarahkan kami para MaBa untuk masuk ke dalam KK. Satu orang PKK membimbing 4-5 orang AKK dan jadwal kegiatan KK disesuaikan antara PKK dan AKK. Di dalam KK, PKK dan AKK bersama-sama melakukan PA (Pendalaman Alkitab) dengan menggunakan Buku Panduan, bernyanyi dan berdoa bersama, serta saling sharing mengenai HPDA (Hubungan Pribadi Dengan Allah) dan HPDS (Hubungan Pribadi Dengan Sesama). AKK dibimbing agar semakin beriman kepada Kristus dan dilibatkan untuk menjadi Pelayan Kristus. AKK dilibatkan untuk menjadi Pelayan di KST (Kebaktian Seluruh Tingkat) yang dilakukan seminggu sekali di setiap Fakultas yang melibatkan seluruh angkatan di dalam satu Fakultas, PAF (Persekutuan Antar Fakultas) yang dilakukan setiap sebulan sekali di lingkungan Universitas yang melibatkan seluruh Fakultas, atau bahkan P5W (Persekutuan 5 Wilayah) yang dilakukan sebulan sekali yang melibatkan 5 Wilayah (Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat).


          Setiap AKK juga dibimbing untuk menjadi PKK yang akan memuridkan setelah dimuridkan, menjadi berkat setelah diberkati. Demikian juga saya yang saat itu dilibatkan menjadi AKK kemudian ditunjuk untuk menjadi PKK. Sesungguhnya saya memiliki keinginan untuk menjadi PKK. Ingin membimbing Junior dalam membangun HPDA dan HPDS-nya, ingin memberikan solusi atas sharing mengenai permasalahan hidup mereka, ingin menambah relasi dan mengembangkan diri. Namun karena Ibu saya sakit dan harus dirawat di rumah serta beberapa hari di Rumah Sakit, maka saya sebagai anak wanita terakhir yang dapat dipercaya, harus merawat Ibu saya. Saat itu Kakak saya yang sudah menikah dan tinggal bersama keluarga barunya pun juga mengekang saya untuk melayani di luar. Ia pernah berkata, “Melayani gak cuma jadi PKK aja, gak cuma jadi Naposo di gereja aja, tapi di segala hal lo bisa melayani, termasuk ngurus Orang Tua lo yang cuma satu-satunya. Lo itu cewek, se-cuek-cuek-nya cewek, pasti lebih telaten dari pada cowok, di rumah kan tinggal lo cewek satu-satunya”. Maka keinginan saya untuk melayani sebagai PKK pun terpaksa dikubur dalam-dalam karena kondisi yang tidak memungkinkan.


          Di sisi lain, saya memprediksi bahwa menjadi PKK haruslah memulai KK pada sore hari, biasanya sekitar pukul 17.00 WIB semua jam kuliah untuk Kelas Reguler berakhir. Maka bisa saja KK dimulai sejak jam 5 sore sampai jam 8 malam. Belum lagi Rapat Pengurus yang biasanya akan dilaksanakan pada sore menjelang malam karena pagi hingga siang pasti ada kegiatan kuliah. Saat ingin melayani di Naposo HKBP Pasar Minggu, saya pun terlibat dengan hambatan yang sama. Kelompok Muda-Mudi tersebut mayoritas merupakan pekerja kantoran yang Office Hour, yang artinya tidak ada jam bebas sejak pagi sampai petang. Anggota Naposo lainnya merupakan mahasiswa-mahasiswi yang mengambil Kelas Reguler dengan jam kuliah sejak pagi sampai sore. Maka mereka hanya memiliki waktu sejak jam 7 malam sampai jam 12 malam.


          Saya memang pernah aktif di Naposo sejak September 2010 hingga April 2011, setelahnya saya vacuum total dan menjadi Panitia Paskah pada Mei 2013. Saat itu saya pernah melayani menjadi Panitia Paskah tahun 2011 dan 2013, serta menjadi Anggota Koor di Natal 2010. Karena jam pelayanan yang malam (rapat, latihan koor dan mengurusi peminjaman peralatan), maka Ibu saya khawatir akan kondisi saya, takut diculik, diperkosa, lalu dibunuh karena status saya yang masih perawan. Memang rawan ketika seorang wanita sering pulang malam. Tetapi jika jam tetapnya seperti itu, maka saya tidak bisa mengubah Jam Operasional mereka, saya yang harus mengikuti alur Jam Malam mereka, sehingga imajinasi buruk Ibu saya semakin merajalela dan menyebabkan beliau dirawat di Rumah Sakit karena kadar gulanya naik. Memang sulit, tapi itulah kondisi yang saya hadapi, tidak memungkinkan untuk melayani di luar, tidak memungkinkan untuk bebas berkembang di dunia luar, selalu terkungkung di rumah sehingga sudah seperti Ibu Rumah Tangga Sejati meskipun saya belum menikah.


          Sekitar tahun 2010, saat saya mengikuti  Ibadah PHP (Persiapan Hati Pelayan) untuk menjadi PKK, saya mendengarkan Sharing Iman dari salah satu Pemimpin Kelompok Kecil. Kalau saya tidak salah ingat, wanita yang berinisial S itu sedang menjabat sebagai Koordinator PM pada saat itu. Beliau adalah PKK dari PKK kami, karena Motto KK ialah “Murid yang Memuridkan”, maka para PKK kami yang merupakan senior di kampus kami pada 2 tahun yang lalu juga pernah menjadi AKK sebelum menjadi PKK bagi saya dan teman-teman seangkatan saya. Pada saat Ibadah PHP, Kakak yang berinisial S tersebut berkata demikian,

“Setiap manusia diberikan Talenta oleh Tuhan. Ada yang pandai bermain musik, ada yang pandai berbicara, ada yang pandai menulis, ada yang pandai membaca sajak, atau apapun. Di dalam Alkitab pun tertulis bahwa talenta yang ada pada kita, harus kita kembangkan sedemikian rupa agar kita menjadi berkat bagi orang lain. Kita menjadi berkat untuk orang lain karena Allah telah terlebih dahulu memberkati kita. Talenta yang kita punya merupakan alat bagi kita untuk melayani Tuhan. Talenta Pelayanan tersebut berasal dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Apa maknanya ? Talenta yang kita miliki berasal dari Tuhan, talenta tersebut diberikan oleh Tuhan secara cuma-cuma. Dalam melayani pun, Tuhan selalu menyertai kita, oleh Tangan Tuhan kita bekerja, bukan hanya dengan tangan kita. Dan pelayanan kita pun diberikan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk kemuliaan bagi diri kita sendiri”.


          Memang benar apa yang dikatakan oleh Kakak S tersebut. Talenta Pelayanan yang kita lakukan berasal dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Tuhan memberikan talenta bagi kita bukan dengan sembarang, tapi juga memiliki tujuan tertentu. Beberapa di antara kita memang ditunjuk Tuhan untuk menjadi Pendeta, maka Tuhan mengaruniakan kemampuan berbicara yang baik agar Khotbah yang disampaikan benar-benar dapat diterima dengan baik oleh Jemaat. Beberapa dari kita ada yang ditunjuk oleh Tuhan untuk menjadi pemusik di gereja, maka Tuhan mengaruniakan kemampuan bermusik yang baik agar Jemaat semakin semangat dalam menaikkan sembah dan pujian kepada Allah Tritunggal. Beberapa di antara kita ditunjuk oleh Tuhan untuk menjadi WL (Worship Leader / Pemimpin Pujian) atau anggota koor, maka Tuhan mengaruniakan suara merdu untuk dapat memuliakan Tuhan. Beberapa di antara kita juga diberikan talenta memimpin yang baik, sehingga kita sanggup mengkoordinir sejumlah orang untuk bersama-sama bergerak menjadi Super Team dalam menyukseskan Acara Natal atau Acara Paskah demi kemuliaan nama Tuhan.


          Dalam melaksanakan berbagai pelayanan tersebut, tentunya kita selalu diberkati Tuhan. Kita disanggupkan dan dikuatkan oleh Tuhan untuk melakukan berbagai pelayanan di sana sini. Mungkin kita sudah lelah dalam bekerja dan kuliah sejak pagi hingga sore, dari Senin sampai Jumat, tetapi Tuhan memampukan kita untuk tetap melayani pada malam hari serta pada hari Sabtu dan Minggu. Tuhan senantiasa memberikan kesehatan dan hikmat dalam bertindak di dalam pelayanan kita masing-masing. Tuhan selalu menguatkan kita yang lemah, lelah atau putus asa dalam pelayanan. Para Pekabar Injil yang memberitakan Injil di berbagai daerah pedalaman serta daerah yang rawan akan Ilmu Hitam pasti merasa takut dan khawatir akan kegagalan yang menimpanya. Tetapi karena penyertaan dan kekuatan dari Tuhan, para Pekabar Injil tersebut tetap memberitakan Kabar Suka Cita meski harus Mati Martyr. Dan jika Tangan Tuhan tidak menyertai pelayanan kita, maka kita tidak akan sanggup untuk melayani Dia dengan hanya mengandalkan kekuatan kita.


          Saya pernah mengalami hal tersebut saat ikut serta dalam Panitia Paskah pada Mei 2013. Sekitar pukul 11 malam kami baru selesai latihan drama, tetapi saya tidak mungkin pulang lebih awal karena harus mengurusi kostum drama, saya harus memasukkan kembali ke plastik-plastik sesuai dengan klasifikasinya. Rasa lelah dan kantuk yang teramat sangat menghantui saya. Saat itu malam terakhir bagi kami sebelum Hari H, dan seluruh Panitia serta Pemain Drama yang hadir melakukan Doa Bersama untuk acara esok pagi. Setelah berdoa dan bernyanyi, “Jangan Lelah”, saya pun menjadi semangat kembali. Saya merapihkan kostum bersama dengan panitia yang lainnya lalu pulang ke rumah.


          Berbagai pelayanan yang kita lakukan tersebut adalah untuk Tuhan, bukan untuk manusia atau bahkan Dewa-Dewa yang lainnya. Pada awalnya saya tidak mengenal prinsip “pelayanan”. Bagi saya, ketika saya ditunjuk untuk menjadi Panitia Natal di gereja atau anggota koor atau kolektan di Ibadah KST maupun di ibadah gereja, saya hanya menjalankannya dengan begitu saya, seolah menjalankan kewajiban untuk manusia tanpa menghayati apa yang saya lakukan untuk Tuhan. Saya merasa bahwa saya sedang membantu manusia karena mereka meminta saya untuk melakukan ini dan itu tanpa berfikiran bahwa yang saya lakukan merupakan persembahan yang hidup untuk Tuhan. Tetapi pada akhirnya saya menyadari bahwa hidup yang Tuhan berikan haruslah dikembalikan kepada Tuhan seperti yang tertulis dalam Roma 12 : 1 (Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati). Dengan demikian, Talenta Pelayanan yang diberikan oleh Tuhan haruslah juga dikembalikan kepada Tuhan seperti yang tertulis di dalam Matius 25 : 14-30. Apa yang kita lakukan di dunia ini (termasuk semua pelayanan kita) adalah untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk menunjukkan eksistensi diri kita atau bahkan untuk memegahkan diri kita. Karena tubuh dan jiwa yang kita hidupi sekarang berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Sama seperti Talenta Pelayanan yang ada pada diri kita, berasal dari Tuhan dan dikembalikan untuk memuliakan nama Tuhan.


          Inilah yang saya lakukan pada blog “Goresan Tinta Kehidupan” milik saya. Mungkin hobby membaca buku cerita saat SD dan membaca novel saat SMP hingga sekarang, sangat berpengaruh pada kemampuan verbal saya, saya menjadi lancar dalam menulis terutama dalam bentuk narasi. Sempat terfikirkan oleh saya bagaimana jika saya menjadi Penulis Novel saja ? Tetapi butuh waktu beberapa tahun untuk menciptakan sebuah novel dan menerbitkannya, tetapi butuh waktu 3 jam untuk menghasilkan sebuah Artikel Rohani yang siap dipublikasikan di blog saya sehingga semakin banyak oraang yang terberkati melalui tulisan saya ini. Talenta inilah yang bisa saya kembalikan kepada Tuhan di tengah kondisi keluarga yang mengekang saya untuk melayani di dunia luar. Tuhan telah memberikan talenta untuk menulis kepada saya, dan saya pun dimampukan Tuhan untuk menulis berbagai Artikel Rohani, sehingga hasil tulisan saya pun saya persembahkan untuk kemuliaan nama Tuhan.


          Jika ada pembaca blog saya yang mengalami perubahan positif setelah membaca artikel saya, maka saya menyatakan bahwa Tangan Tuhan sedang bekerja pada diri Anda para pembaca blog saya. Di sini saya hanya menjadi Alat Tuhan, bukan kemampuan diri saya yang mengubah Anda para pembaca, tetapi Tuhan yang mengubah Anda melalui tulisan saya. Karena perubahan karakter seseorang bukan dilihat dari orang atau hal yang mengubahnya, tetapi karena Tangan Tuhan sedang bekerja di dalam diri Anda. Artikel Rohani dalam blog ini bukan untuk upaya Kristenisasi, melainkan untuk membagikan berkat karena saya sudah terlebih dahulu diberkati oleh Allah. Saya yakin bahwa para pembaca blog saya juga sudah banyak mendapat berkat dari orang lain, dan akan membagikan berkat kepada orang lain juga.


          Apapun talenta pelayanan yang Anda miliki dan seberapa kecilpun pelayanan yang Anda lakukan tidak menjadi masalah. Tetapi yang terpenting ialah, seberapa besarkah keinginan Anda untuk melayani Dia yang sudah memberikan banyak hal selama Anda hidup ? Seberapa besarkah keinginan Anda untuk mengembangkan talenta yang Anda miliki agar Anda persembahkan untuk Dia yang memberikannya secara cuma-cuma ? Karena percuma saja jika Anda melakukan pelayanan yang besar tetapi kemudian Anda memegahkan diri sendiri atas keberhasilan dari pelayanan Anda. Karena di dalam pelayanan, yang patut untuk dimuliakan hanyalah Allah, bukan manusia. Dan jangan sekalipun manusia mencuri kemuliaan Tuhan karena Talenta Pelayanan berasal dari Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Minggu, 29 September 2013

Dimanakah Jodohku ?

          Sekitar sepekan yang lalu saya berkomunikasi melalui BBM dengan salah satu senior saya. Dia adalah seorang pria yang memiliki marga yang sama dengan Ibu saya. Karena itulah saya memanggil dia dengan sebutan “Tulang” dan dia memanggil saya dengan sebutan “Bere”. Seperti pria lajang lainnya, dia meminta saya untuk memperkenalkan dirinya kepada seorang wanita. Sebenarnya tidak hanya Tulang saya saja, beberapa pria lajang yang menjadi teman saya juga me-request hal yang sama, bahkan lengkap dengan kriterianya masing-masing. Dan ada beberapa dari mereka yang mengenal wajah dari sahabat-sahabat saya kemudian me-request untuk dikenalkan dengan wanita yang menarik menurut mereka. Saya seperti Biro Jodoh saja.


          Namun pengalaman saya dalam mengenalkan dua orang wanita kepada seorang pria di waktu yang berbeda sehingga tumbuh bunga asmara di antara mereka namun kandas di tengah jalan membuat saya cukup enggan untuk mengenalkan pria-pria lajang tersebut kepada teman-teman wanita saya. Kecuali jika ada hal penting seperti pekerjaan atau promosi atau bisnis atau acara tertentu, dalam arti “meminta link atau rekomendasi” kepada saya, maka saya akan memperkenalkan mereka. Tetapi jika untuk urusan hati, saya akan sulit meresponnya dengan cepat. Karena urusan hati adalah masalah kenyamanan. Bila sang wanita (yaitu teman saya) merasa terganggu atau tidak nyaman dengan kehadiran sang pria lajang yang saya perkenalkan, maka saya yang merasa tidak enak hati kepada mereka kaum perempuan tersebut.


          Wajar jika para pria meminta dikenalkan kepada para wanita, karena setahu saya, makhluk Tuhan yang bernama “pria” adalah tipe makhluk visual yang mudah tertarik oleh penampilan luar yang “berkilau”. Pria juga tipe makhluk agresif yang gemar mengeksplorasi dan gemar mencari pengalaman. Mumpung belum ada Janur Kuning yang “berkibar”, maka “serangan” demi “serangan” pun dilancarkan, modus demi modus pun dijalankan, usaha demi usaha pun dikerahkan, demi mendapatkan Target Sasaran yang menarik dan sempurna menurut mereka. Mereka seperti kupu-kupu yang terbang kesana kemari lalu hinggap di sebuah bunga yang menarik bagi mereka.


          Memang ada sebagian pria yang mencintai lebih dari dua hati disaat yang bersamaan, ada juga pria yang ingin mencari bidadari yang sempurna luar dan dalam (penampilan luar atau fisik dan karakter atau psikis) padahal kenyataan yang didapat bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan ada pria yang mensyukuri bidadari yang telah mereka miliki dengan sepaket kelebihan dan kekurangannya. Tapi terlepas dari itu semua, setiap manusia memang memiliki hasrat untuk disayangi dan diperhatikan oleh manusia yang lainnya, baik dari sesama jenis maupun dari yang berlawanan jenis. Setiap manusia ingin memiliki someone special yang mencintainya dan dicintai olehnya. Karena itulah beberapa pria lajang meminta saya untuk mencarikan someone special-nya meskipun saya dan mereka tidak akan tahu mengenai akhir dari hubungan percintaan itu.


          Ada beberapa alasan mengapa manusia ingin memiliki seorang kekasih. Ada yang memang benar-benar ingin merasakan bagaimana dicintai dan mencintai, ada yang hanya ingin diperhatikan oleh pasangan, ada yang malu dengan status jomblo atau single, ada yang ingin memanfaatkan si pasangan (memanfaatkan kekayaan, ketenaran, kekuasaan, atau yang lainnya), ada yang mau menunjukkan bahwa dirinya “laku”, ada yang ingin memenangkan pertandingan dalam memperebutkan Sang Primadona yang perfect, dan berbagai alasan lainnya. Untuk kasus Tulang saya ini, sepertinya dia rindu akan kehadiran sosok wanita idaman di dalam kehidupannya.


“Bere, kirim-kirimlah dulu temanmu yang baik, bosan lah Tulang menjomblo 4 bulan”, ucap Tulang memulai percakapan di BBM.
“Hahaha,, Baru 4 bulan ngejomblo aja udah bosen Lang. Gue aje udah 23 tahun ngejomblo tetep stay cool. Selow Lang, selooww,, Semua ada waktunya. Hahaha,, Santai aja kali Lang, jomblowan dan jomblowati gak akan lebih cepat meninggal dari pada mereka yang memiliki pasangan kok. Hahaha,, Peace Lang”, jawab saya menimpali.

“Baahh,, Serius kau udah jomblo selama itu ? Kok bisa ?”, lanjut Tulang.
“Ya bisa lah Laaanngg,, Sebenernya sih ada beberapa cowok yang nembak, cuma ya gak pada serius kayaknya. Hehehe,, Ada yang tiba-tiba nembak di media sosial padahal gak kenal sama sekali, ada yang baru kenal 2 minggu langsung nembak, ada yang gak kenal deket tapi berani nembak. Bah, malas awak menanggapinya. Yo wis, jomblo kabeh. Hahaha,,,”, ucap saya menjelaskan.

“Tapi sekarang udah ada yang punya belom ?”
“Udah sih, entah kenapa makhluk yang satu itu bisa khilaf nembak gue. Hahaha,,,”
“Baahh,, Parah kau. Ya baguslah kalo kau udah laku”
“Ayam kali lakuuuu,,, Ya tenang aja sih Lang, belom ada hati yang cocok kali, makanya Tulang belom dapet Sang Kekasih, #eeeaaa,,, Nanti juga ketemu kok, semua kan ada waktunya Lang”

“Ada beberapa kemungkinan kenapa Tulang belom punya pacar : 1. Jodoh Tulang masih dipinjam tetangga; 2. Jodoh Tulang lagi meniti karir di kampung sebelah; 3. Jodoh Tulang lagi kena macet di jalan mau ke rumah Tulang; 4. Jodoh Tulang udah mati di-ocop begu (disedot setan), tapi gak mungkin lah yang itu; Eh atau gak, yang ke-5. Jodoh Tulang baru saja Tulang kasih ke orang yang lebih membutuhkan. Hahaha,,,”, jawab Tulang.
“Dikata baju bekas, dikasih ke orang yang lebih membutuhkan. Hahaha… Apapun alesannya, sebenernya emang waktunya yang belom tepat Lang. Kalo ada hati yang cocok pun, nanti akan bersatu kok. Santai sajaahh,,”, respon saya.


          Demikian percakapan saya dengan Tulang saya. Ya memang, apapun alasan untuk menjomblo, yang paling tepat ialah alasan “waktu”. Memang belum saatnya mendapatkan pasangan karena mungkin Tuhan menilai bahwa kita belum siap untuk memulai kehidupan yang baru. Memang belum saatnya mendapatkan pacar karena mungkin Tuhan menilai bahwa kita atau calon pacar kita masih harus “dibentuk” lagi. Memang belum saatnya mendapatkan kekasih karena mungkin Tuhan menilai bahwa kita belum waktunya untuk bertemu dengan salah satu Guru Kehidupan kita, dan kita harus belajar dari Guru Kehidupan yang lain terlebih dahulu. Karena setiap orang yang Tuhan berikan ke dalam kehidupan kita adalah Guru Kehidupan bagi kita, dimana kita bisa belajar banyak hal kepada mereka, entah itu meniru hal positif yang berhasil mereka lakukan atau bahkan belajar dari kegagalan yang mereka alami, belajar mengenai pengalaman mereka di masa lalu atau bahkan belajar mengenai masa depan yang akan mereka raih.


          Alasan hati pun berkaitan dengan alasan waktu. Memang kita pernah atau bahkan sering mengalami “cinta bertepuk sebelah tangan” dengan seseorang. Tetapi karena “cinta” membutuhkan dua hati yang saling mengasihi, maka “cinta bertepuk sebelah tangan” tidak akan menyenangkan dan hanya membuat sakit hati. Ada kalanya kita yang tertarik atau mencintai orang lain, tetapi orang tersebut malah hanya manganggap kita sebagai teman atau bahkan tidak menghiraukan kehadiran kita sama sekali, demikian sebaliknya. Namun jika sudah tepat waktu-Nya, maka cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan itu pun akan disambut oleh tangan yang lainnya, sehingga ada dua tangan yang bisa saling mendoakan Tali Kasih yang terjalin di antara dua sejoli tersebut.


          Hal ini dialami oleh sepasang suami istri yang saya kenal. Mereka adalah teman satu PA (Pendalaman Alkitab) di gereja mereka. Sebelum mereka menikah, si wanita (kita sebut saja DS) dan si pria (kita sebut saja MS) berteman akrab. Pada awalnya DS memiliki pacar, kita sebut saja RB. Selama DS dan RB berpacaran, selama itulah MS cemburu dalam keheningan. Karena MS adalah tipe pria yang cool atau pendiam, maka MS tidak menampakkan wajah yang cemburu di depan DS. MS cemburu karena sesungguhnya MS mencintai DS, namun belum ada waktu yang tepat untuk menyatakannya. Dan sesungguhnya DS pun mencintai MS, tetapi kodrat wanita ialah menunggu untuk “ditembak”. Saat DS berdoa meminta jodoh, maka datanglah RB ke dalam kehidupan DS dan mereka berdua menjalin hubungan kasih. Namun ternyata RB adalah “pria mata keranjang” dan DS pun memutuskan cintanya dengan RB. Pada suatu hari, DS tidak sengaja bertemu dengan mantannya yaitu RB di gereja, dan di saat itupun DS sedang bersama dengan MS, jadi DS bisa melihat dan menilai ekspresi wajah MS yang cemburu karena melihat ekspresi wajah DS yang senang melihat RB. Saat itulah DS mengetahui bahwa MS memiliki “rasa” kepada DS. Dan tidak beberapa lama kemudian mereka berpacaran lalu hingga pada waktunya mereka menikah.


          Jika Tuhan berkehendak, tidak ada satupun yang dapat menghalanginya. Jodoh ada di tangan Tuhan, kita hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menerima salah satu anugerah Tuhan tersebut. Memang harus ada usaha yang dikerahkan untuk mengenal sang Calon Pacar, tetapi kita tidak boleh memaksakan kehendak atau bahkan menghakimi bahwa dialah yang menjadi jodoh kita kelak, karena kita tidak akan tahu kepada siapa hati kita akan berlabuh untuk selamanya. Yang kita tahu bahwa Tuhan sedang menuliskan Love Story bagi kita masing-masing orang. Love Story yang tidak selalu seindah cerita cinta di sinetron atau dongeng, dan juga bukan Love Story yang sangat buruk seperti cerita dongeng kutukan. Namun yang jelas, Loves Story yang Tuhan kreasikan pasti sempurna untuk kita, meskipun ada suka dan duka di dalamnya.


          Jika sekarang Anda belum memiliki pasangan, jangan takut atau khawatir bahwa Anda adalah orang yang buruk rupa sehingga tidak “laku” dan akan menjomblo seumur hidup. Anda akan mendapatkan apa yang Anda butuhkan nanti, karena Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Hanya waktu saja yang belum tepat, meski hati sudah saling tertarik. Berdoalah kepada Tuhan untuk meminta Pasangan Hidup. Doakan dan pergumulkan seseorang yang akan mendampingi hidup Anda kelak. Ingatlah bahwa Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Ingat juga bahwa segala sesuatu yang Tuhan berikan kepada kita adalah baik adanya, meskipun bukan keinginan atau permintaan kita.


God gives in three ways :
1. HE says “YES” and gives you WHATEVER YOU WANT.
2. HE says “NO” and gives you SOMETHING BETTER.
3. HE says “WAIT” and gives you THE BEST.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Kamis, 19 September 2013

Super Woman di Masa Sulit (part 1)

          Saya memiliki seorang sahabat, sebut saja WS. Namanya tidak jauh berbeda dengan nama saya, hanya huruf belakangnya saja yang berbeda. Saya pernah menuliskan tentang dirinya di salah satu artikel saya sekitar 2 bulan yang lalu. “Kecil-kecil cabe rawit”, itulah jargon yang cocok untuknya. Bukan, bukan tubuhnya yang kecil. Jujur saja, ukuran tubuhnya tidak jauh berbeda dari saya, kami sama-sama Kelas Berat. Pengertian “kecil” yang saya maksud ialah “usia” dari WS. Di usianya yang masih muda, tepatnya 21 tahun, ia bisa menduduki posisi sebagai Junior Producer di sebuah radio yang merupakan anak perusahaan dari “KG Group”, yaitu sebuah perusahaan media massa yang sangat besar, yang sudah 50 tahun berdiri dengan direktur utama bernama JO.


          Saya akui, WS adalah orang yang hyperactive dan memiliki penyakit insomnia. Setiap hari dia tidur pukul 3 subuh dan bangun pukul 5 pagi lalu berangkat kuliah karena rumahnya sangat jauh dari kampus. Namun setelah Mata Kuliah yang ia ambil sudah menipis dan ia mengambil pekerjaan di radio tersebut serta menempati sebuah kamar kost di dekat kantornya, maka ia sering bangun pukul 9 pagi lalu pergi ke kantor, atau bangun jam 7 pagi kemudian pergi ke kampus. Dia memiliki banyak pekerjaan di kantornya, pekerjaan itu membutuhkan kreativitas dan ketelatenan. Ia pernah beberapa kali mengeluh dengan intonasi suara yang lemas, “Gue capeeekkk…” kepada saya, tapi itulah resiko yang harus ia emban karena ia telah memilih untuk mencoba berkarier di radio tersebut.


          Jujur, saya iri terhadapnya. Ia sangat mengenal dunia luar dan memiliki banyak pengalaman, sedangkan saya ? Hanya memiliki sedikit pengalaman di dunia luar karena dididik “Setelah kuliah langsung pulang, lulus kuliah dulu baru kerja”, seolah menjadi katak dalam tempurung dan tidak bisa bersosialisasi dengan dunia luar, ya karena di rumah juga harus sambil merawat orang sakit jadi tidak bisa mobile secara leluasa di dunia luar. Mungkin tujuan dari prinsip didikan dari orang tua saya ialah baik, lulus kuliah dulu baru kerja, karena ketika seseorang sudah sanggup untuk mencari uang, ia akan cenderung melupakan pendidikan akademiknya, karena tujuan dari pendidikan akademik ialah mencari uang. Ya, ini adalah pilihan pribadi untuk memilih kuliah ataupun langsung kerja atau bahkan kuliah sambil kerja, tapi orang tua saya menerapkan peraturan seperti itu.


          Ketika WS mengeluh dengan intonasi suara yang lemas, “Gue capeeekkk,,,” kepada saya, saya pun meresponnya, “Harusnya lo bersyukur ketika lo ditempatkan di lingkungan yang baru, lo jadi punya pengalaman baru, punya kenalan baru, dan jadi semakin tahu banyak hal. Dari pada gue ? Gak boleh tuh kemana-mana. Sampe 23 tahun hidup di Jakarta, gue gak pernah tuh ngunjungin semua daerah di Jakarta. Ditinggalin di kantor lo aja, gue bisa nangis garuk-garuk tanah karena buta wilayah. Untung masih di Indonesia, masih bisa tanya orang-orang sekitar pake Bahasa Indonesia. Kalo pake bahasa asing, minimal pake Bahasa Inggris yang gue paham setengah-setengah doank, makin missed communication dan makin nyasar gue. Ke daerah kantor lo aja gue baru pertama kali ke sana. Lo gak lihat muka gue jadi blo’on banget kayak nyasar ke planet laen waktu gue ikut ke kantor lo ?”.


          Kemudian WS tertawa dan balas menasehati saya, “Hahaha,,, Somplak lo! Harusnya lo juga bersyukur, karena waktu yang lo punya, banyak yang lo kerahkan untuk keluarga lo, khususnya untuk orang tua lo. Justru gue pengen banget punya banyak waktu buat keluarga gue, tapi gue gak bisa, banyak kerjaan dan banyak aktivitas. Waktu gue mau balik ke kostan, Nyokap gue pengen ikut gue loh, tinggal bareng gue di kostan karena di rumah gak ada temen buat curhat. Ya lo tau lah kan, psikologis wanita kayak gimana, Nyokap gue berasa kehilangan gue gitu. Awal-awalnya Bokap gue juga khawatir sih kalo gue harus ngekost, ya anak cewek kan rawan jadi korban kejahatan. Asli, gue pengen banget ngabisin waktu sama Bokap dan Nyokap gue, ngerawat mereka dengan baik.”. Entah dia berkata demikian dari dasar hatinya atau hanya ingin menghibur saya. Namun sepertinya, sekarang ini keinginan dia yang terdahulu itu telah terkabul, meskipun terasa agak pahit.


          Sejak akhir bulan Agustus 2013 saya mulai sering mendengar curhatannya mengenai keluarganya, khususnya kedua orang tuanya yang sedang sakit secara bersamaan. Kini Ibunya harus menjalani therapy berkelanjutan untuk menyembuhkan syaraf yang terjepit di bagian pinggangnya. Ayahnya mengidap penyakit maag kronis, dan sepertinya sudah mengalami komplikasi yang lainnya. Banyak cerita yang ia tumpahkan kepada saya. Isi hatinya mengenai pekerjaannya yang menumpuk bahkan menjadi kacau karena pikirannya terfokus ke keluarganya, kondisi keuangan keluarganya yang penghabisan karena harus mengobati kedua orang tuanya dengan pemasukan hanya dari 2 orang, serta kelelahannya karena harus pulang-pergi dari Bogor ke Palem Merah selama 2 minggu. Selama itu juga kamar kostnya kosong karena ia lebih memilih tinggal di rumahnya untuk merawat dan melihat perkembangan kondisi dari kedua orang tuanya.


“Gue gak peduli sama gaji dan tabungan gue yang keluar atau bahkan abis karena ngobatin Bo-Nyok gue, yang penting mereka sembuh. Kalo gue gak kuat iman, gue udah jadi pasien Rumah Sakit Jiwa kayaknya”, akunya saat saya menelepon WS untuk melepas rindu.

“Ya emang lo udah gila kali, gak sadar lo?”, jawab saya sambil meledeknya.

“Hahaha,,, Somplak lo! Sumpeh loh, gue baru pertama kali lihat Bokap gue yang pucet sepucet-pucetnya, keringet-sekeringetnya, dingin sedingin-dinginnya, lemes selemes-lemesnya, dan muntah semuntah-muntahnya di taxi itu. Dan cuma gue yang anterin Bokap karena Nyokap gue gak mungkin anterin Bokap, untuk jalan aja terseok-seok, Abang gue kuliah dan Adek gue sekolah, jadi gue izin dari kantor. Untung supir taxinya quick response bantuin gue, ngasih plastik yang dia punya buat nampung muntahan Bokap gue karena plastik obat yang gue pake gak cukup lagi. Asli gue panik, mana macet pula. Gue udah takut aja Bokap gue “lewat” di jalan tol yang macet itu. Gue langsung bawa Bokap lagi ke RS, padahal itu baru keluar dari RS setelah Bokap gue pingsan di kantornya. Dan ituuhh,, gue benci bangeett,, sama Dokter Jantung yang gak bisa berkomunikasi dengan baik, pake bahasa ilmiah yang gak gue ngerti, tapi marah-marah waktu gue tanya tentang kondisi Bokap gue. Lah abis dia bilang, “Ada yang mau ditanyakan?”, ya gue tanya donk, eh dia malah marah-marah, “Kan tadi saya sudah bilang, bla..bla..bla..”. Mana itu dokter langsung nembak Bokap gue, memvonis penyakitnya udah stadium berat. Itu dia ngomong di depan Bokap gue yang lagi lemes loh, ya Bokap gue tambah lemes lah, kayak gak ada pengharapan gitu. Asli loh, gue marah-marah setelah di luar Ruang Periksanya sampe semua pasien di luar Ruang Periksa denger. Gak kayak Dokter Penyakit Dalam yang ngobatin Bokap gue, dia bisa berkomunikasi dengan baik. Mana Bokap harus Rekam Jantung pula, kena 900 rebu, dan asuransi dari kantor Bokap gue juga lagi gangguan. Udah diurus sama temen kantor Bokap gue, udah bisa dipake kata mereka, tapi gak bisa ter-cover, ya gue narik duit gue dulu lah. Bokap keluar-masuk RS dan entah udah berapa biayanya. Obatnya di rumah tuh banyak banget, sedikit-sedikit makan obat. Selama 2 minggu kostan gue kosong, gue balik ke rumah jam 8 malem dari kantor, sampe rumah udah malem banget donk. Gue berharapnya setelah sampe rumah bisa langsung tidur karena gue capek banget, tapi ternyata gue harus ngurutin Bokap gue karena dia ngeluh pegel-pegel, gue urutin betisnya, gue urutin pundaknya. Udah deh, gue gak peduli sama rasa capek gue, yang penting Bo-Nyok gue dulu nih diurusin. Skripsi gue juga ter-pending 3 minggu, yang penting keluarga gue dulu lah. Asli, gue lagi dibentuk banget sama Tuhan. Udah uang menipis, pengobatan masih harus berjalan, pemasukan cuma dari 2 orang dari gue dan Bokap gue, pengeluaran banyak buat berobat kedua orang tua gue dan biaya pendidikan Abang sama Adek gue. Huaaahhhh,, Bantu gue lewat doa ya, semoga gue kuat buat menghadapi kondisi ini. But over all, I thank God, karena pertolongan Tuhan pasti datang tepat waktu.”, ucapnya tanpa jeda untuk bernapas, seolah sedang mengeluarkan batu besar yang selama ini dia pikul, batu yang membebaninya dalam melangkah.


           Saya pun tidak tahu bagaimana harus merespon curhatannya yang sangat panjang itu, karena saya speechless dengan kondisi keluarganya, saya speechless dengan usahanya untuk mengurus keluarganya, saya speechless dengan kekuatannya dalam menjalani kehidupan, sepertinya ia sudah terbiasa untuk tidur 3 jam sehari. Kemudian saya teringat dengan kondisi saya pada April 2011 silam, saya mengalami hal yang serupa, sedang dibentuk oleh Tuhan. Tetapi bedanya, kasus yang dialami WS ini melebihi kasus yang saya alami, karena saya masih memiliki 1 orang Kakak, 2 orang Abang, dan 1 orang Ayah untuk mengurusi Ibu saya. Dan saya pun tidak harus kuliah sambil mencari uang, tapi harus mengurusi sumur (mencuci pakaian kotor karena pembantu saya sedang pulang kampung), dapur (memasak makanan untuk anggota keluarga), sekaligus sesekali ikut mengambil shift jaga malam di RS. Sampai seorang dosen kesayangan saya heran dengan nilai UTS saya, “Tumben nilainya segitu, biasanya bagus”, saya pun hanya tersenyum kecil, tepatnya terpaksa untuk tersenyum setelah tadi pagi saya membasahi mata saya dengan air alami yang turun dari Kelenjar Air Mata karena tekanan kondisi yang saya alami saat itu. Memang nilai UTS saya tidak terlalu buruk, tetapi seharusnya bisa sedikit melebihi nilai yang saya dapatkan saat itu.


          Mungkin belum ada waktu yang tepat untuk menceritakan seluruh kejadian yang saya alami kepada WS, tetapi saya harus bersyukur saat sudah melewati masa sulit itu. WS pun mengaku bahwa nanti ia akan mengalami kepuasan batin dan kemenangan setelah ia melewati masa sulit ini. Setiap orang memiliki masa sulitnya masing-masing, dan semua orang harus menghadapi masa sulit itu, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap.


          Memang, kita akan jauh lebih bersyukur bila menemukan masa sulit orang lain yang lebih parah dari pada yang kita alami. Tetapi, mensyukuri masa sulit yang kita alami tidak harus selalu membandingkannya dengan masa sulit orang lain terlebih dahulu. Bersyukur karena masih bisa menghirup udara secara gratis saja sudah cukup, karena kita tidak harus membayar setiap hembusan nafas di setiap detik. Kita juga tidak harus membayar waktu yang kita miliki, waktu yang terus berjalan, detik ke menit, menit ke jam. Bayangkan jika kita harus membayarnya, mungkin kondisi keuangan kita akan semakin menipis di masa kritis perekonomian keluarga. Bersyukur juga karena tangan Tuhan tidak akan pernah terlambat untuk menolong, Dia buka jalan saat tiada jalan. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anaknya jatuh terhempas ke tanah, tetapi Ia akan segera menopang kita sebelum kita benar-benar menyentuh tanah.


          Memang hidup itu seperti roda, kadang terlindas di bawah, kadang terbang di atas. Dan kita harus tetap bersyukur meskipun sedang berada di bawah. Meski sakit dan perih, ujian dari Tuhan bertujuan untuk menguatkan kita, bukan untuk menjatuhkan kita. Ujian tersebut juga untuk meningkatkan iman percaya kita kepada-Nya, bukan untuk membelokkan kepercayaan kita kepada hal lain karena kita telah kecewa terhadap Tuhan yang memberikan ujian berat. Akan ada pelangi sehabis hujan, akan ada masa bahagia setelah kita melewati masa sulit. Seperti emas yang dimurnikan dengan cara dibakar dan ditempa, seperti tanah liat yang dibentuk menjadi bejana yang indah oleh tukang periuk, seperti itulah hidup manusia di tangan Tuhan. Dan semua yang diperbuat Tuhan adalah baik, karena semua akan indah pada waktu-Nya.


1 Petrus 1 : 6 – 7 = (6) Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. (7) Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Minggu, 15 September 2013

Jalan-Ku Bukanlah Jalanmu, Rancangan-Ku Bukanlah Rancanganmu

          Sejak SMA saya sudah memiliki pemikiran yang aneh. Pemikiran yang sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan karena tidak mendatangkan keuntungan material bagi saya. Pemikiran liar yang sebenarnya tidak usah dipedulikan karena tidak langsung membuat masa depan saya menjadi lebih baik. Pemikiran aneh yang bisa membuat saya menjadi semakin bingung dengan kondisi yang saya hadapi. Pemikiran yang sebenarnya bisa dijawab dengan singkat dan tepat karena sudah tersurat dalam Alkitab.

          Pemikiran aneh yang saya miliki ini berawal saat saya melihat teman saya (siapapun dia, teman yang baik ataupun teman yang buruk), kemudian saya seolah terjatuh ke dalam Ruang Masa Lalu yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati, “Eh, ini temen gue loh, waktu itu kita kenalannya kayak gimana ya ? Kenapa gue bisa kenalan sama dia ya ? Lagian, kenapa juga mesti dia yang kenalan dan temenan sama gue ? Kayak gak ada orang laen deh. Penduduk Indonesia ada jutaan loh, kenapa mesti dia ?”. Saya memang tidak membenci teman saya tersebut, bahkan saya bersyukur ketika mengenal dia karena saya mendapatkan teman baru yang mengisi hari-hari saya, saya mendapat pengalaman baru dengan adanya kehadiran dia di kehidupan saya, saya mengalami perubahan positif dan memiliki ketetapan hati untuk menjadi anak baik-baik. Tetapi tetap saja saya bertanya-tanya, “Kenapa gue mesti temenan sama dia ?”.

          Pertanyaan berikutnya yang muncul ialah “Kenapa juga gue dilahirin di Suku Batak dengan segala adat-adatnya yang ribet banget ? Kenapa gak dilahirin di Suku Jawa atau Suku Ambon atau Suku Padang ? Kenapa juga gue lahir di keluarga gue yang sekarang dengan kondisi ekonominya berada di posisi menengah ke bawah ? Kenapa gak dilahirin jadi anak orang kaya raya atau anak presiden ? Atau kayak keluarganya Richie Rich itu, seru banget pastinya. Kenapa juga gue punya orang tua yang seperti itu dengan Abang dan Kakak yang kayak gitu ?”. Kenapa dan kenapa, itulah pertanyaan yang dahulu sempat terbersit di dalam pikiran saya, seolah saya tidak puas dengan kondisi dan lingkungan yang saya tempati saat itu. Tapi jujur, saya bersyukur dengan segala kondisi yang saya alami, baik saat muncul pertanyaan itu sejak saya SMA atau bahkan sampai sekarang. Saya sangat bersyukur ketika mendapati fakta bahwa saya dilahirkan di keluarga saya yang sekarang ini, dengan kondisi anggota keluarga yang seperti itu, dan mengalami seluruh kejadian suka dan duka sejak dahulu sampai sekarang. Tetapi dahulu saya sempat bertanya, “Kenapa mesti kayak gini dan gak kayak gitu ? Kenapa mesti dia dan kenapa mesti mereka ?”. Mungkin khayalan saya terlalu jauh untuk memikirkan hal itu.

          Lalu saya teringat dengan seseorang yang pernah berkata, “Kalau kita mengingat masa lalu, dan kemudian kita menelaah hingga ke masa sekarang, kita seolah sedang menonton televisi. Ya, kita sedang menonton drama kehidupan milik kita sendiri. Sejak kita lahir, kemudian tumbuh dewasa, hingga sekarang kita berada dalam kondisi seperti ini, baik atau buruk, kemudian di masa depan kita memiliki kehidupan yang lain, kita merasa bahwa itu adalah sebuah sinetron di televisi. Dan kalian tahu siapa Sutradaranya ? Yesus Kristus yang telah menetapkan kehidupan kita pada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Kita adalah artis-artis di sinetron yang Tuhan kreasikan, dan artis haruslah selalu mengikuti perintah atau instruksi dari Sang Sutradara agar film yang tercipta menjadi film yang luar biasa indah.”. Saya pun berpikir bahwa itu adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya semasa SMA. Tuhan, Sang Sutradara kehidupan, telah mengatur seluruh kehidupan manusia, mulai dari A sampai Z, mulai dari hal-hal yang terbesar sampai hal-hal yang terkecil bahkan sampai pada hal-hal yang tidak sanggup dipikirkan atau diprediksi oleh manusia. Tuhan sudah mengatur semuanya dan manusia hanya tinggal menjalankan instruksi dari Sang Sutradara.

          Dalam Kitab Yesaya 55 : 8 – 9 tertulis “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”. Ya, Tuhan punya maksud dan tujuan tertentu mengapa saya dilahirkan di keluarga saya yang sekarang. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus berkenalan dan berteman dengan mereka-mereka yang pernah masuk ke dalam kehidupan saya. Tuhan juga punya rencana mengapa saya pernah mengalami kegagalan tertentu dan terpuruk karena mengalami cobaan yang berat. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus berhasil dalam hal tertentu dan gagal dalam hal yang lainnya.

          Tuhan sudah menetapkan semuanya sesuai dengan jalan-Nya dan rangcangan-Nya, jadi manusia tidak berhak untuk mengatur Tuhan. Bahkan sebelum lahir pun saya tidak berhak untuk meminta kepada Tuhan bahwa saya ingin ditempatkan di keluarga yang kaya raya, dilahirkan di Amerika dan berteman dengan mereka-mereka yang termasuk dalam golongan anak gaul. Yang menjadi permasalahan selanjutnya ialah, apakah keinginan saya tersebut baik untuk saya ? Apakah saya sanggup untuk ditempatkan di lingkungan yang seperti itu ? Apakah keinginan saya tersebut bisa membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang ? Karena sesungguhnya apa yang saya inginkan belum tentu menjadi kebutuhan saya, dan Tuhan jauh lebih mengerti segala kemampuan atau kebutuhan saya (1 Korintus 2 : 9), bahkan Tuhan telah mengenal saya sebelum saya dibentuk di dalam rahim ibu saya (Yeremia 1 : 5) dan Tuhan mengenal saya jauh lebih dalam dibandingkan saya mengenal diri saya sendiri (Mazmur 139 : 1 – 18) karena Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya (2 Timotius 2 : 19).

          Tuhan sudah merencanakan semuanya, seperti yang tertulis dalam Kitab Yeremia 29 : 11, yaiu “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”. Jadi, dengan ditempatkannya saya di dalam lingkungan saya yang sekarang, sesungguhnya itulah rencana Tuhan yang sedang saya jalani. Saya sebagai manusia hanya bisa menjalankan Skenario Kehidupan dari Sang Sutradara yang memiliki rancangan indah, karena Sang Sutradara telah mengenal saya jauh lebih dalam dan mengetahui apa yang terbaik untuk saya. Dengan demikian saya tidak berhak untuk memilih atau mengganti Skenario Kehidupan dengan rasa sok tahu atau sok bisa, karena Sang Sutradara sesungguhnya lebih hebat dari manusia manapun.

Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Minggu, 08 September 2013

Sweet Life Like A Baby (part 1)

          Semua manusia pernah menjadi seorang bayi sebelum ia tumbuh menjadi orang dewasa, itulah pertumbuhan manusia secara normal. Seperti yang kita ketahui, bayi memiliki kecenderungan untuk menangis dalam menghadapi apapun. Baik ketika ia sedang lapar dan haus, sesudah membuang air besar ataupun kecil, ketika ia sedang merasa gerah atau ingin tidur. Menangis adalah salah satu cara dia berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Tangisan adalah tanda bahwa ia sedang mengalami kondisi yang tidak nyaman, dan memanggil orang dewasa untuk membuatnya merasa nyaman kembali. Dia sangat ketergantungan kepada orang-orang di sekitarnya. Bayi adalah sosok yang lemah dan seolah tidak berdaya bila tidak ditopang oleh orang dewasa.

          Kita pun seperti demikian. Tanpa kita sadari, kita hanyalah bayi yang lemah dan tak berdaya, meskipun kita sudah menginjak umur 17 tahun ke atas. Tetapi sadarkah kita bahwa kita adalah manusia yang rapuh dan lemah ? Banyak di antara kita yang ketika mengalami masalah sepele, langsung menangis seperti bayi karena tidak kuat menahan tekanan. Mayoritas dari kita pun merasa tak sanggup bila menghadapi ribuan masalah, lalu kepribadian kita yang kelihatannya kokoh menjadi rapuh ketika terpuruk dalam menghadapi masalah besar. Tidak sedikit pula dari antara kita yang hidupnya hanya bisa bergantung kepada orang lain, selayaknya bayi yang tidak bisa berbuat banyak demi kelangsungan hidupnya. Meskipun banyak di antara kita yang memiliki kepribadian arogan (tetap tegak berdiri meski sering “diterpa badai”), atau beberapa di antara kita merasa kuat dalam menghadapi permasalahan hidup (atau lebih tepatnya “berpura-pura kuat”), dan mayoritas dari kita merasa sanggup menjalani kehidupan dengan berdiri di atas kaki sendiri (tanpa meminta bantuan orang lain, apa lagi Tuhan), tetapi hakikat manusia adalah lemah.

          Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang lemah dan rapuh, karena manusia memiliki banyak keterbatasan meskipun dikenal sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena memiliki akal, budi, dan nurani. Seperti yang tertulis di dalam Alkitab, manusia terbuat dari debu tanah. Dibentuk sedemikian rupa oleh Allah dan dihembuskan nafas kehidupan sehingga manusia itu bisa hidup (seperti yang tercantum dalam Kejadian 2:7, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”). Dan juga seperti puisi yang pernah saya tulis (dapat dibaca di http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150700570718611 / http://www.windysitinjak.blogspot.com/2013/05/aku-dan-dia-senin-16-april-2012.html), manusia hanyalah debu tanah yang mudah tertiup oleh semilir angin kecil. Itu menandakan bahwa manusia tidak memiliki kekutan apapun jika dibandingkan dengan penciptanya.

          Seiring dengan bertambahnya usia, manusia memiliki kekuatan, meskipun terbatas. Kekuatan ini diberikan oleh Tuhan agar manusia sanggup untuk berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), untuk melanjutkan kehidupan dan mengelola isi bumi. Yang menjadi permasalahannya ialah, ketika seorang manusia merasa sanggup dalam melakukan suatu hal dan terbukti berhasil dengan apa yang dilakukannya, ia langsung memegahkan diri. Manusia sering mengandalkan kekuatannya sendiri dan merasa sanggup untuk menjalani kehidupannya tanpa Tuhan yang menyertai. Manusia merasa dirinya hebat dan cenderung bersandar kepada pengertiannya sendiri, merasa bahwa Tuhan bukanlah pribadi yang benar-benar hadir dan tidak bisa melakukan apapun untuk menyejahterakan manusia. Merasa bahwa semua yang dicapai oleh manusia hanyalah karena hasil jerih payah manusia itu sendiri, sehingga “dada yang membusung” dan “kepala yang membesar” tidak dapat terelakkan lagi. Hal itu bertentangan dengan ajaran Tuhan dalam Alkitab (Amsal 3:5 “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri”).

          Manusia sering melupakan Tuhan dan segala Anugerah yang telah Dia berikan kepadanya. Manusia sering merasa dirinya kuat, bahkan melebihi kekuatan Tuhan, namun tidak menyadari bahwa ketika manusia itu tersandung batu kecil saja, ia sudah mengeluh dan menangis seperti seorang bayi. Manusia tidak sadar bahwa ketika ia kuat maka ia melupakan kehadiran Tuhan, tetapi saat ia dilanda permasalahan hidup maka ia menangis kepada Tuhan, memanggil Tuhan seperti seorang bayi yang menangis memanggil orang dewasa agar membuatnya kembali menjadi nyaman. Manusia tidak menyadari akan kekuatannya yang terbatas, sehingga sedikit saja ia tergoncang maka kehidupannya juga terpuruk.

          Untuk itulah kita harus kembali menjadi seorang bayi. Bayi yang lemah dan tak berdaya bila tidak ditopang oleh orang dewasa, yaitu Allah. Kita harus kembali pada prinsip Kristosentris, dimana seluruh kehidupan kita berpusat pada Kristus. Apapun yang kita lakukan adalah untuk kemuliaan Allah, bukan untuk kemuliaan diri kita sendiri. Apapun yang kita terima adalah pemberian dari Allah, bukan hanya karena usaha kita. Hal apapun yang kita sanggup lakukan adalah kekuatan yang berasal dari Allah, bukan karena kuat dan gagah kita.

          Kini hanya pelukan Allah yang membuat kita nyaman, sama seperti dulu, sewaktu bayi kita merasa nyaman saat dipeluk oleh Ayah dan Ibu kita. Kini hanya senyuman Allah yang sanggup membuat kita tersenyum, sama seperti dulu, sewaktu bayi kita ikut tersenyum ketika kita melihat Ayah dan Ibu kita tersenyum. Kini hanya genggaman tangan Allah yang selalu aman melindungi kita, sama seperti dulu, sewaktu bayi tangan kita selalu dipegang oleh Ayah dan Ibu kita saat kita berjalan, sehingga kita tidak terjatuh.

          Dalam kembali menjadi bayi, saya tidak menyarankan agar kita berkelakuan seperti seorang bayi yang sering menangis untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar, manja dan selalu ingin dilayani oleh orang dewasa, serta ketergantungan oleh orang lain. Karena Tuhan pun sudah menganugerahkan kekuatan fisik dan psikis agar kita mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) setelah kita beranjak dewasa. Namun, arti dari kembali menjadi bayi ialah, meskipun kita sudah mampu berdikari tetapi kita harus tetap ingat kepada Tuhan. Kembali menjadi bayi artinya, kita harus seperti bayi yang ketergantungan kepada Tuhan, yakni terus hidup di dalam Tuhan dan melakukan prinsip Kristosentris, bukan berpangku tangan dan hanya menunggu mujizat Tuhan yang turun, seolah menunggu hujan uang dari langit. Karena sesungguhnya, hidup di dalam Tuhan sangatlah indah, sweet life like a baby.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.