Minggu, 15 September 2013

Jalan-Ku Bukanlah Jalanmu, Rancangan-Ku Bukanlah Rancanganmu

          Sejak SMA saya sudah memiliki pemikiran yang aneh. Pemikiran yang sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan karena tidak mendatangkan keuntungan material bagi saya. Pemikiran liar yang sebenarnya tidak usah dipedulikan karena tidak langsung membuat masa depan saya menjadi lebih baik. Pemikiran aneh yang bisa membuat saya menjadi semakin bingung dengan kondisi yang saya hadapi. Pemikiran yang sebenarnya bisa dijawab dengan singkat dan tepat karena sudah tersurat dalam Alkitab.

          Pemikiran aneh yang saya miliki ini berawal saat saya melihat teman saya (siapapun dia, teman yang baik ataupun teman yang buruk), kemudian saya seolah terjatuh ke dalam Ruang Masa Lalu yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati, “Eh, ini temen gue loh, waktu itu kita kenalannya kayak gimana ya ? Kenapa gue bisa kenalan sama dia ya ? Lagian, kenapa juga mesti dia yang kenalan dan temenan sama gue ? Kayak gak ada orang laen deh. Penduduk Indonesia ada jutaan loh, kenapa mesti dia ?”. Saya memang tidak membenci teman saya tersebut, bahkan saya bersyukur ketika mengenal dia karena saya mendapatkan teman baru yang mengisi hari-hari saya, saya mendapat pengalaman baru dengan adanya kehadiran dia di kehidupan saya, saya mengalami perubahan positif dan memiliki ketetapan hati untuk menjadi anak baik-baik. Tetapi tetap saja saya bertanya-tanya, “Kenapa gue mesti temenan sama dia ?”.

          Pertanyaan berikutnya yang muncul ialah “Kenapa juga gue dilahirin di Suku Batak dengan segala adat-adatnya yang ribet banget ? Kenapa gak dilahirin di Suku Jawa atau Suku Ambon atau Suku Padang ? Kenapa juga gue lahir di keluarga gue yang sekarang dengan kondisi ekonominya berada di posisi menengah ke bawah ? Kenapa gak dilahirin jadi anak orang kaya raya atau anak presiden ? Atau kayak keluarganya Richie Rich itu, seru banget pastinya. Kenapa juga gue punya orang tua yang seperti itu dengan Abang dan Kakak yang kayak gitu ?”. Kenapa dan kenapa, itulah pertanyaan yang dahulu sempat terbersit di dalam pikiran saya, seolah saya tidak puas dengan kondisi dan lingkungan yang saya tempati saat itu. Tapi jujur, saya bersyukur dengan segala kondisi yang saya alami, baik saat muncul pertanyaan itu sejak saya SMA atau bahkan sampai sekarang. Saya sangat bersyukur ketika mendapati fakta bahwa saya dilahirkan di keluarga saya yang sekarang ini, dengan kondisi anggota keluarga yang seperti itu, dan mengalami seluruh kejadian suka dan duka sejak dahulu sampai sekarang. Tetapi dahulu saya sempat bertanya, “Kenapa mesti kayak gini dan gak kayak gitu ? Kenapa mesti dia dan kenapa mesti mereka ?”. Mungkin khayalan saya terlalu jauh untuk memikirkan hal itu.

          Lalu saya teringat dengan seseorang yang pernah berkata, “Kalau kita mengingat masa lalu, dan kemudian kita menelaah hingga ke masa sekarang, kita seolah sedang menonton televisi. Ya, kita sedang menonton drama kehidupan milik kita sendiri. Sejak kita lahir, kemudian tumbuh dewasa, hingga sekarang kita berada dalam kondisi seperti ini, baik atau buruk, kemudian di masa depan kita memiliki kehidupan yang lain, kita merasa bahwa itu adalah sebuah sinetron di televisi. Dan kalian tahu siapa Sutradaranya ? Yesus Kristus yang telah menetapkan kehidupan kita pada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Kita adalah artis-artis di sinetron yang Tuhan kreasikan, dan artis haruslah selalu mengikuti perintah atau instruksi dari Sang Sutradara agar film yang tercipta menjadi film yang luar biasa indah.”. Saya pun berpikir bahwa itu adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya semasa SMA. Tuhan, Sang Sutradara kehidupan, telah mengatur seluruh kehidupan manusia, mulai dari A sampai Z, mulai dari hal-hal yang terbesar sampai hal-hal yang terkecil bahkan sampai pada hal-hal yang tidak sanggup dipikirkan atau diprediksi oleh manusia. Tuhan sudah mengatur semuanya dan manusia hanya tinggal menjalankan instruksi dari Sang Sutradara.

          Dalam Kitab Yesaya 55 : 8 – 9 tertulis “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”. Ya, Tuhan punya maksud dan tujuan tertentu mengapa saya dilahirkan di keluarga saya yang sekarang. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus berkenalan dan berteman dengan mereka-mereka yang pernah masuk ke dalam kehidupan saya. Tuhan juga punya rencana mengapa saya pernah mengalami kegagalan tertentu dan terpuruk karena mengalami cobaan yang berat. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus berhasil dalam hal tertentu dan gagal dalam hal yang lainnya.

          Tuhan sudah menetapkan semuanya sesuai dengan jalan-Nya dan rangcangan-Nya, jadi manusia tidak berhak untuk mengatur Tuhan. Bahkan sebelum lahir pun saya tidak berhak untuk meminta kepada Tuhan bahwa saya ingin ditempatkan di keluarga yang kaya raya, dilahirkan di Amerika dan berteman dengan mereka-mereka yang termasuk dalam golongan anak gaul. Yang menjadi permasalahan selanjutnya ialah, apakah keinginan saya tersebut baik untuk saya ? Apakah saya sanggup untuk ditempatkan di lingkungan yang seperti itu ? Apakah keinginan saya tersebut bisa membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang ? Karena sesungguhnya apa yang saya inginkan belum tentu menjadi kebutuhan saya, dan Tuhan jauh lebih mengerti segala kemampuan atau kebutuhan saya (1 Korintus 2 : 9), bahkan Tuhan telah mengenal saya sebelum saya dibentuk di dalam rahim ibu saya (Yeremia 1 : 5) dan Tuhan mengenal saya jauh lebih dalam dibandingkan saya mengenal diri saya sendiri (Mazmur 139 : 1 – 18) karena Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya (2 Timotius 2 : 19).

          Tuhan sudah merencanakan semuanya, seperti yang tertulis dalam Kitab Yeremia 29 : 11, yaiu “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”. Jadi, dengan ditempatkannya saya di dalam lingkungan saya yang sekarang, sesungguhnya itulah rencana Tuhan yang sedang saya jalani. Saya sebagai manusia hanya bisa menjalankan Skenario Kehidupan dari Sang Sutradara yang memiliki rancangan indah, karena Sang Sutradara telah mengenal saya jauh lebih dalam dan mengetahui apa yang terbaik untuk saya. Dengan demikian saya tidak berhak untuk memilih atau mengganti Skenario Kehidupan dengan rasa sok tahu atau sok bisa, karena Sang Sutradara sesungguhnya lebih hebat dari manusia manapun.

Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar