Kamis, 10 Desember 2015

Change Your Fearful to Become Faithful


          Semua manusia pasti pernah merasakan ketakutan terhadap suatu hal, baik ketakutan terhadap suatu benda, ketakutan terhadap suatu kondisi yang sedang dihadapi sekarang, atau ketakutan terhadap suatu kondisi yang akan dihadapi di masa depan. Banyak hal yang kita takutkan, takut tidak punya pasangan hidup dan melajang seumur hidup, takut tidak lulus ujian dan menjadi Mahasiswa Abadi atau Siswa Abadi,  takut tidak memiliki tabungan dan menderita di usia lanjut, takut mati dan tidak bisa merasakan kebahagiaan dalam hidup, takut kehilangan orang yang disayangi (baik karena putus hubungan ataupun karena dipisahkan oleh maut), takut bencana alam yang menghilangkan harta benda, takut gagal jika menempuh Planning A kemudian kondisi semakin kacau jika kita melanjutkannya dengan Planning B, dan masih banyak ketakutan lain yang sering kita hadapi.


          Namun, apakah sebenarnya arti dari kata “ketakutan” itu sendiri ? Saya mengutip beberapa pengertian “takut” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah sebagai berikut :
1.      Merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana
2.      Tidak berani (berbuat, menempuh, menderita)
3.      Gelisah, khawatir (kalau…)


          Menurut phobia-fear-release.com dan about.com serta livestrong.com, ada 7 hal yang paling ditakuti oleh banyak orang, yakni takut mati, takut gagal, takut ditolak, takut gelap, takut jatuh dari ketinggian, takut kehilangan orang yang disayangi, dan takut miskin. Saya sendiri pun sering merasakan ketakutan. Sampai saat ini saya memiliki 3 ketakutan terbesar, yakni takut kehilangan orang yang saya sayangi, takut mati, dan takut gagal.


          Saya takut kehilangan orang yang saya sayangi, yakni keluarga inti saya (ayah, ibu, abang, kakak) dan kekasih hati saya. Bahkan saya beberapa kali berimajinasi buruk kalau salah satu dari mereka mengalami kejadian yang tidak saya inginkan, kemudian saya tidak akan pernah bisa melihat, berbicara dan memeluk mereka lagi. Saya takut berpisah dengan mereka, saya takut ditinggalkan oleh mereka, saya takut rindu akan kehadiran mereka, saya takut “terguncang” jika mereka telah tiada, saya takut nekat untuk “menyusul” mereka yang tidak lagi berada di samping saya. Saat saya tiba-tiba mengalami Black Feeling (silahkan baca http://www.windysitinjak.blogspot.co.id/2014/08/the-black-feeling.html), saya hanya bisa berkata, “Siapa lagi ya Tuhan ?”, dan untuk kesekian kalinya saya berdoa dalam hati, “Jangan mereka ya Tuhan”.


          Saya juga takut mati, meskipun saat mengalami permasalahan yang berat, saya sempat berpikiran untuk mengakhiri hidup dengan cara iblis (silahkan baca http://www.windysitinjak.blogspot.co.id/2014/09/hidupmu-berharga.html). Ketika saya sedang bermasalah dengan seseorang, saya berandai-andai jika nanti saya telah tiada, maka seperti apakah respon mereka ? Bagaimanakah ekspresi wajah mereka saat bersedih ? Sebesar apakah rasa duka yang mereka alami ketika saya telah tiada ? Memang hal tersebut merupakan pikiran yang nakal, seperti ada rasa untuk balas dendam yang terselip di tengah luapan emosi. Padahal di sisi lain saya merasa takut jika nanti saya “berpulang”. Saya takut tidak bisa lagi merasakan kebahagiaan dengan orang-orang yang saya kasihi, saya takut rindu untuk bertemu mereka, saya takut kesepian tanpa mereka. Meskipun mereka sering membuat saya kesal dan emosi, tetapi rasa sayang saya kepada mereka pasti lebih besar dari pada rasa emosi yang mereka timbulkan.


          Saya takut gagal dan cenderung untuk memastikan kondisi sebelum melangkah jauh ke depan. Karena jujur, saya adalah Tipe Planner yang harus menyiapkan semuanya secara detail kemudian baru melangkah, dan akan sedikit terguncang ketika ada perubahan planning (meski pada akhirnya saya bisa menangani kondisi tersebut sekaligus melatih kemampuan Problem Solving yang saya miliki). Saya akan cenderung melihat dan membaca situasi dan kondisi sebelum saya melangkah. Setiap saya memiliki planning tertentu, saya akan cenderung “membaca” atau memprediksi hambatan yang akan saya hadapi sehingga saya harus siap dalam menangani hambatan tersebut. Saya berusaha untuk mengambil langkah yang hambatannya paling sedikit (mungkin saya termasuk tipe orang yang suka dengan Zona Nyaman karena lebih memilih untuk menghadapi sedikit hambatan).


          Memang bagus jika nanti saya bekerja dalam bidang Strategic Planner, namun tidak terlalu bagus jika saya menerapkan hal tersebut ke dalam kehidupan pribadi saya. Karena terlalu banyak berpikir dan mempertimbangkan segala sesuatu, saya menjadi lebih fokus kepada hambatan yang ada di depan dari pada peluang yang sebenarnya sangat terbuka lebar. Jika terlalu banyak pertimbangan maka saya tidak akan mencoba melangkah, seperti seorang anak yang takut jatuh saat belajar berjalan maka sampai akhir hayatnya pun ia tidak akan pernah bisa berjalan karena tidak mau mencoba untuk berjalan. Jika saya menempuh planning A kemudian ada hambatan X, maka saya akan menempuh planning B. Akan tetapi pada planning B akan ada hambatan Y. Dan seterusnya, sampai saya semakin bimbang dengan semua planning yang saya buat sendiri, karena setiap jalan yang akan saya tempuh pasti memiliki “batu kerikil”, kasar atau halus, besar atau kecil. Karena sesungguhnya di dunia ini tidak ada yang sempurna, termasuk planning (yang sebagus apapun) yang kita rancang dengan sehebat apapun, pasti ada hambatan yang melekat di dalamnya.


          Saya pun mendapat kritik dan saran dari seorang teman, “Semakin lo membuat banyak planning buat kehidupan lo, maka semakin Tuhan akan mengacak-acak hidup lo. Percaya deh, dulu gue juga gitu soalnya. Lo jalanin dan lo pasrah aja sama Tuhan, karena Dia pasti akan kasih yang terbaik buat lo”. Memang benar, jika saya terlalu banyak memiliki planning, maka saya seperti orang yang tidak percaya kepada Tuhan, karena saya terlalu fokus dengan hambatan yang akan saya hadapi dari pada fokus kepada Tuhan yang jauh lebih besar dan kuat dari pada hambatan tersebut. Kemudian saya berusaha untuk tangguh dalam merancang My Master Plan untuk menghindari berbagai hambatan. Selanjutnya saya bisa membanggakan diri, terbang semakin tinggi dan lupa daratan karena keberhasilan yang saya raih. Saya merasa sudah bisa berdiri dengan kekuatan saya sendiri dan melupakan kekuatan Tuhan yang sanggup mengubah My Worst Plan menjadi My Best Plan (from Zero to Hero). Sebaliknya, Tuhan akan menghancurkan My Best Plan sampai porak poranda (from Hero to Zero). Bahkan My Master Plan pun bisa hancur berkeping-keping, habis tak tersisa. It would be “from the best thing to nothing” if our God was intervened.


          Namun apakah hakikat dari ketakutan tersebut ? Saya berkali-kali berpikir, “Mengapa saya harus takut” ? Kemudian saya merasakan bahwa Tuhan sedang menyadarkan saya, Ia berbicara melalui Suara Hati saya. Ya, saya merasakan takut karena 2 hal, yakni saya terlalu mengandalkan kekuatan diri sendiri, dan saya terlalu campur tangan dalam “urusan” Tuhan. Seperti halnya saya mengalami ketakutan yang sangat besar kepada seseorang Pemimpin yang akan menghambat “jalan” saya, saya menyadari kapasitas yang saya miliki sehingga membuat saya menjadi pesimis untuk berhasil. Saya pun termakan omongan mayoritas orang bahwa banyak yang gagal jika menghadapi beliau. Namun setelah saya berbagi kisah dengan Kakak saya, dia pun berkata, “Jangan termakan omongan orang. Kerjakan bagian kita maka Tuhan akan mengerjakan bagian-Nya. Segala sesuatu yang tidak bisa kita handle ya didoakan saja, serahkan semuanya ke Tuhan, biarkan Tuhan yang handle. Karena Tuhan akan mengubah semuanya, sesuai dengan kehendak-Nya”.


          Memang benar, manusia memiliki kekuatan yang teramat sangat terbatas, dan masih ada kekuatan yang jauh lebih besar dan jauh lebih kuat dari pada kekuatan manusia. Saya pun menemukan sebuah rangkaian kata penyemangat. Berawal dari Lukas 1:37 (Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil). Kemudian direalisasikan dengan Matius 7:7-8 (Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan). Serta keyakinan penuh yang mendukung dalam Matius 21:22 (Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya). Karena itulah kita dapat mengucapkan kalimat “sakti” dengan penuh keyakinan dalam Markus 9:23 (Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya). Namun apakah dengan berdoa saja cukup membuat kita berhasil ? Tidak. Karena seperti yang tertulis dalam Yakobus 2:17 (Demikian juga halnya dengan iman : Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka hakekatnya adalah mati). Demikian juga dengan segala usaha kita, tidak cukup jika hanya berdoa saja tanpa bertindak, tidak cukup jika hanya hanya meminta tetapi tidak bekerja, tidak cukup jika hanya bermimpi tanpa bangun dan berjalan untuk merealisasikan mimpi tersebut.


          Penyebab kedua yang membuat saya merasa takut ialah, saya terlalu campur tangan dalam “urusan” Tuhan. Seperti saya saat saya mengalami Black Feeling, saya merasa takut sesuatu yang buruk terjadi. Padahal, jika saya berserah penuh kepada Tuhan, maka saya akan lebih tenang. Karena seperti yang terdapat dalam Ayub 1:21b (Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan). Tidak ada segala sesuatu yang abadi di dalam dunia ini, karena semua harta dan nyawa yang kita miliki adalah milik Tuhan, dan hanya Dia-lah yang memiliki Hak Absolut untuk mengambil kembali, kapanpun dan seberapa banyakpun yang Ia kehendaki. Karena semua yang Tuhan perbuat adalah baik adanya, seperti yang terdapat dalam Yeremia 29:11 (Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan). Meskipun kita mendapatkan hujan badai, sesungguhnya ada pelangi yang akan muncul setelah hujan tersebut.


          Masa depan saya dan Anda pun sesungguhnya “urusan” Tuhan, jadi kita tidak sepatutnya takut akan masa depan yang “mau atau tidak mau” dan “suka atau tidak suka” harus kita jalani. Meskipun manusia memang diharuskan untuk memiliki Visi dan Misi Hidup agar selalu semangat dalam menjalani hari-hari karena sudah mengetahui Tujuan Hidupnya, akan tetapi manusia juga harus berserah kepada Sang Pencipta untuk mengikuti Skenario Kehidupan yang telah Dia racang dengan baik adanya. Karena semua Visi dan Misi Hidup yang kita rancang tersebut hanyalah sebuah Proposal Kehidupan yang harus dibawa kepada Tuhan dan harus menunggu ACC (ACC = accord = persetujuan) dari Tuhan. Karena manusia hanya bisa membuat rencana, tetapi Tuhan yang memutuskannya. Dengan demikian kita pun harus mengimani Lukas 12:22-23 (Yesus berkata kepada murid-murid-Nya : “Karena itu Aku berkata kepadamu : Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai”). Karena Tuhan akan memberikan semua yang kita butuhkan di waktu yang tepat, meskipun tidak sesuai dengan planning kita.


          Lalu kemudian, apakah yang harus saya lakukan agar tidak takut lagi ? Menurut Archbishop yang saya kutip dari http://www.katolisitas.org/6638/jangan-takut-aku-menyediakan-tempat-bagimu), Fulton Sheen pernah menghitung kata “Jangan takut” di dalam Kitab Suci, konon jumlahnya adalah 365 kali, sesuai dengan jumlah hari di dalam 1 tahun. Itu artinya, Tuhan mengingatkan kita agar setiap hari kita tidak takut dengan apapun juga, akan tetapi kita harus takut akan Tuhan (mematuhi Hukum-Nya dan menjauhi Larangan-Nya) karena hanya Dialah yang menjaga kita sejak dalam kandungan sampai kembali kepada-Nya. Saya pun mencari dan menemukan beberapa kalimat “Jangan takut” di dalam Alkitab, berikut rinciannya :
1.      Matius 10:26
2.      Matius 10:28
3.      Matius 10:31
4.      Matius 14:27
5.      Matius 17:7
6.      Matius 28:10
7.      Markus 5:36
8.      Lukas 1:13
9.      Lukas 1:30
10.  Lukas 2:10
11.  Lukas 5:10
12.  Lukas 12:4
13.  Lukas 12:7
14.  Yohanes 14:1
15.  Yohanes 14:27
16.  Kisah Para Rasul 18:9
17.  Kisah Para Rasul 27:24
18.  Filipi 4:6
19.  1 Yohanes 4:18
20.  Ibrani 13:6
21.  Bilangan 14:9
22.  Ulangan 7:21
23.  Ulangan 20:1
24.  Ulangan 20:3
25.  Ulangan 31:6
26.  Ulangan 31:8
27.  Ulangan 33:22
28.  Mazmur 46:2
29.  Mazmur 49:16
30.  Mazmur 56:4
31.  Mazmur 56:11
32.  Mazmur 91:5
33.  Mazmur 112:7
34.  Mazmur 112:8
35.  Mazmur 118:6
36.  Ratapan 3:57
37.  Yesaya 10:24
38.  Yesaya 35:4
39.  Yesaya 37:6
40.  Yesaya 41:10
41.  Yesaya 41:13
42.  Yesaya 44:8
43.  Yosua 1:9
44.  Yosua 11:6
45.  Yoel 2:21
46.  Yoel 2:22
47.  Yehezkiel 2:6
48.  Yeremia 1:8
49.  Hakim-hakim 6:23
50.  1 Raja-Raja 17:13
51.  2 Raja-Raja 6:16
52.  2 Raja-Raja 19:6
53.  1 Samuel 12:20
54.  2 Tawarikh 20:15
55.  2 Tawarikh 32:7
56.  Nehemia 4:14
57.  1 Petrus 3 :14
58.  Daniel 10:12
59.  Wahyu 1:17
60.  Wahyu 2:10


          Demikianlah beberapa perkataan Tuhan di dalam Alkitab yang mengajak kita untuk tidak takut dalam menjalani kehidupan kita yang semakin berat. Masihkah kita harus takut ? Berserah adalah kunci utamanya. Jika kita sedang takut, ingatlah sebuah lagu “It Is Well With My Soul” (versi Bahasa Inggris), “Dung Sonang Rohangku” (versi Bahasa Batak), Jiwaku Tenanglah (versi Bahasa Indonesia). Apapun yang kita alami di dalam hidup kita, Tuhan akan selalu menjaga, memeluk dan menyertai kita. Oleh sebab itu kita tidak perlu lagi berfokus pada rasa ketakutan, melainkan harus berfokus kepada Dia yang memberikan kekuatan.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.



Selasa, 17 Februari 2015

Tuhan (Selalu) Menjagamu


          Rabu, 31 Desember 2014, saya dan Abang saya pergi ke gereja bersama untuk mengikuti Ibadah Malam Tahun Baru. Saat sesi Persembahan, Jemaat menyanyikan Kidung Jemaat 438, “Apapun Juga Menimpamu” sambil mengumpulkan persembahan. Bait pertama dan kedua pun sudah selesai dinyanyikan, saatnya musik memainkan melodi tanpa suara Jemaat. Saat itu Abang saya pun mulai bercerita tentang kejadian yang pernah dialaminya. Sebuah cerita yang tidak pernah dituturkannya kepada saya sebelumnya, sebuah kisah yang membuat saya terkejut sekaligus bersyukur.


          Seminggu sebelum sahabat baiknya menikah, Abang saya diajak ke luar kota dengan keluarga calon mempelai beserta kedua calon mempelai. Pada suatu sore, di jalan pulang, Abang saya yang membawa mobil di jalan tol dengan kecepatan standart 80 km/jam. Tepat pukul 18.00 WIB (saat maghrib), dimana banyak orang berkata bahwa jam tersebut adalah jam dimana para makhluk halus berkeliaran untuk “memanggil” mereka yang masih hidup, tepat di jalan tol itu, mobil tersebut mengalami pecah ban (kanan belakang). Kemudian secara refleks, Abang saya membanting stir ke arah kanan dan mobil tersebut berputar di tempat selama beberapa kali. Sontak seluruh penumpang yang berada di dalam mobil tersebut berteriak histeris. Namun bersyukur ketika tidak ada mobil lain yang sedang berada di sisi kanan-kiri atau di sisi depan-belakang mobil, sehingga tidak terjadi kecelakaan dengan mobil lain. Namun karena kecepatan mobil yang lumayan tinggi dan kondisi ban yang secara tiba-tiba pecah kemudian mobil berputar-putar di tempat, wajar saja bila para penumpang mengalami histeria beberapa saat, bahkan sampai saat ini mempelai wanita pun trauma dengan jalan tol. Keesokan harinya, ketika Abang saya dan kedua calon pengantin pergi Ibadah Minggu bersama, mereka mendengarkan nyanyian dari Kidung Jemaat 438, “Apapun Juga Menimpamu”, secara refleks mereka pun menangis. Ya, Tuhan sudah menjaga mereka dari maut yang hampir menjemput mereka semalam. Karena adanya kejadian itu, Abang saya selalu ingin menangis setiap mendengarkan lagu tersebut.


          Hal ini hampir sama seperti yang saya alami sewaktu TK (silahkan baca di link http://www.windysitinjak.blogspot.com/2013/05/yesus-menyelamatkan-aku-melalui-seorang.html). Ketika maut mengurungkan niat untuk menjemput, saat itulah saya bersyukur karena saya diberikan kesempatan yang kedua untuk hidup. Memang selama saya hidup, saya tidak pernah mengalami kondisi Mati Suri atau masa-masa Koma di rumah sakit, dimana saya sempat tidak sadarkan diri, seperti orang yang meninggal namun nyawa masih melekat di badan. Saya juga belum pernah mengalami “penglihatan” mengenai bentuk rupa Tuhan beserta isi Sorga, seperti yang dialami oleh beberapa orang yang pernah Mati Suri dan pernah melihat sosok Tuhan. Tetapi dengan kondisi yang masih sadar pun saya merasa diberikan kesempatan kedua untuk hidup, demikian juga dengan Abang saya yang saat itu menceritakan kisahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Saya dan Abang saya diperbolehkan untuk melihat dengan mata kepala sendiri secara langsung dalam kondisi yang sadar, bagaimana kejadian lengkap ketika ajal ingin menjemput kemudian kami terselamatkan. Shock dan trauma bukanlah hal yang mencengangkan ketika kami mengalami kejadian buruk, tetapi rasa syukur yang meluap dari dalam hati jauh melebihi rasa shock tersebut. Secara tidak sadar pun, masing-masing dari kami mengatakan dalam hati, “Thanks God, you saved my life”, ketika menyadari bahwa nyawa kami masih melekat di badan.


          Kita semua pasti memiliki pengalaman tertentu, yang membuat kita merasakan perlindungan Tuhan yang sangat luar biasa di dalam kehidupan kita. Ketika ajal batal menjemput, atau ketika Tuhan ingin mengingatkan kita mengenai suatu hal melalui sebuah kejadian. Tuhan seperti Induk Burung Rajawali yang mendorong anaknya dari tebing yang tinggi, membiarkan Anak Rajawali jatuh dari tebing itu kemudian berusaha untuk mengepakkan sayapnya agar bisa terbang. Namun ketika si Anak Rajawali belum berhasil terbang, Induk Rajawali selalu terbang ke dasar tebing untuk menjemput Anaknya, dan membawanya kembali ke atas tebing yang tinggi. Karena Induk tidak akan membiarkan Anaknya terhempas ke tanah. Demikian juga Tuhan tidak akan pernah membiarkan kita terjatuh dan terluka. Dia selalu melindungi kita dari marabahaya, Dia selalu melingkupi kita dengan sayap-Nya, Dia selalu menjaga kita di segala kondisi seperti lagu di Kidung Jemaat 438 tersebut. Dan kita patut bersyukur ketika Tuhan selalu berada di samping kita, melindungi kita dalam kondisi apapun. Tidak seperti kita yang berada di sisi Tuhan ketika kita mengalami kesusahan. Sedangkan ketika masa-masa bahagia, kita meninggalkan Tuhan entah dimana.


          Dan ketika suatu saat nanti ajal benar-benar menjemput, di saat itulah Tuhan tersenyum karena anak-Nya yang tersayang sudah kembali ke pelukan-Nya. Apakah itu tandanya Dia sudah selesai menjaga kita ? Tidak, Dia akan selalu menjaga kita dimanapun kita berada. Dan di saat kita sudah benar-benar berada di sisi-Nya di Surga, tidak akan ada lagi kejadian buruk yang bisa merenggut nyawa kita, tidak akan ada lagi kejadian yang membuat kita trauma, karena kita tahu bahwa kita sudah mendapatkan tempat terindah di Surga bersama Dia yang selalu melindungi kita dimanapun, kapanpun, dalam kondisi apapun, bersama siapapun, bahkan berapa kali kecelakaan pun. Sebab Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita sendiri, meski kita merasa kesepian, dan Tuhan tidak akan pernah menyetujui maut menjemput sebelum Dia mengatakan, “Tugasmu sudah selesai, pulanglah, kembalilah pada-Ku”.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.



Kidung Jemaat 438, “Apapun Juga Menimpamu”

Apapun juga menimpamu, Tuhan menjagamu.
Lautan kasih-Nya pelindungmu, Tuhan menjagamu.
Tuhan menjagamu, waktu tenang atau tegang.
Dia menjagamu, Tuhan menjagamu.

Bila menanggung beban berat, Tuhan menjagamu.
Masa depanmu kelam pekat, Tuhan menjagamu.
Tuhan menjagamu, waktu tenang atau tegang.
Dia menjagamu, Tuhan menjagamu.

Dipelihara-Nya hidupmu, Tuhan menjagamu.
Dan didengarkan-Nya doamu, Tuhan menjagamu.
Tuhan menjagamu, waktu tenang atau tegang.
Dia menjagamu, Tuhan menjagamu.

Cobaan apa mengganggumu ? Tuhan menjagamu.
Buatlah Yesus sandaranmu, Tuhan menjagamu.
Tuhan menjagamu, waktu tenang atau tegang.
Dia menjagamu, Tuhan menjagamu.