Sabtu, 13 September 2014

Hidupmu Berharga

          Manusia mana yang tidak memiliki masalah di dalam hidupnya ? Saya jamin 100 % tidak ada manusia yang hidup tenang tanpa ada masalah. Meskipun dia datang dari keluarga yang teramat sangat kaya dan tidak memiliki kesulitan keuangan, dia pasti memiliki masalah lain. Entah seketika usahanya bangkrut atau mengalami pencurian dalam skala besar sehingga hartanya langsung habis. Atau bahkan mengalami masalah psikologis seperti selalu cemas jika hartanya hilang 1 rupiah saja, terlalu memuja harta sehingga menjadi anti sosial dan kikir, hidup berfoya-foya dan menilai segala sesuatu dengan uang, selalu memandang rendah orang lain dan merasa dirinya memiliki kodrat yang jauh lebih tinggi karena memiliki harta yang bisa membeli hukum dan kekuasaan, serta berbagai masalah lainnya.


          Bahkan ada masalah klasik yang biasanya muncul pada keluarga kaya yang mendidik anaknya dengan uang, bukan dengan memberikan perhatian dan kasih sayang, sehingga anak tersebut tumbuh di luar pengawasan orang tua. Mungkin beberapa dari anak tersebut menjadi lebih dekat dengan teman-temannya dari pada  dengan orang tuanya, namun sayangnya anak tersebut berteman dengan orang yang salah sehingga mereka menjadi pecandu dan pengedar narkoba, gemar mabuk-mabukan di club malam serta free sex. Anak tersebut merasa kekurangan kasih sayang dari orang tua sehingga mereka mencari berbagai kesenangan di luar rumah, tidak betah di rumah karena sepi sendiri, tertekan dengan kesulitan yang dihadapi dan tidak memiliki teman berkonsultasi karena orang tua selalu pergi pagi pulang malam demi uang, merasa memiliki berbagai fasilitas mewah yang memanjakan sehingga menjadi tinggi hati dan “lupa daratan”. Serta masih banyak lagi permasalahan lain yang bisa saja dihadapi oleh mereka yang kondisi perekonomiannya jauh di atas normal. Saya tidak menggeneralisir bahwa semua keluarga yang perekonomiannya di atas rata-rata memiliki masalah seperti itu, tetapi ada saja di antara mereka yang memiliki masalah seperti demikian.


          Ada juga individu yang terlihat sangat sempurna pada penampilan luarnya seperti artis dan model. Sebagai public figure mereka harus tampil sempurna karena menjadi pusat perhatian, dan harus menjadi role model yang positif karena dilihat ribuan pasang mata. Bagi para public figure wanita, seperti sudah ada patokan tersendiri bahwa mereka harus memiliki kulit putih bersih dan bersinar, berat badan yang sesuai dengan tinggi badan, wajah oval sempurna dengan mata bulat bersinar, alis tebal teratur, hidung mancung ramping, bibir tipis berlekuk indah, senyum menawan, betis ramping dan putih bersih tanpa stretch marks atau varises meski selalu memakai heels lebih dari 10 cm, cara berjalan yang lemah gemulai meski menggunakan berbagai aksesoris yang merepotkan, tampilan busana indah menawan sesuai dengan tema acara yang mereka kunjungi, dan sebagainya.


          Namun banyak individu lain yang tidak menyadari bahwa untuk mendapatkan penampilan yang sempurna seperti itu, harus menempuh berbagai usaha seperti perawatan wajah dan tubuh secara teratur dengan menggunakan cream, konsumsi obal secara oral ataupun suntik, menjalani akupuntur atau berbagai treatment lainnya, bahkan sampai ke tingkat operasi pada wajah dan tubuh. Masalah yang dihadapi juga berbagai macam, mulai dari biaya pengeluaran untuk perawatan yang belum tentu sama besar dengan pemasukan yang mereka dapatkan, harus mengunjungi salon atau klinik kecantikan secara teratur sehingga membuang waktu dan tenaga yang mereka miliki, untuk beberapa perawatan tertentu pasti menimbulkan rasa sakit tertentu, bahkan efek samping yang muncul dari perawatan tersebut terkadang jauh lebih merugikan dari pada ketika mereka tidak melakukan perawatan (seperti kasus operasi plastik yang gagal sehingga membuat public figure tersebut tampak lebih seram dari pada penampilan aslinya). Memang perawatan tubuh dan wajah sangat penting untuk wanita, tetapi ada beberapa wanita yang terlalu ingin tampil sempurna sehingga merusak “kesempurnaan” yang sebenarnya sudah dia miliki secara alami.


          Ada juga di antara mereka yang memiliki masalah psikologis terkait posisinya sebagai public figure. Rasa takut yang mengganggu ketika citranya harus dipertaruhkan karena menjadi pusat perhatian akibat diterpa gossip tertentu atau harus menderita karena kelalaian yang dilakukannya saat bekerja atau kelalaian di masa lalunya. Merasa tertekan dan tidak nyaman karena selalu dikejar-kejar oleh wartawan yang membutuhkan berita ter-update mengenai kasusnya. Rasa lelah yang teramat sangat karena harus mengadakan konferensi pers di berbagai tempat dan menjadi narasumber untuk mengkonfirmasi berita miring yang menerpanya. Sehingga citranya yang sekarang terlihat tidak tampak sempurna lagi di luar. Ada juga di antara mereka yang tertekan seolah tidak boleh memiliki masalah keluarga atau masalah pribadi karena posisi mereka sebagai public figure yang harus tampil sesempurna mungkin, sehingga takut diketahui oleh masyarakat luas bahwa public figure yang menjadi pujaan dan dambaan ternyata memiliki “borok” yang tidak dapat ditolerir, padahal public figure juga manusia yang tidak luput dari kesalahan dan tidak selalu bebas dari masalah. Di sini saya juga tidak menggeneralisir bahwa semua public figure selalu memiliki masalah, tetapi inilah yang dapat kita lihat dari pemberitaan di berbagai media massa mengenai kehidupan public figure tersebut.


          Dari sana jelas terlihat bahwa semua manusia yang hidup di dunia pasti memiliki masalah, bahkan mereka yang terlihat sempurna pun sebenarnya memiliki masalah yang tidak kita ketahui bahkan tidak kita prediksi. Tingkat kesulitan masalah yang dihadapi setiap manusia pun berbeda-beda sesuai dengan kondisinya masing-masing. Ada yang menghadapi masalah ringan seperti rasa malu yang menerpa seorang karyawan saat dimarahi sang Boss di depan banyak orang karena kelalaian yang telah dia lakukan, atau kerusakan berbagai gadget yang dimiliki padahal aktivitasnya membutuhkan gadget tersebut tetapi ia tidak memiliki masalah keuangan untuk biaya servis, atau mengalami pertengkaran dengan tetangga hanya karena masalah sepele namun dibesar-besarkan. Ada yang menghadapi masalah berat karena akumulasi masalah seperti pertengkaran dengan saudara kandung karena berbeda prinsip ditambah lagi harus menghadapi kekasih yang gemar berselingkuh ditambah terlilit hutang dimana-mana ditambah pemecatan secara sepihak oleh perusahaan, atau akumulasi masalah lain seperti harus menempuh operasi demi bertahan hidup padahal kondisi keuangan tidak memungkinkan dan tidak ada orang lain yang dapat dipinjami uang dalam skala besar.


          Respon manusia dalam menghadapi masalah juga berbeda-beda, ada yang tetap enjoy dan sabar, ada yang merasa terpukul tetapi tetap berusaha bangkit, bahkan ada yang putus asa sampai bunuh diri. Jujur, ketika saya sedang menghadapi masalah berat pun, sempat terlintas di benak saya untuk bunuh diri. Mengambil pisau dan menggeseknya di leher atau di pergelangan tangan sehingga nadi saya putus dan mengalami pendarahan, atau meminum Baygon sehingga tubuh saya keracunan (karena aerosol untuk membunuh serangga berbahaya untuk tubuh manusia), atau duduk di rel kereta dan berharap ada kereta yang menabrak tubuh saya sehingga memisahkan jiwa dari tubuh saya, seperti upaya bunuh diri yang pernah saya lihat di film-film. Namun saya hanya berimajinasi mengenai hal tersebut, belum sampai pada tahap perilaku, bersyukur sekali saya tidak sempat merealisasikan imajinasi buruk saya. Karena akal yang sehat tidak menyuruh kita untuk melakukan hal yang demikian, hanya semangat yang patah yang membuat kita putus asa.


          Lalu saya mengkhotbahi diri saya sendiri, berbicara di dalam hati bahwa, “Lo itu makhluk ciptaan Tuhan, cuma pencipta lo yang bisa ngambil nyawa lo. Hidup lo milik Tuhan, bukan milik lo pribadi, jadi jangan sok-sok-an ngambil keputusan yang merugikan diri lo sendiri. Pikir panjang kalo lo mau berbuat nekat, jangan karena emosi dan putus asa jadi otak lo gak jalan. Karena lo ciptaan Tuhan, harusnya lo menghamba ke Tuhan, bukan ke iblis. Pikiran bunuh diri itu cuma pikiran iblis, mana mungkin Tuhan ngajarin lo untuk ngambil hak-Nya buat ngambil nyawa orang. Mending kalo lo ditabrak kereta terus langsung mati, kalo lo selamat tapi cacat seumur hidup kan makin nambahin masalah, bukan nyelesein masalah. Mending kalo lo nenggak Baygon terus lo langsung mati, kalo keracunan sampe koma berhari-hari di ICU kan buang-buang duit. Inget, peti mati harganya belasan juta, ditambah biaya lahan kuburan sama perawatannya jadi berapa puluh juta tuh biaya buat mati doank ?”. Di saat itu saya memang memarahi diri saya sendiri, tapi tidak apa asalkan saya batal berbuat nekat. Karena logika harus tetap memimpin di tengah emosi yang meluap.


          Sekitar dua tahun yang lalu ketika saya membuka jejaring sosial Facebook dengan akun yang saya miliki, saya pernah menemukan link video yang sangat mengharukan. Sayangnya saya tidak menyimpan link tersebut sehingga tidak bisa saya bagikan dalam artikel ini, dan saya juga tidak menemukan link video tersebut setelah lama mencari di YouTube. Di dalam video tersebut saya melihat kumpulan foto-foto para penderita kanker yang terlihat sangat mengenaskan, namun mereka masih ingin tetap melanjutkan hidupnya meski tidak ada kesempatan untuk hidup. Mereka menginginkan kehidupan di saat kita menginginkan kematian.


          Seperti yang kita ketahui, penyakit kanker bukanlah penyakit ringan yang dapat disembuhkan dalam waktu satu minggu atau perawatan satu bulan kemudian sembuh total. Penyakit kanker adalah salah satu penyakit yang terkenal sebagai “penyakit pencabut nyawa”. Karena setelah selesai operasi pengangkatan sel kanker (yang biasanya berbentuk tumor atau benjolan) serta dipadukan dengan kemoterapi atau terapi lainnya, sel kanker belum tentu musnah, ia bisa aktif kembali kemudian menyebar ke seluruh tubuh lagi dan menyerang bagian lainnya lagi, begitu seterusnya. Wajar saja, karena pada dasarnya sel-sel kanker tersebut adalah sel-sel tubuh kita yang tidak normal (abnormal) yang membelah diri tanpa kontrol, lalu menyebar ke bagian lain dari tubuh melalui darah dan sistem limfe, kemudian menyerang jaringan lain sehingga kemudian tampak menjadi “benjolan” yang disebut “tumor”.


          Kanker memang belum memiliki satu obat khusus seperti layaknya obat diare yang hanya dimakan 2-3 kali lalu langsung sembuh. Pengobatan kanker haruslah dilakukan secara rutin dan berkesinambungan melalui berbagai cara dan beberapa tahap. Dapat kita bayangkan betapa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk ruang rawat inap, obat-obatan oral yang sekiranya dibutuhkan, jasa operasi, kemoterapi atau terapi lainnya yang tidak akan dilakukan hanya sekali (mungkin dua kali dalam satu minggu selama masa perawatan). Di sini saya tidak akan membahasnya secara medis karena saya juga tidak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran atau keperawatan. Yang saya tahu bahwa perawatan kanker tidaklah memakan sedikit biaya. Mari kita mencoba mengestimasikan biaya perawatannya (harga-harga yang tertera hanyalah prediksi) :


Kamar Kelas Dua = Rp 500.000/hari x 10 hari                                   =  Rp    5.000.000
Biaya Visitasi Dokter = Rp 200.000/kedatangan x 10 kali visit         =  Rp    2.000.000
Infus = Rp 20.000 x 3 botol/hari x 10 hari                                          =  Rp       600.000
Biaya Operasi Kanker                                                                         =  Rp   30.000.000
Kemoterapi (obat kanker + alat kesehatan)                                         =  Rp   20.000.000
Jumlah                                                                                                  =  Rp   57.600.000


          Belum lagi ditambahkan dengan biaya check up pasien di kemudian hari setelah operasi dan kemoterapi, lalu biaya transportasi dan biaya konsumsi bagi keluarga pasien karena harus menjaga dan mengantar si penderita kanker, mungkin jika dibulatkan bisa mencapai Rp 70.000.000 (hanya estimasi biaya). Itu pun jika dalam waktu 10 hari pasien dapat dipulangkan ke rumahnya, namun jika pasien tersebut masih membutuhkan perawatan, maka pengeluaran untuk Biaya Opname akan bertambah beserta dengan obat-obatan yang dikonsumsi secara rutin.


          Sama halnya dengan pengidap kanker, penderita penyakit jantung juga membutuhkan banyak biaya untuk pengobatannya. Seperti yang kita ketahui, penyakit jantung adalah salah satu penyakit mematikan yang tentu saja tidak dapat diprediksi mengenai kapan serangan itu akan datang. Ketika pagi hari kita masih melihat si penderita penyakit jantung memasang wajah bahagia dan tertawa bersama kita, tidak dapat di sangka pada siang harinya kita harus melihat tubuhnya terbaring kaku dan pucat akibat serangan jantung yang merenggut nyawanya.


          Para penderita penyakit jantung ini mengalami penyempitan di pembuluh darah jantungnya, yang menghambat peredaran darah yang membawa oksigen ke jantung. Untuk itulah para penderita penyakit jantung membutuhkan alat lain untuk membantu pernapasannya yang disebut dengan cincin / ring / stent. Alat berbahan metal yang tahan karat dan bernilai puluhan juta ini dipasang pada pembuluh darah di jantung yang mengalami penyempitan agar darah di jantung tetap dapat mengalir. Pengeluaran penting yang dibutuhkan pun terdiri dari harga ring, jasa operasi, ruang rawat inap, dan obat yang harus tetap dikonsumsi untuk menghindari penggumpalan darah lain di sekitar jantung atau di dalam ring setelah penderita melakukan operasi pemasangan ring. Mari kita kembali mengestimasikan biaya perawatannya (harga-harga yang tertera hanyalah prediksi) :


Kamar Kelas Dua = Rp 500.000/hari x 10 hari                                   =   Rp     5.000.000
Biaya Visitasi Dokter = Rp 200.000/kedatangan x 10 kali visit         =   Rp     2.000.000
Infus = Rp 20.000 x 3 botol/hari x 10 hari                                          =   Rp        600.000
Biaya Operasi Jantung                                                                         =   Rp   30.000.000
Ring / Stent (satu buah untuk satu lokasi penyempitan)                      =   Rp   50.000.000
Obat Rutin yang harus dikonsumsi pasca operasi                               =   Rp     2.000.000
Jumlah                                                                                                  =   Rp   89.600.000


          Belum lagi ditambahkan dengan biaya check up pasien di kemudian hari setelah operasi, lalu biaya transportasi dan biaya konsumsi bagi keluarga pasien karena harus menjaga dan mengantar si penderita penyakit jantung, mungkin jika dibulatkan bisa mencapai Rp 95.000.000 (hanya estimasi biaya). Itu pun jika dalam waktu 10 hari pasien dapat dipulangkan ke rumahnya, namun jika pasien tersebut masih membutuhkan perawatan, maka pengeluaran untuk Biaya Opname akan bertambah beserta dengan obat-obatan yang dikonsumsi secara rutin. Jika di kemudian hari terdapat penyempitan pembuluh darah di bagian lain pun kita harus mengeluarkan Biaya Operasi dijumlahkan dengan Biaya Ring lalu dijumlahkan dengan Biaya Opname, yang belum tentu harganya sama seperti operasi yang lalu, bisa saja mengalami kenaikan harga yang tidak dapat kita prediksi.


          Hitunglah, berapa ratus juta yang harus kita keluarkan untuk tetap bertahan hidup jika kita atau orang-orang yang kita kasihi terkena salah satu dari beberapa penyakit mematikan tersebut. Tetapi apapun penyakitnya, pasti kita akan berusaha untuk mengobatinya, meski kesempatan untuk hidup terlalu kecil bila dibandingkan dengan jumlah uang yang harus kita keluarkan. Ada yang berusaha untuk meminjam dana dari bank, dari saudara-saudara, bahkan meminta biaya dari Yayasan Kesehatan. Mungkin beberapa dari kita harus menjual barang-barang berharga yang kita miliki, mulai dari simpanan emas batangan, jam tangan dan perhiasan berharga, sebagian tanah dan rumah, atau apapun yang kita miliki, hanya untuk memperpanjang masa hidup selama satu hari atau dua hari dari mereka para pengidap penyakit mematikan yang kita sayangi. Kita rela banting tulang untuk bekerja dan meminjam uang dari sana-sini hanya untuk tetap merasakan hembusan napas dari orang yang kita kasihi. Dan memang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa “HARTA itu bisa dicari, tapi NYAWA tidak akan bisa diganti karena hanya satu”, dan itu yang membuat kita tetap berjuang untuk memperpanjang masa hidup dari orang-orang yang kita kasihi. Itulah bukti yang jelas terlihat bahwa betapa sangat berharganya hidup yang kita jalani sekarang, betapa indahnya hidup bersama orang-orang yang kita kasihi, betapa nilai uang tidak akan sebanding dengan nyawa yang membuat kita tetap hidup meski banyak masalah yang menghimpit.


          Jika kita menginginkan ajal menjemput karena kita sedang putus asa akibat banyak problema hidup yang menghimpit, ingatlah bahwa kita harus tetap bersyukur karena masih bisa bernapas dengan gratis dan tidak diwajibkan untuk mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah demi bertahan hidup satu atau dua hari ke depan, seperti para pengidap penyakit di atas. Jika kita ingin menghentikan napas kita untuk selamanya, ingatlah bahwa banyak di antara mereka yang masih ingin bernapas meski sudah tidak diberi kesempatan untuk bernapas. Jika kita ingin cepat merasakan kematian, ingatlah bahwa mereka justru menginginkan hidup yang lebih panjang lagi meski mereka tidak diberikan kesempatan untuk memperpanjang masa hidupnya. Bersyukurlah atas napasmu yang tetap berhembus, bersyukurlah atas nyawamu yang masih menyatu dengan ragamu, bersyukurlah untuk kehidupanmu yang tetap berjalan, karena banyak orang yang menginginkan hal tersebut tetapi mereka harus kembali kepada Sang Pencipta. Ingatlah bahwa hidupmu berharga.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.