Manusia mana yang tidak
memiliki masalah di dalam hidupnya ? Saya jamin 100 % tidak ada manusia yang
hidup tenang tanpa ada masalah. Meskipun dia datang dari keluarga yang teramat
sangat kaya dan tidak memiliki kesulitan keuangan, dia pasti memiliki masalah
lain. Entah seketika usahanya bangkrut atau mengalami pencurian dalam skala
besar sehingga hartanya langsung habis. Atau bahkan mengalami masalah
psikologis seperti selalu cemas jika hartanya hilang 1 rupiah saja, terlalu
memuja harta sehingga menjadi anti sosial dan kikir, hidup berfoya-foya dan
menilai segala sesuatu dengan uang, selalu memandang rendah orang lain dan merasa
dirinya memiliki kodrat yang jauh lebih tinggi karena memiliki harta yang bisa
membeli hukum dan kekuasaan, serta berbagai masalah lainnya.
Bahkan ada masalah
klasik yang biasanya muncul pada keluarga kaya yang mendidik anaknya dengan
uang, bukan dengan memberikan perhatian dan kasih sayang, sehingga anak
tersebut tumbuh di luar pengawasan orang tua. Mungkin beberapa dari anak
tersebut menjadi lebih dekat dengan teman-temannya dari pada dengan orang tuanya, namun sayangnya anak
tersebut berteman dengan orang yang salah sehingga mereka menjadi pecandu dan
pengedar narkoba, gemar mabuk-mabukan di club
malam serta free sex. Anak tersebut
merasa kekurangan kasih sayang dari orang tua sehingga mereka mencari berbagai
kesenangan di luar rumah, tidak betah
di rumah karena sepi sendiri, tertekan dengan kesulitan yang dihadapi dan tidak
memiliki teman berkonsultasi karena orang tua selalu pergi pagi pulang malam
demi uang, merasa memiliki berbagai fasilitas mewah yang memanjakan sehingga
menjadi tinggi hati dan “lupa daratan”. Serta masih banyak lagi permasalahan
lain yang bisa saja dihadapi oleh mereka yang kondisi perekonomiannya jauh di
atas normal. Saya tidak menggeneralisir bahwa semua keluarga yang
perekonomiannya di atas rata-rata memiliki masalah seperti itu, tetapi ada saja
di antara mereka yang memiliki masalah seperti demikian.
Ada juga individu yang terlihat
sangat sempurna pada penampilan luarnya seperti artis dan model. Sebagai public figure mereka harus tampil
sempurna karena menjadi pusat perhatian, dan harus menjadi role model yang positif karena dilihat ribuan pasang mata. Bagi
para public figure wanita, seperti
sudah ada patokan tersendiri bahwa mereka harus memiliki kulit putih bersih dan
bersinar, berat badan yang sesuai dengan tinggi badan, wajah oval sempurna dengan
mata bulat bersinar, alis tebal teratur, hidung mancung ramping, bibir tipis
berlekuk indah, senyum menawan, betis ramping dan putih bersih tanpa stretch marks atau varises meski selalu
memakai heels lebih dari 10 cm, cara
berjalan yang lemah gemulai meski menggunakan berbagai aksesoris yang
merepotkan, tampilan busana indah menawan sesuai dengan tema acara yang mereka
kunjungi, dan sebagainya.
Namun banyak individu
lain yang tidak menyadari bahwa untuk mendapatkan penampilan yang sempurna seperti
itu, harus menempuh berbagai usaha seperti perawatan wajah dan tubuh secara
teratur dengan menggunakan cream,
konsumsi obal secara oral ataupun suntik, menjalani akupuntur atau berbagai treatment lainnya, bahkan sampai ke
tingkat operasi pada wajah dan tubuh. Masalah yang dihadapi juga berbagai
macam, mulai dari biaya pengeluaran untuk perawatan yang belum tentu sama besar
dengan pemasukan yang mereka dapatkan, harus mengunjungi salon atau klinik
kecantikan secara teratur sehingga membuang waktu dan tenaga yang mereka miliki,
untuk beberapa perawatan tertentu pasti menimbulkan rasa sakit tertentu, bahkan
efek samping yang muncul dari perawatan tersebut terkadang jauh lebih merugikan
dari pada ketika mereka tidak melakukan perawatan (seperti kasus operasi plastik
yang gagal sehingga membuat public figure
tersebut tampak lebih seram dari pada penampilan aslinya). Memang perawatan
tubuh dan wajah sangat penting untuk wanita, tetapi ada beberapa wanita yang
terlalu ingin tampil sempurna sehingga merusak “kesempurnaan” yang sebenarnya
sudah dia miliki secara alami.
Ada juga di antara
mereka yang memiliki masalah psikologis terkait posisinya sebagai public figure. Rasa takut yang
mengganggu ketika citranya harus dipertaruhkan karena menjadi pusat perhatian akibat
diterpa gossip tertentu atau harus menderita karena kelalaian yang dilakukannya
saat bekerja atau kelalaian di masa lalunya. Merasa tertekan dan tidak nyaman
karena selalu dikejar-kejar oleh wartawan yang membutuhkan berita ter-update mengenai kasusnya. Rasa lelah
yang teramat sangat karena harus mengadakan konferensi pers di berbagai tempat
dan menjadi narasumber untuk mengkonfirmasi berita miring yang menerpanya. Sehingga
citranya yang sekarang terlihat tidak tampak sempurna lagi di luar. Ada juga di
antara mereka yang tertekan seolah tidak boleh memiliki masalah keluarga atau
masalah pribadi karena posisi mereka sebagai public figure yang harus tampil sesempurna mungkin, sehingga takut
diketahui oleh masyarakat luas bahwa public
figure yang menjadi pujaan dan dambaan ternyata memiliki “borok” yang tidak
dapat ditolerir, padahal public figure
juga manusia yang tidak luput dari kesalahan dan tidak selalu bebas dari
masalah. Di sini saya juga tidak menggeneralisir bahwa semua public figure selalu memiliki masalah,
tetapi inilah yang dapat kita lihat dari pemberitaan di berbagai media massa
mengenai kehidupan public figure
tersebut.
Dari sana jelas
terlihat bahwa semua manusia yang hidup di dunia pasti memiliki masalah, bahkan
mereka yang terlihat sempurna pun sebenarnya memiliki masalah yang tidak kita
ketahui bahkan tidak kita prediksi. Tingkat kesulitan masalah yang dihadapi
setiap manusia pun berbeda-beda sesuai dengan kondisinya masing-masing. Ada
yang menghadapi masalah ringan seperti rasa malu yang menerpa seorang karyawan
saat dimarahi sang Boss di depan banyak orang karena kelalaian yang telah dia
lakukan, atau kerusakan berbagai gadget
yang dimiliki padahal aktivitasnya membutuhkan gadget tersebut tetapi ia tidak memiliki masalah keuangan untuk
biaya servis, atau mengalami pertengkaran dengan tetangga hanya karena masalah
sepele namun dibesar-besarkan. Ada yang menghadapi masalah berat karena akumulasi
masalah seperti pertengkaran dengan saudara kandung karena berbeda prinsip
ditambah lagi harus menghadapi kekasih yang gemar berselingkuh ditambah
terlilit hutang dimana-mana ditambah pemecatan secara sepihak oleh perusahaan, atau
akumulasi masalah lain seperti harus menempuh operasi demi bertahan hidup
padahal kondisi keuangan tidak memungkinkan dan tidak ada orang lain yang dapat
dipinjami uang dalam skala besar.
Respon manusia dalam
menghadapi masalah juga berbeda-beda, ada yang tetap enjoy dan sabar, ada yang merasa terpukul tetapi tetap berusaha
bangkit, bahkan ada yang putus asa sampai bunuh diri. Jujur, ketika saya sedang
menghadapi masalah berat pun, sempat terlintas di benak saya untuk bunuh diri.
Mengambil pisau dan menggeseknya di leher atau di pergelangan tangan sehingga
nadi saya putus dan mengalami pendarahan, atau meminum Baygon sehingga tubuh
saya keracunan (karena aerosol untuk membunuh serangga berbahaya untuk tubuh
manusia), atau duduk di rel kereta dan berharap ada kereta yang menabrak tubuh
saya sehingga memisahkan jiwa dari tubuh saya, seperti upaya bunuh diri yang
pernah saya lihat di film-film. Namun saya hanya berimajinasi mengenai hal
tersebut, belum sampai pada tahap perilaku, bersyukur sekali saya tidak sempat merealisasikan
imajinasi buruk saya. Karena akal yang sehat tidak menyuruh kita untuk
melakukan hal yang demikian, hanya semangat yang patah yang membuat kita putus
asa.
Lalu saya mengkhotbahi
diri saya sendiri, berbicara di dalam hati bahwa, “Lo itu makhluk ciptaan Tuhan, cuma
pencipta lo yang bisa ngambil nyawa lo. Hidup lo milik Tuhan,
bukan milik lo pribadi, jadi jangan sok-sok-an ngambil keputusan yang
merugikan diri lo sendiri. Pikir
panjang kalo lo mau berbuat nekat,
jangan karena emosi dan putus asa jadi otak lo
gak jalan. Karena lo ciptaan Tuhan,
harusnya lo menghamba ke Tuhan, bukan
ke iblis. Pikiran bunuh diri itu cuma
pikiran iblis, mana mungkin Tuhan ngajarin
lo untuk ngambil hak-Nya buat ngambil nyawa orang. Mending kalo lo ditabrak kereta terus langsung mati, kalo lo selamat tapi cacat seumur hidup kan makin nambahin
masalah, bukan nyelesein masalah. Mending kalo lo nenggak Baygon terus lo
langsung mati, kalo keracunan sampe koma berhari-hari di ICU kan buang-buang duit. Inget, peti mati
harganya belasan juta, ditambah biaya lahan kuburan sama perawatannya jadi
berapa puluh juta tuh biaya buat mati
doank ?”. Di saat itu saya memang
memarahi diri saya sendiri, tapi tidak apa asalkan saya batal berbuat nekat. Karena
logika harus tetap memimpin di tengah emosi yang meluap.
Sekitar dua tahun yang
lalu ketika saya membuka jejaring sosial Facebook dengan akun yang saya miliki,
saya pernah menemukan link video yang
sangat mengharukan. Sayangnya saya tidak menyimpan link tersebut sehingga tidak bisa saya bagikan dalam artikel ini,
dan saya juga tidak menemukan link
video tersebut setelah lama mencari di YouTube. Di dalam video tersebut saya
melihat kumpulan foto-foto para penderita kanker yang terlihat sangat
mengenaskan, namun mereka masih ingin tetap melanjutkan hidupnya meski tidak
ada kesempatan untuk hidup. Mereka menginginkan kehidupan di saat kita menginginkan
kematian.
Seperti yang kita
ketahui, penyakit kanker bukanlah penyakit ringan yang dapat disembuhkan dalam
waktu satu minggu atau perawatan satu bulan kemudian sembuh total. Penyakit
kanker adalah salah satu penyakit yang terkenal sebagai “penyakit pencabut
nyawa”. Karena setelah selesai operasi pengangkatan sel kanker (yang biasanya
berbentuk tumor atau benjolan) serta dipadukan dengan kemoterapi atau terapi
lainnya, sel kanker belum tentu musnah, ia bisa aktif kembali kemudian menyebar
ke seluruh tubuh lagi dan menyerang bagian lainnya lagi, begitu seterusnya.
Wajar saja, karena pada dasarnya sel-sel kanker tersebut adalah sel-sel tubuh kita yang tidak normal
(abnormal) yang membelah diri tanpa kontrol, lalu menyebar ke bagian lain dari
tubuh melalui darah dan sistem limfe, kemudian menyerang jaringan lain sehingga kemudian
tampak menjadi “benjolan” yang disebut “tumor”.
Kanker memang belum
memiliki satu obat khusus seperti layaknya obat diare yang hanya dimakan 2-3
kali lalu langsung sembuh. Pengobatan kanker haruslah dilakukan secara rutin dan
berkesinambungan melalui berbagai cara dan beberapa tahap. Dapat kita bayangkan
betapa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk ruang rawat inap,
obat-obatan oral yang sekiranya dibutuhkan, jasa operasi, kemoterapi atau terapi lainnya yang tidak akan dilakukan hanya sekali
(mungkin dua kali dalam satu minggu selama masa perawatan). Di sini saya tidak
akan membahasnya secara medis karena saya juga tidak memiliki latar belakang
pendidikan kedokteran atau keperawatan. Yang saya tahu bahwa perawatan kanker
tidaklah memakan sedikit biaya. Mari kita mencoba mengestimasikan biaya
perawatannya (harga-harga yang tertera hanyalah prediksi) :
Kamar Kelas Dua = Rp 500.000/hari
x 10 hari = Rp 5.000.000
Biaya Visitasi Dokter = Rp
200.000/kedatangan x 10 kali visit = Rp 2.000.000
Infus = Rp 20.000 x 3 botol/hari
x 10 hari = Rp 600.000
Biaya Operasi Kanker = Rp 30.000.000
Kemoterapi (obat kanker +
alat kesehatan) = Rp 20.000.000
Jumlah = Rp 57.600.000
Belum lagi ditambahkan
dengan biaya check up pasien di
kemudian hari setelah operasi dan kemoterapi, lalu biaya transportasi dan biaya
konsumsi bagi keluarga pasien karena harus menjaga dan mengantar si penderita
kanker, mungkin jika dibulatkan bisa mencapai Rp 70.000.000 (hanya estimasi
biaya). Itu pun jika dalam waktu 10 hari pasien dapat dipulangkan ke rumahnya, namun
jika pasien tersebut masih membutuhkan perawatan, maka pengeluaran untuk Biaya
Opname akan bertambah beserta dengan obat-obatan yang dikonsumsi secara rutin.
Sama halnya dengan pengidap
kanker, penderita penyakit jantung juga membutuhkan banyak biaya untuk pengobatannya.
Seperti yang kita ketahui, penyakit jantung adalah salah satu penyakit
mematikan yang tentu saja tidak dapat diprediksi mengenai kapan serangan itu
akan datang. Ketika pagi hari kita masih melihat si penderita penyakit jantung memasang
wajah bahagia dan tertawa bersama kita, tidak dapat di sangka pada siang
harinya kita harus melihat tubuhnya terbaring kaku dan pucat akibat serangan
jantung yang merenggut nyawanya.
Para penderita penyakit
jantung ini mengalami penyempitan di pembuluh darah jantungnya, yang menghambat
peredaran darah yang membawa oksigen ke jantung. Untuk itulah para penderita
penyakit jantung membutuhkan alat lain untuk membantu pernapasannya yang
disebut dengan cincin / ring / stent. Alat berbahan metal yang tahan
karat dan bernilai puluhan juta ini dipasang pada pembuluh darah di jantung yang
mengalami penyempitan agar darah di jantung tetap dapat mengalir. Pengeluaran penting
yang dibutuhkan pun terdiri dari harga ring,
jasa operasi, ruang rawat inap, dan obat yang harus tetap dikonsumsi untuk
menghindari penggumpalan darah lain di sekitar jantung atau di dalam ring setelah penderita melakukan operasi
pemasangan ring. Mari
kita kembali mengestimasikan biaya perawatannya (harga-harga yang tertera
hanyalah prediksi) :
Kamar Kelas Dua = Rp 500.000/hari
x 10 hari = Rp 5.000.000
Biaya Visitasi Dokter = Rp
200.000/kedatangan x 10 kali visit = Rp 2.000.000
Infus = Rp 20.000 x 3 botol/hari
x 10 hari = Rp 600.000
Biaya Operasi Jantung = Rp 30.000.000
Ring / Stent (satu buah untuk satu lokasi
penyempitan) = Rp 50.000.000
Obat Rutin yang harus
dikonsumsi pasca operasi = Rp 2.000.000
Jumlah = Rp 89.600.000
Belum lagi ditambahkan
dengan biaya check up pasien di
kemudian hari setelah operasi, lalu biaya transportasi dan biaya konsumsi bagi
keluarga pasien karena harus menjaga dan mengantar si penderita penyakit jantung,
mungkin jika dibulatkan bisa mencapai Rp 95.000.000 (hanya estimasi biaya). Itu
pun jika dalam waktu 10 hari pasien dapat dipulangkan ke rumahnya, namun jika pasien
tersebut masih membutuhkan perawatan, maka pengeluaran untuk Biaya Opname akan
bertambah beserta dengan obat-obatan yang dikonsumsi secara rutin. Jika di
kemudian hari terdapat penyempitan pembuluh darah di bagian lain pun kita harus
mengeluarkan Biaya Operasi dijumlahkan dengan Biaya Ring lalu dijumlahkan dengan Biaya Opname, yang belum tentu harganya
sama seperti operasi yang lalu, bisa saja mengalami kenaikan harga yang tidak
dapat kita prediksi.
Hitunglah, berapa ratus
juta yang harus kita keluarkan untuk tetap bertahan hidup jika kita atau
orang-orang yang kita kasihi terkena salah satu dari beberapa penyakit mematikan
tersebut. Tetapi apapun penyakitnya, pasti kita akan berusaha untuk mengobatinya,
meski kesempatan untuk hidup terlalu kecil bila dibandingkan dengan jumlah uang
yang harus kita keluarkan. Ada yang berusaha untuk meminjam dana dari bank,
dari saudara-saudara, bahkan meminta biaya dari Yayasan Kesehatan. Mungkin
beberapa dari kita harus menjual barang-barang berharga yang kita miliki, mulai
dari simpanan emas batangan, jam tangan dan perhiasan berharga, sebagian tanah
dan rumah, atau apapun yang kita miliki, hanya untuk memperpanjang masa hidup selama
satu hari atau dua hari dari mereka para pengidap penyakit mematikan yang kita
sayangi. Kita rela banting tulang untuk bekerja dan meminjam uang dari sana-sini hanya
untuk tetap merasakan hembusan napas dari orang yang kita kasihi. Dan memang benar
apa yang dikatakan orang-orang bahwa “HARTA itu bisa dicari, tapi NYAWA tidak
akan bisa diganti karena hanya satu”, dan itu yang membuat kita tetap berjuang
untuk memperpanjang masa hidup dari orang-orang yang kita kasihi. Itulah bukti
yang jelas terlihat bahwa betapa sangat berharganya hidup yang kita jalani
sekarang, betapa indahnya hidup bersama orang-orang yang kita kasihi, betapa
nilai uang tidak akan sebanding dengan nyawa yang membuat kita tetap hidup
meski banyak masalah yang menghimpit.
Jika kita menginginkan
ajal menjemput karena kita sedang putus asa akibat banyak problema hidup yang
menghimpit, ingatlah bahwa kita harus tetap bersyukur karena masih bisa bernapas
dengan gratis dan tidak diwajibkan untuk mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah
demi bertahan hidup satu atau dua hari ke depan, seperti para pengidap penyakit
di atas. Jika kita ingin menghentikan napas kita untuk selamanya, ingatlah bahwa
banyak di antara mereka yang masih ingin bernapas meski sudah tidak diberi
kesempatan untuk bernapas. Jika kita ingin cepat merasakan kematian, ingatlah
bahwa mereka justru menginginkan hidup yang lebih panjang lagi meski mereka tidak
diberikan kesempatan untuk memperpanjang masa hidupnya. Bersyukurlah atas napasmu
yang tetap berhembus, bersyukurlah atas nyawamu yang masih menyatu dengan
ragamu, bersyukurlah untuk kehidupanmu yang tetap berjalan, karena banyak orang
yang menginginkan hal tersebut tetapi mereka harus kembali kepada Sang Pencipta.
Ingatlah bahwa hidupmu berharga.
Semoga bermanfaat.
Tuhan Yesus memberkati.