Sejak SMA saya sudah memiliki pemikiran yang aneh. Pemikiran yang
sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan karena tidak mendatangkan keuntungan
material bagi saya. Pemikiran liar yang sebenarnya tidak usah dipedulikan
karena tidak langsung membuat masa depan saya menjadi lebih baik. Pemikiran
aneh yang bisa membuat saya menjadi semakin bingung dengan kondisi yang saya
hadapi. Pemikiran yang sebenarnya bisa dijawab dengan singkat dan tepat karena
sudah tersurat dalam Alkitab.
Pemikiran aneh yang saya miliki ini berawal saat saya melihat teman saya (siapapun
dia, teman yang baik ataupun teman yang buruk), kemudian saya seolah terjatuh
ke dalam Ruang Masa Lalu yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati, “Eh, ini
temen gue loh, waktu itu kita kenalannya kayak gimana ya ? Kenapa gue bisa kenalan
sama dia ya ? Lagian, kenapa juga mesti dia yang kenalan dan temenan sama gue ?
Kayak gak ada orang laen deh. Penduduk Indonesia ada jutaan loh, kenapa mesti
dia ?”. Saya memang tidak membenci teman saya tersebut, bahkan saya bersyukur
ketika mengenal dia karena saya mendapatkan teman baru yang mengisi hari-hari
saya, saya mendapat pengalaman baru dengan adanya kehadiran dia di kehidupan
saya, saya mengalami perubahan positif dan memiliki ketetapan hati untuk
menjadi anak baik-baik. Tetapi tetap saja saya bertanya-tanya, “Kenapa gue
mesti temenan sama dia ?”.
Pertanyaan berikutnya yang muncul ialah “Kenapa juga gue dilahirin di Suku
Batak dengan segala adat-adatnya yang ribet banget ? Kenapa gak dilahirin di
Suku Jawa atau Suku Ambon atau Suku Padang ? Kenapa juga gue lahir di keluarga
gue yang sekarang dengan kondisi ekonominya berada di posisi menengah ke bawah
? Kenapa gak dilahirin jadi anak orang kaya raya atau anak presiden ? Atau
kayak keluarganya Richie Rich itu, seru banget pastinya. Kenapa juga gue punya
orang tua yang seperti itu dengan Abang dan Kakak yang kayak gitu ?”. Kenapa
dan kenapa, itulah pertanyaan yang dahulu sempat terbersit di dalam pikiran
saya, seolah saya tidak puas dengan kondisi dan lingkungan yang saya tempati
saat itu. Tapi jujur, saya bersyukur dengan segala kondisi yang saya alami,
baik saat muncul pertanyaan itu sejak saya SMA atau bahkan sampai sekarang. Saya
sangat bersyukur ketika mendapati fakta bahwa saya dilahirkan di keluarga saya
yang sekarang ini, dengan kondisi anggota keluarga yang seperti itu, dan
mengalami seluruh kejadian suka dan duka sejak dahulu sampai sekarang. Tetapi dahulu
saya sempat bertanya, “Kenapa mesti kayak gini dan gak kayak gitu ? Kenapa
mesti dia dan kenapa mesti mereka ?”. Mungkin khayalan saya terlalu jauh untuk
memikirkan hal itu.
Lalu saya teringat dengan seseorang yang pernah berkata, “Kalau kita
mengingat masa lalu, dan kemudian kita menelaah hingga ke masa sekarang, kita
seolah sedang menonton televisi. Ya, kita sedang menonton drama kehidupan milik
kita sendiri. Sejak kita lahir, kemudian tumbuh dewasa, hingga sekarang kita
berada dalam kondisi seperti ini, baik atau buruk, kemudian di masa depan kita
memiliki kehidupan yang lain, kita merasa bahwa itu adalah sebuah sinetron di
televisi. Dan kalian tahu siapa Sutradaranya ? Yesus Kristus yang telah
menetapkan kehidupan kita pada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Kita
adalah artis-artis di sinetron yang Tuhan kreasikan, dan artis haruslah selalu
mengikuti perintah atau instruksi dari Sang Sutradara agar film yang tercipta
menjadi film yang luar biasa indah.”. Saya pun berpikir bahwa itu adalah
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya semasa SMA. Tuhan, Sang Sutradara
kehidupan, telah mengatur seluruh kehidupan manusia, mulai dari A sampai Z,
mulai dari hal-hal yang terbesar sampai hal-hal yang terkecil bahkan sampai
pada hal-hal yang tidak sanggup dipikirkan atau diprediksi oleh manusia. Tuhan
sudah mengatur semuanya dan manusia hanya tinggal menjalankan instruksi dari
Sang Sutradara.
Dalam Kitab Yesaya 55 : 8 – 9 tertulis “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan
jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah
tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”. Ya, Tuhan
punya maksud dan tujuan tertentu mengapa saya dilahirkan di keluarga saya yang
sekarang. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus berkenalan dan berteman
dengan mereka-mereka yang pernah masuk ke dalam kehidupan saya. Tuhan juga
punya rencana mengapa saya pernah mengalami kegagalan tertentu dan terpuruk
karena mengalami cobaan yang berat. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus
berhasil dalam hal tertentu dan gagal dalam hal yang lainnya.
Tuhan sudah menetapkan semuanya sesuai dengan jalan-Nya
dan rangcangan-Nya, jadi manusia tidak berhak untuk mengatur Tuhan. Bahkan
sebelum lahir pun saya tidak berhak untuk meminta kepada Tuhan bahwa saya ingin
ditempatkan di keluarga yang kaya raya, dilahirkan di Amerika dan berteman
dengan mereka-mereka yang termasuk dalam golongan anak gaul. Yang menjadi
permasalahan selanjutnya ialah, apakah keinginan saya tersebut baik untuk saya
? Apakah saya sanggup untuk ditempatkan di lingkungan yang seperti itu ? Apakah
keinginan saya tersebut bisa membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik dari
sekarang ? Karena sesungguhnya apa yang saya inginkan belum tentu menjadi
kebutuhan saya, dan Tuhan jauh lebih mengerti segala kemampuan atau kebutuhan
saya (1 Korintus 2 : 9), bahkan Tuhan
telah mengenal saya sebelum saya dibentuk di dalam rahim ibu saya (Yeremia 1 :
5) dan Tuhan mengenal saya jauh lebih dalam dibandingkan saya mengenal diri saya
sendiri (Mazmur 139 : 1 – 18) karena Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya (2
Timotius 2 : 19).
Tuhan sudah merencanakan semuanya, seperti yang tertulis
dalam Kitab Yeremia 29 : 11, yaiu “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang
ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai
sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan
yang penuh harapan.”. Jadi, dengan ditempatkannya saya di dalam
lingkungan saya yang sekarang, sesungguhnya itulah rencana Tuhan yang sedang
saya jalani. Saya sebagai manusia hanya bisa menjalankan Skenario Kehidupan dari
Sang Sutradara yang memiliki rancangan indah, karena Sang Sutradara telah mengenal
saya jauh lebih dalam dan mengetahui apa yang terbaik untuk saya. Dengan
demikian saya tidak berhak untuk memilih atau mengganti Skenario Kehidupan dengan
rasa sok tahu atau sok bisa, karena Sang Sutradara sesungguhnya lebih hebat
dari manusia manapun.
Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar