Minggu, 29 September 2013

Dimanakah Jodohku ?

          Sekitar sepekan yang lalu saya berkomunikasi melalui BBM dengan salah satu senior saya. Dia adalah seorang pria yang memiliki marga yang sama dengan Ibu saya. Karena itulah saya memanggil dia dengan sebutan “Tulang” dan dia memanggil saya dengan sebutan “Bere”. Seperti pria lajang lainnya, dia meminta saya untuk memperkenalkan dirinya kepada seorang wanita. Sebenarnya tidak hanya Tulang saya saja, beberapa pria lajang yang menjadi teman saya juga me-request hal yang sama, bahkan lengkap dengan kriterianya masing-masing. Dan ada beberapa dari mereka yang mengenal wajah dari sahabat-sahabat saya kemudian me-request untuk dikenalkan dengan wanita yang menarik menurut mereka. Saya seperti Biro Jodoh saja.


          Namun pengalaman saya dalam mengenalkan dua orang wanita kepada seorang pria di waktu yang berbeda sehingga tumbuh bunga asmara di antara mereka namun kandas di tengah jalan membuat saya cukup enggan untuk mengenalkan pria-pria lajang tersebut kepada teman-teman wanita saya. Kecuali jika ada hal penting seperti pekerjaan atau promosi atau bisnis atau acara tertentu, dalam arti “meminta link atau rekomendasi” kepada saya, maka saya akan memperkenalkan mereka. Tetapi jika untuk urusan hati, saya akan sulit meresponnya dengan cepat. Karena urusan hati adalah masalah kenyamanan. Bila sang wanita (yaitu teman saya) merasa terganggu atau tidak nyaman dengan kehadiran sang pria lajang yang saya perkenalkan, maka saya yang merasa tidak enak hati kepada mereka kaum perempuan tersebut.


          Wajar jika para pria meminta dikenalkan kepada para wanita, karena setahu saya, makhluk Tuhan yang bernama “pria” adalah tipe makhluk visual yang mudah tertarik oleh penampilan luar yang “berkilau”. Pria juga tipe makhluk agresif yang gemar mengeksplorasi dan gemar mencari pengalaman. Mumpung belum ada Janur Kuning yang “berkibar”, maka “serangan” demi “serangan” pun dilancarkan, modus demi modus pun dijalankan, usaha demi usaha pun dikerahkan, demi mendapatkan Target Sasaran yang menarik dan sempurna menurut mereka. Mereka seperti kupu-kupu yang terbang kesana kemari lalu hinggap di sebuah bunga yang menarik bagi mereka.


          Memang ada sebagian pria yang mencintai lebih dari dua hati disaat yang bersamaan, ada juga pria yang ingin mencari bidadari yang sempurna luar dan dalam (penampilan luar atau fisik dan karakter atau psikis) padahal kenyataan yang didapat bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan ada pria yang mensyukuri bidadari yang telah mereka miliki dengan sepaket kelebihan dan kekurangannya. Tapi terlepas dari itu semua, setiap manusia memang memiliki hasrat untuk disayangi dan diperhatikan oleh manusia yang lainnya, baik dari sesama jenis maupun dari yang berlawanan jenis. Setiap manusia ingin memiliki someone special yang mencintainya dan dicintai olehnya. Karena itulah beberapa pria lajang meminta saya untuk mencarikan someone special-nya meskipun saya dan mereka tidak akan tahu mengenai akhir dari hubungan percintaan itu.


          Ada beberapa alasan mengapa manusia ingin memiliki seorang kekasih. Ada yang memang benar-benar ingin merasakan bagaimana dicintai dan mencintai, ada yang hanya ingin diperhatikan oleh pasangan, ada yang malu dengan status jomblo atau single, ada yang ingin memanfaatkan si pasangan (memanfaatkan kekayaan, ketenaran, kekuasaan, atau yang lainnya), ada yang mau menunjukkan bahwa dirinya “laku”, ada yang ingin memenangkan pertandingan dalam memperebutkan Sang Primadona yang perfect, dan berbagai alasan lainnya. Untuk kasus Tulang saya ini, sepertinya dia rindu akan kehadiran sosok wanita idaman di dalam kehidupannya.


“Bere, kirim-kirimlah dulu temanmu yang baik, bosan lah Tulang menjomblo 4 bulan”, ucap Tulang memulai percakapan di BBM.
“Hahaha,, Baru 4 bulan ngejomblo aja udah bosen Lang. Gue aje udah 23 tahun ngejomblo tetep stay cool. Selow Lang, selooww,, Semua ada waktunya. Hahaha,, Santai aja kali Lang, jomblowan dan jomblowati gak akan lebih cepat meninggal dari pada mereka yang memiliki pasangan kok. Hahaha,, Peace Lang”, jawab saya menimpali.

“Baahh,, Serius kau udah jomblo selama itu ? Kok bisa ?”, lanjut Tulang.
“Ya bisa lah Laaanngg,, Sebenernya sih ada beberapa cowok yang nembak, cuma ya gak pada serius kayaknya. Hehehe,, Ada yang tiba-tiba nembak di media sosial padahal gak kenal sama sekali, ada yang baru kenal 2 minggu langsung nembak, ada yang gak kenal deket tapi berani nembak. Bah, malas awak menanggapinya. Yo wis, jomblo kabeh. Hahaha,,,”, ucap saya menjelaskan.

“Tapi sekarang udah ada yang punya belom ?”
“Udah sih, entah kenapa makhluk yang satu itu bisa khilaf nembak gue. Hahaha,,,”
“Baahh,, Parah kau. Ya baguslah kalo kau udah laku”
“Ayam kali lakuuuu,,, Ya tenang aja sih Lang, belom ada hati yang cocok kali, makanya Tulang belom dapet Sang Kekasih, #eeeaaa,,, Nanti juga ketemu kok, semua kan ada waktunya Lang”

“Ada beberapa kemungkinan kenapa Tulang belom punya pacar : 1. Jodoh Tulang masih dipinjam tetangga; 2. Jodoh Tulang lagi meniti karir di kampung sebelah; 3. Jodoh Tulang lagi kena macet di jalan mau ke rumah Tulang; 4. Jodoh Tulang udah mati di-ocop begu (disedot setan), tapi gak mungkin lah yang itu; Eh atau gak, yang ke-5. Jodoh Tulang baru saja Tulang kasih ke orang yang lebih membutuhkan. Hahaha,,,”, jawab Tulang.
“Dikata baju bekas, dikasih ke orang yang lebih membutuhkan. Hahaha… Apapun alesannya, sebenernya emang waktunya yang belom tepat Lang. Kalo ada hati yang cocok pun, nanti akan bersatu kok. Santai sajaahh,,”, respon saya.


          Demikian percakapan saya dengan Tulang saya. Ya memang, apapun alasan untuk menjomblo, yang paling tepat ialah alasan “waktu”. Memang belum saatnya mendapatkan pasangan karena mungkin Tuhan menilai bahwa kita belum siap untuk memulai kehidupan yang baru. Memang belum saatnya mendapatkan pacar karena mungkin Tuhan menilai bahwa kita atau calon pacar kita masih harus “dibentuk” lagi. Memang belum saatnya mendapatkan kekasih karena mungkin Tuhan menilai bahwa kita belum waktunya untuk bertemu dengan salah satu Guru Kehidupan kita, dan kita harus belajar dari Guru Kehidupan yang lain terlebih dahulu. Karena setiap orang yang Tuhan berikan ke dalam kehidupan kita adalah Guru Kehidupan bagi kita, dimana kita bisa belajar banyak hal kepada mereka, entah itu meniru hal positif yang berhasil mereka lakukan atau bahkan belajar dari kegagalan yang mereka alami, belajar mengenai pengalaman mereka di masa lalu atau bahkan belajar mengenai masa depan yang akan mereka raih.


          Alasan hati pun berkaitan dengan alasan waktu. Memang kita pernah atau bahkan sering mengalami “cinta bertepuk sebelah tangan” dengan seseorang. Tetapi karena “cinta” membutuhkan dua hati yang saling mengasihi, maka “cinta bertepuk sebelah tangan” tidak akan menyenangkan dan hanya membuat sakit hati. Ada kalanya kita yang tertarik atau mencintai orang lain, tetapi orang tersebut malah hanya manganggap kita sebagai teman atau bahkan tidak menghiraukan kehadiran kita sama sekali, demikian sebaliknya. Namun jika sudah tepat waktu-Nya, maka cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan itu pun akan disambut oleh tangan yang lainnya, sehingga ada dua tangan yang bisa saling mendoakan Tali Kasih yang terjalin di antara dua sejoli tersebut.


          Hal ini dialami oleh sepasang suami istri yang saya kenal. Mereka adalah teman satu PA (Pendalaman Alkitab) di gereja mereka. Sebelum mereka menikah, si wanita (kita sebut saja DS) dan si pria (kita sebut saja MS) berteman akrab. Pada awalnya DS memiliki pacar, kita sebut saja RB. Selama DS dan RB berpacaran, selama itulah MS cemburu dalam keheningan. Karena MS adalah tipe pria yang cool atau pendiam, maka MS tidak menampakkan wajah yang cemburu di depan DS. MS cemburu karena sesungguhnya MS mencintai DS, namun belum ada waktu yang tepat untuk menyatakannya. Dan sesungguhnya DS pun mencintai MS, tetapi kodrat wanita ialah menunggu untuk “ditembak”. Saat DS berdoa meminta jodoh, maka datanglah RB ke dalam kehidupan DS dan mereka berdua menjalin hubungan kasih. Namun ternyata RB adalah “pria mata keranjang” dan DS pun memutuskan cintanya dengan RB. Pada suatu hari, DS tidak sengaja bertemu dengan mantannya yaitu RB di gereja, dan di saat itupun DS sedang bersama dengan MS, jadi DS bisa melihat dan menilai ekspresi wajah MS yang cemburu karena melihat ekspresi wajah DS yang senang melihat RB. Saat itulah DS mengetahui bahwa MS memiliki “rasa” kepada DS. Dan tidak beberapa lama kemudian mereka berpacaran lalu hingga pada waktunya mereka menikah.


          Jika Tuhan berkehendak, tidak ada satupun yang dapat menghalanginya. Jodoh ada di tangan Tuhan, kita hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menerima salah satu anugerah Tuhan tersebut. Memang harus ada usaha yang dikerahkan untuk mengenal sang Calon Pacar, tetapi kita tidak boleh memaksakan kehendak atau bahkan menghakimi bahwa dialah yang menjadi jodoh kita kelak, karena kita tidak akan tahu kepada siapa hati kita akan berlabuh untuk selamanya. Yang kita tahu bahwa Tuhan sedang menuliskan Love Story bagi kita masing-masing orang. Love Story yang tidak selalu seindah cerita cinta di sinetron atau dongeng, dan juga bukan Love Story yang sangat buruk seperti cerita dongeng kutukan. Namun yang jelas, Loves Story yang Tuhan kreasikan pasti sempurna untuk kita, meskipun ada suka dan duka di dalamnya.


          Jika sekarang Anda belum memiliki pasangan, jangan takut atau khawatir bahwa Anda adalah orang yang buruk rupa sehingga tidak “laku” dan akan menjomblo seumur hidup. Anda akan mendapatkan apa yang Anda butuhkan nanti, karena Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Hanya waktu saja yang belum tepat, meski hati sudah saling tertarik. Berdoalah kepada Tuhan untuk meminta Pasangan Hidup. Doakan dan pergumulkan seseorang yang akan mendampingi hidup Anda kelak. Ingatlah bahwa Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Ingat juga bahwa segala sesuatu yang Tuhan berikan kepada kita adalah baik adanya, meskipun bukan keinginan atau permintaan kita.


God gives in three ways :
1. HE says “YES” and gives you WHATEVER YOU WANT.
2. HE says “NO” and gives you SOMETHING BETTER.
3. HE says “WAIT” and gives you THE BEST.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Kamis, 19 September 2013

Super Woman di Masa Sulit (part 1)

          Saya memiliki seorang sahabat, sebut saja WS. Namanya tidak jauh berbeda dengan nama saya, hanya huruf belakangnya saja yang berbeda. Saya pernah menuliskan tentang dirinya di salah satu artikel saya sekitar 2 bulan yang lalu. “Kecil-kecil cabe rawit”, itulah jargon yang cocok untuknya. Bukan, bukan tubuhnya yang kecil. Jujur saja, ukuran tubuhnya tidak jauh berbeda dari saya, kami sama-sama Kelas Berat. Pengertian “kecil” yang saya maksud ialah “usia” dari WS. Di usianya yang masih muda, tepatnya 21 tahun, ia bisa menduduki posisi sebagai Junior Producer di sebuah radio yang merupakan anak perusahaan dari “KG Group”, yaitu sebuah perusahaan media massa yang sangat besar, yang sudah 50 tahun berdiri dengan direktur utama bernama JO.


          Saya akui, WS adalah orang yang hyperactive dan memiliki penyakit insomnia. Setiap hari dia tidur pukul 3 subuh dan bangun pukul 5 pagi lalu berangkat kuliah karena rumahnya sangat jauh dari kampus. Namun setelah Mata Kuliah yang ia ambil sudah menipis dan ia mengambil pekerjaan di radio tersebut serta menempati sebuah kamar kost di dekat kantornya, maka ia sering bangun pukul 9 pagi lalu pergi ke kantor, atau bangun jam 7 pagi kemudian pergi ke kampus. Dia memiliki banyak pekerjaan di kantornya, pekerjaan itu membutuhkan kreativitas dan ketelatenan. Ia pernah beberapa kali mengeluh dengan intonasi suara yang lemas, “Gue capeeekkk…” kepada saya, tapi itulah resiko yang harus ia emban karena ia telah memilih untuk mencoba berkarier di radio tersebut.


          Jujur, saya iri terhadapnya. Ia sangat mengenal dunia luar dan memiliki banyak pengalaman, sedangkan saya ? Hanya memiliki sedikit pengalaman di dunia luar karena dididik “Setelah kuliah langsung pulang, lulus kuliah dulu baru kerja”, seolah menjadi katak dalam tempurung dan tidak bisa bersosialisasi dengan dunia luar, ya karena di rumah juga harus sambil merawat orang sakit jadi tidak bisa mobile secara leluasa di dunia luar. Mungkin tujuan dari prinsip didikan dari orang tua saya ialah baik, lulus kuliah dulu baru kerja, karena ketika seseorang sudah sanggup untuk mencari uang, ia akan cenderung melupakan pendidikan akademiknya, karena tujuan dari pendidikan akademik ialah mencari uang. Ya, ini adalah pilihan pribadi untuk memilih kuliah ataupun langsung kerja atau bahkan kuliah sambil kerja, tapi orang tua saya menerapkan peraturan seperti itu.


          Ketika WS mengeluh dengan intonasi suara yang lemas, “Gue capeeekkk,,,” kepada saya, saya pun meresponnya, “Harusnya lo bersyukur ketika lo ditempatkan di lingkungan yang baru, lo jadi punya pengalaman baru, punya kenalan baru, dan jadi semakin tahu banyak hal. Dari pada gue ? Gak boleh tuh kemana-mana. Sampe 23 tahun hidup di Jakarta, gue gak pernah tuh ngunjungin semua daerah di Jakarta. Ditinggalin di kantor lo aja, gue bisa nangis garuk-garuk tanah karena buta wilayah. Untung masih di Indonesia, masih bisa tanya orang-orang sekitar pake Bahasa Indonesia. Kalo pake bahasa asing, minimal pake Bahasa Inggris yang gue paham setengah-setengah doank, makin missed communication dan makin nyasar gue. Ke daerah kantor lo aja gue baru pertama kali ke sana. Lo gak lihat muka gue jadi blo’on banget kayak nyasar ke planet laen waktu gue ikut ke kantor lo ?”.


          Kemudian WS tertawa dan balas menasehati saya, “Hahaha,,, Somplak lo! Harusnya lo juga bersyukur, karena waktu yang lo punya, banyak yang lo kerahkan untuk keluarga lo, khususnya untuk orang tua lo. Justru gue pengen banget punya banyak waktu buat keluarga gue, tapi gue gak bisa, banyak kerjaan dan banyak aktivitas. Waktu gue mau balik ke kostan, Nyokap gue pengen ikut gue loh, tinggal bareng gue di kostan karena di rumah gak ada temen buat curhat. Ya lo tau lah kan, psikologis wanita kayak gimana, Nyokap gue berasa kehilangan gue gitu. Awal-awalnya Bokap gue juga khawatir sih kalo gue harus ngekost, ya anak cewek kan rawan jadi korban kejahatan. Asli, gue pengen banget ngabisin waktu sama Bokap dan Nyokap gue, ngerawat mereka dengan baik.”. Entah dia berkata demikian dari dasar hatinya atau hanya ingin menghibur saya. Namun sepertinya, sekarang ini keinginan dia yang terdahulu itu telah terkabul, meskipun terasa agak pahit.


          Sejak akhir bulan Agustus 2013 saya mulai sering mendengar curhatannya mengenai keluarganya, khususnya kedua orang tuanya yang sedang sakit secara bersamaan. Kini Ibunya harus menjalani therapy berkelanjutan untuk menyembuhkan syaraf yang terjepit di bagian pinggangnya. Ayahnya mengidap penyakit maag kronis, dan sepertinya sudah mengalami komplikasi yang lainnya. Banyak cerita yang ia tumpahkan kepada saya. Isi hatinya mengenai pekerjaannya yang menumpuk bahkan menjadi kacau karena pikirannya terfokus ke keluarganya, kondisi keuangan keluarganya yang penghabisan karena harus mengobati kedua orang tuanya dengan pemasukan hanya dari 2 orang, serta kelelahannya karena harus pulang-pergi dari Bogor ke Palem Merah selama 2 minggu. Selama itu juga kamar kostnya kosong karena ia lebih memilih tinggal di rumahnya untuk merawat dan melihat perkembangan kondisi dari kedua orang tuanya.


“Gue gak peduli sama gaji dan tabungan gue yang keluar atau bahkan abis karena ngobatin Bo-Nyok gue, yang penting mereka sembuh. Kalo gue gak kuat iman, gue udah jadi pasien Rumah Sakit Jiwa kayaknya”, akunya saat saya menelepon WS untuk melepas rindu.

“Ya emang lo udah gila kali, gak sadar lo?”, jawab saya sambil meledeknya.

“Hahaha,,, Somplak lo! Sumpeh loh, gue baru pertama kali lihat Bokap gue yang pucet sepucet-pucetnya, keringet-sekeringetnya, dingin sedingin-dinginnya, lemes selemes-lemesnya, dan muntah semuntah-muntahnya di taxi itu. Dan cuma gue yang anterin Bokap karena Nyokap gue gak mungkin anterin Bokap, untuk jalan aja terseok-seok, Abang gue kuliah dan Adek gue sekolah, jadi gue izin dari kantor. Untung supir taxinya quick response bantuin gue, ngasih plastik yang dia punya buat nampung muntahan Bokap gue karena plastik obat yang gue pake gak cukup lagi. Asli gue panik, mana macet pula. Gue udah takut aja Bokap gue “lewat” di jalan tol yang macet itu. Gue langsung bawa Bokap lagi ke RS, padahal itu baru keluar dari RS setelah Bokap gue pingsan di kantornya. Dan ituuhh,, gue benci bangeett,, sama Dokter Jantung yang gak bisa berkomunikasi dengan baik, pake bahasa ilmiah yang gak gue ngerti, tapi marah-marah waktu gue tanya tentang kondisi Bokap gue. Lah abis dia bilang, “Ada yang mau ditanyakan?”, ya gue tanya donk, eh dia malah marah-marah, “Kan tadi saya sudah bilang, bla..bla..bla..”. Mana itu dokter langsung nembak Bokap gue, memvonis penyakitnya udah stadium berat. Itu dia ngomong di depan Bokap gue yang lagi lemes loh, ya Bokap gue tambah lemes lah, kayak gak ada pengharapan gitu. Asli loh, gue marah-marah setelah di luar Ruang Periksanya sampe semua pasien di luar Ruang Periksa denger. Gak kayak Dokter Penyakit Dalam yang ngobatin Bokap gue, dia bisa berkomunikasi dengan baik. Mana Bokap harus Rekam Jantung pula, kena 900 rebu, dan asuransi dari kantor Bokap gue juga lagi gangguan. Udah diurus sama temen kantor Bokap gue, udah bisa dipake kata mereka, tapi gak bisa ter-cover, ya gue narik duit gue dulu lah. Bokap keluar-masuk RS dan entah udah berapa biayanya. Obatnya di rumah tuh banyak banget, sedikit-sedikit makan obat. Selama 2 minggu kostan gue kosong, gue balik ke rumah jam 8 malem dari kantor, sampe rumah udah malem banget donk. Gue berharapnya setelah sampe rumah bisa langsung tidur karena gue capek banget, tapi ternyata gue harus ngurutin Bokap gue karena dia ngeluh pegel-pegel, gue urutin betisnya, gue urutin pundaknya. Udah deh, gue gak peduli sama rasa capek gue, yang penting Bo-Nyok gue dulu nih diurusin. Skripsi gue juga ter-pending 3 minggu, yang penting keluarga gue dulu lah. Asli, gue lagi dibentuk banget sama Tuhan. Udah uang menipis, pengobatan masih harus berjalan, pemasukan cuma dari 2 orang dari gue dan Bokap gue, pengeluaran banyak buat berobat kedua orang tua gue dan biaya pendidikan Abang sama Adek gue. Huaaahhhh,, Bantu gue lewat doa ya, semoga gue kuat buat menghadapi kondisi ini. But over all, I thank God, karena pertolongan Tuhan pasti datang tepat waktu.”, ucapnya tanpa jeda untuk bernapas, seolah sedang mengeluarkan batu besar yang selama ini dia pikul, batu yang membebaninya dalam melangkah.


           Saya pun tidak tahu bagaimana harus merespon curhatannya yang sangat panjang itu, karena saya speechless dengan kondisi keluarganya, saya speechless dengan usahanya untuk mengurus keluarganya, saya speechless dengan kekuatannya dalam menjalani kehidupan, sepertinya ia sudah terbiasa untuk tidur 3 jam sehari. Kemudian saya teringat dengan kondisi saya pada April 2011 silam, saya mengalami hal yang serupa, sedang dibentuk oleh Tuhan. Tetapi bedanya, kasus yang dialami WS ini melebihi kasus yang saya alami, karena saya masih memiliki 1 orang Kakak, 2 orang Abang, dan 1 orang Ayah untuk mengurusi Ibu saya. Dan saya pun tidak harus kuliah sambil mencari uang, tapi harus mengurusi sumur (mencuci pakaian kotor karena pembantu saya sedang pulang kampung), dapur (memasak makanan untuk anggota keluarga), sekaligus sesekali ikut mengambil shift jaga malam di RS. Sampai seorang dosen kesayangan saya heran dengan nilai UTS saya, “Tumben nilainya segitu, biasanya bagus”, saya pun hanya tersenyum kecil, tepatnya terpaksa untuk tersenyum setelah tadi pagi saya membasahi mata saya dengan air alami yang turun dari Kelenjar Air Mata karena tekanan kondisi yang saya alami saat itu. Memang nilai UTS saya tidak terlalu buruk, tetapi seharusnya bisa sedikit melebihi nilai yang saya dapatkan saat itu.


          Mungkin belum ada waktu yang tepat untuk menceritakan seluruh kejadian yang saya alami kepada WS, tetapi saya harus bersyukur saat sudah melewati masa sulit itu. WS pun mengaku bahwa nanti ia akan mengalami kepuasan batin dan kemenangan setelah ia melewati masa sulit ini. Setiap orang memiliki masa sulitnya masing-masing, dan semua orang harus menghadapi masa sulit itu, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap.


          Memang, kita akan jauh lebih bersyukur bila menemukan masa sulit orang lain yang lebih parah dari pada yang kita alami. Tetapi, mensyukuri masa sulit yang kita alami tidak harus selalu membandingkannya dengan masa sulit orang lain terlebih dahulu. Bersyukur karena masih bisa menghirup udara secara gratis saja sudah cukup, karena kita tidak harus membayar setiap hembusan nafas di setiap detik. Kita juga tidak harus membayar waktu yang kita miliki, waktu yang terus berjalan, detik ke menit, menit ke jam. Bayangkan jika kita harus membayarnya, mungkin kondisi keuangan kita akan semakin menipis di masa kritis perekonomian keluarga. Bersyukur juga karena tangan Tuhan tidak akan pernah terlambat untuk menolong, Dia buka jalan saat tiada jalan. Tuhan tidak akan membiarkan anak-anaknya jatuh terhempas ke tanah, tetapi Ia akan segera menopang kita sebelum kita benar-benar menyentuh tanah.


          Memang hidup itu seperti roda, kadang terlindas di bawah, kadang terbang di atas. Dan kita harus tetap bersyukur meskipun sedang berada di bawah. Meski sakit dan perih, ujian dari Tuhan bertujuan untuk menguatkan kita, bukan untuk menjatuhkan kita. Ujian tersebut juga untuk meningkatkan iman percaya kita kepada-Nya, bukan untuk membelokkan kepercayaan kita kepada hal lain karena kita telah kecewa terhadap Tuhan yang memberikan ujian berat. Akan ada pelangi sehabis hujan, akan ada masa bahagia setelah kita melewati masa sulit. Seperti emas yang dimurnikan dengan cara dibakar dan ditempa, seperti tanah liat yang dibentuk menjadi bejana yang indah oleh tukang periuk, seperti itulah hidup manusia di tangan Tuhan. Dan semua yang diperbuat Tuhan adalah baik, karena semua akan indah pada waktu-Nya.


1 Petrus 1 : 6 – 7 = (6) Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. (7) Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Minggu, 15 September 2013

Jalan-Ku Bukanlah Jalanmu, Rancangan-Ku Bukanlah Rancanganmu

          Sejak SMA saya sudah memiliki pemikiran yang aneh. Pemikiran yang sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan karena tidak mendatangkan keuntungan material bagi saya. Pemikiran liar yang sebenarnya tidak usah dipedulikan karena tidak langsung membuat masa depan saya menjadi lebih baik. Pemikiran aneh yang bisa membuat saya menjadi semakin bingung dengan kondisi yang saya hadapi. Pemikiran yang sebenarnya bisa dijawab dengan singkat dan tepat karena sudah tersurat dalam Alkitab.

          Pemikiran aneh yang saya miliki ini berawal saat saya melihat teman saya (siapapun dia, teman yang baik ataupun teman yang buruk), kemudian saya seolah terjatuh ke dalam Ruang Masa Lalu yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati, “Eh, ini temen gue loh, waktu itu kita kenalannya kayak gimana ya ? Kenapa gue bisa kenalan sama dia ya ? Lagian, kenapa juga mesti dia yang kenalan dan temenan sama gue ? Kayak gak ada orang laen deh. Penduduk Indonesia ada jutaan loh, kenapa mesti dia ?”. Saya memang tidak membenci teman saya tersebut, bahkan saya bersyukur ketika mengenal dia karena saya mendapatkan teman baru yang mengisi hari-hari saya, saya mendapat pengalaman baru dengan adanya kehadiran dia di kehidupan saya, saya mengalami perubahan positif dan memiliki ketetapan hati untuk menjadi anak baik-baik. Tetapi tetap saja saya bertanya-tanya, “Kenapa gue mesti temenan sama dia ?”.

          Pertanyaan berikutnya yang muncul ialah “Kenapa juga gue dilahirin di Suku Batak dengan segala adat-adatnya yang ribet banget ? Kenapa gak dilahirin di Suku Jawa atau Suku Ambon atau Suku Padang ? Kenapa juga gue lahir di keluarga gue yang sekarang dengan kondisi ekonominya berada di posisi menengah ke bawah ? Kenapa gak dilahirin jadi anak orang kaya raya atau anak presiden ? Atau kayak keluarganya Richie Rich itu, seru banget pastinya. Kenapa juga gue punya orang tua yang seperti itu dengan Abang dan Kakak yang kayak gitu ?”. Kenapa dan kenapa, itulah pertanyaan yang dahulu sempat terbersit di dalam pikiran saya, seolah saya tidak puas dengan kondisi dan lingkungan yang saya tempati saat itu. Tapi jujur, saya bersyukur dengan segala kondisi yang saya alami, baik saat muncul pertanyaan itu sejak saya SMA atau bahkan sampai sekarang. Saya sangat bersyukur ketika mendapati fakta bahwa saya dilahirkan di keluarga saya yang sekarang ini, dengan kondisi anggota keluarga yang seperti itu, dan mengalami seluruh kejadian suka dan duka sejak dahulu sampai sekarang. Tetapi dahulu saya sempat bertanya, “Kenapa mesti kayak gini dan gak kayak gitu ? Kenapa mesti dia dan kenapa mesti mereka ?”. Mungkin khayalan saya terlalu jauh untuk memikirkan hal itu.

          Lalu saya teringat dengan seseorang yang pernah berkata, “Kalau kita mengingat masa lalu, dan kemudian kita menelaah hingga ke masa sekarang, kita seolah sedang menonton televisi. Ya, kita sedang menonton drama kehidupan milik kita sendiri. Sejak kita lahir, kemudian tumbuh dewasa, hingga sekarang kita berada dalam kondisi seperti ini, baik atau buruk, kemudian di masa depan kita memiliki kehidupan yang lain, kita merasa bahwa itu adalah sebuah sinetron di televisi. Dan kalian tahu siapa Sutradaranya ? Yesus Kristus yang telah menetapkan kehidupan kita pada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Kita adalah artis-artis di sinetron yang Tuhan kreasikan, dan artis haruslah selalu mengikuti perintah atau instruksi dari Sang Sutradara agar film yang tercipta menjadi film yang luar biasa indah.”. Saya pun berpikir bahwa itu adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya semasa SMA. Tuhan, Sang Sutradara kehidupan, telah mengatur seluruh kehidupan manusia, mulai dari A sampai Z, mulai dari hal-hal yang terbesar sampai hal-hal yang terkecil bahkan sampai pada hal-hal yang tidak sanggup dipikirkan atau diprediksi oleh manusia. Tuhan sudah mengatur semuanya dan manusia hanya tinggal menjalankan instruksi dari Sang Sutradara.

          Dalam Kitab Yesaya 55 : 8 – 9 tertulis “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”. Ya, Tuhan punya maksud dan tujuan tertentu mengapa saya dilahirkan di keluarga saya yang sekarang. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus berkenalan dan berteman dengan mereka-mereka yang pernah masuk ke dalam kehidupan saya. Tuhan juga punya rencana mengapa saya pernah mengalami kegagalan tertentu dan terpuruk karena mengalami cobaan yang berat. Tuhan juga punya rencana mengapa saya harus berhasil dalam hal tertentu dan gagal dalam hal yang lainnya.

          Tuhan sudah menetapkan semuanya sesuai dengan jalan-Nya dan rangcangan-Nya, jadi manusia tidak berhak untuk mengatur Tuhan. Bahkan sebelum lahir pun saya tidak berhak untuk meminta kepada Tuhan bahwa saya ingin ditempatkan di keluarga yang kaya raya, dilahirkan di Amerika dan berteman dengan mereka-mereka yang termasuk dalam golongan anak gaul. Yang menjadi permasalahan selanjutnya ialah, apakah keinginan saya tersebut baik untuk saya ? Apakah saya sanggup untuk ditempatkan di lingkungan yang seperti itu ? Apakah keinginan saya tersebut bisa membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik dari sekarang ? Karena sesungguhnya apa yang saya inginkan belum tentu menjadi kebutuhan saya, dan Tuhan jauh lebih mengerti segala kemampuan atau kebutuhan saya (1 Korintus 2 : 9), bahkan Tuhan telah mengenal saya sebelum saya dibentuk di dalam rahim ibu saya (Yeremia 1 : 5) dan Tuhan mengenal saya jauh lebih dalam dibandingkan saya mengenal diri saya sendiri (Mazmur 139 : 1 – 18) karena Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya (2 Timotius 2 : 19).

          Tuhan sudah merencanakan semuanya, seperti yang tertulis dalam Kitab Yeremia 29 : 11, yaiu “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”. Jadi, dengan ditempatkannya saya di dalam lingkungan saya yang sekarang, sesungguhnya itulah rencana Tuhan yang sedang saya jalani. Saya sebagai manusia hanya bisa menjalankan Skenario Kehidupan dari Sang Sutradara yang memiliki rancangan indah, karena Sang Sutradara telah mengenal saya jauh lebih dalam dan mengetahui apa yang terbaik untuk saya. Dengan demikian saya tidak berhak untuk memilih atau mengganti Skenario Kehidupan dengan rasa sok tahu atau sok bisa, karena Sang Sutradara sesungguhnya lebih hebat dari manusia manapun.

Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Minggu, 08 September 2013

Sweet Life Like A Baby (part 1)

          Semua manusia pernah menjadi seorang bayi sebelum ia tumbuh menjadi orang dewasa, itulah pertumbuhan manusia secara normal. Seperti yang kita ketahui, bayi memiliki kecenderungan untuk menangis dalam menghadapi apapun. Baik ketika ia sedang lapar dan haus, sesudah membuang air besar ataupun kecil, ketika ia sedang merasa gerah atau ingin tidur. Menangis adalah salah satu cara dia berkomunikasi dengan orang di sekitarnya. Tangisan adalah tanda bahwa ia sedang mengalami kondisi yang tidak nyaman, dan memanggil orang dewasa untuk membuatnya merasa nyaman kembali. Dia sangat ketergantungan kepada orang-orang di sekitarnya. Bayi adalah sosok yang lemah dan seolah tidak berdaya bila tidak ditopang oleh orang dewasa.

          Kita pun seperti demikian. Tanpa kita sadari, kita hanyalah bayi yang lemah dan tak berdaya, meskipun kita sudah menginjak umur 17 tahun ke atas. Tetapi sadarkah kita bahwa kita adalah manusia yang rapuh dan lemah ? Banyak di antara kita yang ketika mengalami masalah sepele, langsung menangis seperti bayi karena tidak kuat menahan tekanan. Mayoritas dari kita pun merasa tak sanggup bila menghadapi ribuan masalah, lalu kepribadian kita yang kelihatannya kokoh menjadi rapuh ketika terpuruk dalam menghadapi masalah besar. Tidak sedikit pula dari antara kita yang hidupnya hanya bisa bergantung kepada orang lain, selayaknya bayi yang tidak bisa berbuat banyak demi kelangsungan hidupnya. Meskipun banyak di antara kita yang memiliki kepribadian arogan (tetap tegak berdiri meski sering “diterpa badai”), atau beberapa di antara kita merasa kuat dalam menghadapi permasalahan hidup (atau lebih tepatnya “berpura-pura kuat”), dan mayoritas dari kita merasa sanggup menjalani kehidupan dengan berdiri di atas kaki sendiri (tanpa meminta bantuan orang lain, apa lagi Tuhan), tetapi hakikat manusia adalah lemah.

          Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang lemah dan rapuh, karena manusia memiliki banyak keterbatasan meskipun dikenal sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena memiliki akal, budi, dan nurani. Seperti yang tertulis di dalam Alkitab, manusia terbuat dari debu tanah. Dibentuk sedemikian rupa oleh Allah dan dihembuskan nafas kehidupan sehingga manusia itu bisa hidup (seperti yang tercantum dalam Kejadian 2:7, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”). Dan juga seperti puisi yang pernah saya tulis (dapat dibaca di http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150700570718611 / http://www.windysitinjak.blogspot.com/2013/05/aku-dan-dia-senin-16-april-2012.html), manusia hanyalah debu tanah yang mudah tertiup oleh semilir angin kecil. Itu menandakan bahwa manusia tidak memiliki kekutan apapun jika dibandingkan dengan penciptanya.

          Seiring dengan bertambahnya usia, manusia memiliki kekuatan, meskipun terbatas. Kekuatan ini diberikan oleh Tuhan agar manusia sanggup untuk berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), untuk melanjutkan kehidupan dan mengelola isi bumi. Yang menjadi permasalahannya ialah, ketika seorang manusia merasa sanggup dalam melakukan suatu hal dan terbukti berhasil dengan apa yang dilakukannya, ia langsung memegahkan diri. Manusia sering mengandalkan kekuatannya sendiri dan merasa sanggup untuk menjalani kehidupannya tanpa Tuhan yang menyertai. Manusia merasa dirinya hebat dan cenderung bersandar kepada pengertiannya sendiri, merasa bahwa Tuhan bukanlah pribadi yang benar-benar hadir dan tidak bisa melakukan apapun untuk menyejahterakan manusia. Merasa bahwa semua yang dicapai oleh manusia hanyalah karena hasil jerih payah manusia itu sendiri, sehingga “dada yang membusung” dan “kepala yang membesar” tidak dapat terelakkan lagi. Hal itu bertentangan dengan ajaran Tuhan dalam Alkitab (Amsal 3:5 “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri”).

          Manusia sering melupakan Tuhan dan segala Anugerah yang telah Dia berikan kepadanya. Manusia sering merasa dirinya kuat, bahkan melebihi kekuatan Tuhan, namun tidak menyadari bahwa ketika manusia itu tersandung batu kecil saja, ia sudah mengeluh dan menangis seperti seorang bayi. Manusia tidak sadar bahwa ketika ia kuat maka ia melupakan kehadiran Tuhan, tetapi saat ia dilanda permasalahan hidup maka ia menangis kepada Tuhan, memanggil Tuhan seperti seorang bayi yang menangis memanggil orang dewasa agar membuatnya kembali menjadi nyaman. Manusia tidak menyadari akan kekuatannya yang terbatas, sehingga sedikit saja ia tergoncang maka kehidupannya juga terpuruk.

          Untuk itulah kita harus kembali menjadi seorang bayi. Bayi yang lemah dan tak berdaya bila tidak ditopang oleh orang dewasa, yaitu Allah. Kita harus kembali pada prinsip Kristosentris, dimana seluruh kehidupan kita berpusat pada Kristus. Apapun yang kita lakukan adalah untuk kemuliaan Allah, bukan untuk kemuliaan diri kita sendiri. Apapun yang kita terima adalah pemberian dari Allah, bukan hanya karena usaha kita. Hal apapun yang kita sanggup lakukan adalah kekuatan yang berasal dari Allah, bukan karena kuat dan gagah kita.

          Kini hanya pelukan Allah yang membuat kita nyaman, sama seperti dulu, sewaktu bayi kita merasa nyaman saat dipeluk oleh Ayah dan Ibu kita. Kini hanya senyuman Allah yang sanggup membuat kita tersenyum, sama seperti dulu, sewaktu bayi kita ikut tersenyum ketika kita melihat Ayah dan Ibu kita tersenyum. Kini hanya genggaman tangan Allah yang selalu aman melindungi kita, sama seperti dulu, sewaktu bayi tangan kita selalu dipegang oleh Ayah dan Ibu kita saat kita berjalan, sehingga kita tidak terjatuh.

          Dalam kembali menjadi bayi, saya tidak menyarankan agar kita berkelakuan seperti seorang bayi yang sering menangis untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitar, manja dan selalu ingin dilayani oleh orang dewasa, serta ketergantungan oleh orang lain. Karena Tuhan pun sudah menganugerahkan kekuatan fisik dan psikis agar kita mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) setelah kita beranjak dewasa. Namun, arti dari kembali menjadi bayi ialah, meskipun kita sudah mampu berdikari tetapi kita harus tetap ingat kepada Tuhan. Kembali menjadi bayi artinya, kita harus seperti bayi yang ketergantungan kepada Tuhan, yakni terus hidup di dalam Tuhan dan melakukan prinsip Kristosentris, bukan berpangku tangan dan hanya menunggu mujizat Tuhan yang turun, seolah menunggu hujan uang dari langit. Karena sesungguhnya, hidup di dalam Tuhan sangatlah indah, sweet life like a baby.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.