Ide
tulisan ini berawal dari sebuah peristiwa di hari Sabtu, 9 April 2016. Ketika
saya sedang mempersiapkan diri untuk pulang ke rumah, tanpa diberikan aba-aba
hampir seluruh teman-teman saya di ruangan itu menyanyikan lagu “Happy Birthday”. Saya terkejut dan
melihat ke belakang ruangan, saya pikir ada salah satu dari teman kami yang
sedang berulang tahun. Namun saya tidak melihat seorang pun teman kami yang
sedang dikerumuni sebagai tanda perayaan. Kemudian saya kembali membereskan perlengkapan
saya dan seketika itu juga seorang dari mereka maju ke depan kemudian memberikan
bingkisan berukuran sedang dan berkata “Ini dari kita semua, maaf ya kalau
terlambat kasihnya, semoga lo suka”. Seketika itu juga saya merasa terharu,
ingin menangis tapi malu. Ada dua barang dan satu kartu ucapan yang ditulis dan
ditandatangani oleh 18 orang, ingin saya baca tapi takut banjir air mata.
Kemudian saya membungkusnya kembali agar saya bisa “membereskannya” di rumah.
Selama ini saya memang “melayani” mereka tanpa meminta balasan sedikitpun. Meski
terkadang saya merasa lelah, namun saya tidak boleh mengeluh karena saya tahu
bahwa itu adalah tanggung jawab saya sebagai Pemimpin Kelompok yang mereka
tunjuk dan mereka percayakan kepada saya.
Ketika
dalam perjalanan pulang, saya pun berpikir dan bergumam dalam hati, “Mereka baik banget ya ? Perasaan kemaren salah
satu dari mereka yang baru pulang dari negeri seberang udah kasih oleh-oleh ke
gue. Terus sekarang dapet kado ultah lagi. Meski udah lewat 2 minggu tapi
mereka niat buat kasih loh. Kayaknya apa yang gue lakukan ke mereka standart
aja deh, gak berlebihan, tapi kenapa mereka bales budinya begitu banget ?”.
Karena hal itu, saya pun menjadi flash back
ke belakang, pada tahun ini saya mendapatkan tiga hadiah ulang tahun. Pada awal
Maret saya mendapatkan sepatu bahan dari Abang saya, seminggu setelah Hari H
saya mendapatkan tas dari kekasih saya, dan seminggu setelahnya pun mendapatkan
dompet bermerk MC berwarna hijau tosca
beserta kemeja wanita dari teman-teman saya tersebut. Ini adalah tahun dimana
saya mendapatkan banyak hadiah ulang tahun, karena biasanya saya tidak terlalu
heboh ketika menjalani hari ulang tahun dan saya tidak pernah menuntut hadiah
ulang tahun karena saya tahu bahwa setiap orang memiliki kebutuhan yang tidak
boleh saya “jarah”. Mungkin ketika saya menuntut untuk diberikan sesuatu dari
orang lain kemudian pada saat yang sama ternyata orang tersebut sedang
membutuhkan uang untuk hal yang lebih penting. Who knows ? Tidak berhenti sampai di situ, saya pun semakin flash back ke belakang, mengingat semua
hadiah ulang tahun yang telah diberikan oleh keluarga, sahabat dan teman-teman terkasih.
Pada
tahun 2007 ketika saya mengadakan pesta ulang tahun di rumah yang mengundang
beberapa teman gereja, saya mendapatkan sebuah tas bahan berwarna pink dimana
ada boneka kucing berwarna hitam di depannya. Sampai saat ini tas tersebut
masih ada dan masih saya gunakan. Pada tahun 2010 saya mendapatkan sebuah hand phone bermerk CB82B berwarna putih
hijau dari teman satu genk di kampus
Cawang karena hand phone saya yang
sebelumnya bermerk SE mengalami keretakan fatal pada LCDnya. Ayah saya pun
sampai heran mengapa hadiah yang diberikan oleh sekitar 6 orang tersebut sangat
“serius” mengingat status mereka hanyalah mahasiswi yang uang jajannya pun terbatas,
namun itulah kebaikan mereka yang luar biasa. Mungkin mereka juga memahami
bahwa saya membutuhkan sarana untuk menyebarkan informasi sebagai Ketua Kelompok
di tempat tersebut, karena itu mereka memberikan hadiah yang luar biasa “wah”.
Namun sayang hand phone tersebut
sudah dipensiunkan pada tahun 2013 yang lalu karena kerusakan mesin setelah
mengabdi selama 3 tahun. Pada tahun 2011 saya mendapatkan hadiah sebuah
Notebook berwarna merah bermerk HP dari Abang saya, hingga saat ini Notebook
tersebut masih saya gunakan sebagai sarana untuk melihat dan memahami isi
dunia. Pada tahun 2012 saya mendapatkan sebuah dompet berwarna pink bermerk MT
dari sahabat kampus saya sekitar 3 orang, dan dompet itu baru saja saya pensiunkan
dalam masa tugasnya yang sudah 3 tahun mengabdi sebagai benda yang selalu saya
bawa kemanapun saya pergi. Pada tahun 2013 saya mendapatkan hand phone bermerk BB berwarna putih dari
Abang saya, dan hingga sekarang saya masih menggunakannya sebagai alat
komunikasi yang utama, termasuk sebagai sarana dalam menyebarkan informasi
sebagai Mantan Ketua Kelompok yang dirasa memiliki jaringan luas karena masih
membina relasi dengan teman lainnya, serta sebagai Ketua Kelompok di lokasi
yang baru. Di tahun yang sama saya mendapatkan sebuah karikatur lucu yang
diberikan oleh sahabat saya sekitar 3 orang, dan hingga sekarang karikatur tersebut
masih saya simpan dengan rapih. Di tahun 2014 saya mendapatkan sebuah hand phone bermerk SF berwarna hitam
dari seorang sahabat yang tidak ada momen apapun namun tetap memberikan hadiah.
Di tahun 2015 saya mendapatkan jam tangan dari Kakak saya, namun jarang saya
gunakan karena lebih praktis menggunakan jam di hand phone. Dan sesungguhnya masih banyak lagi pemberian yang saya
dapatkan, tidak terbatas pada barang namun juga uang, bahkan waktu, pikiran dan
tenaga yang telah mereka berikan kepada saya. Terlebih dari keluarga inti saya
yang sudah memberikan banyak hal kepada saya, mulai dari barang, uang, pendidikan
moral dan agama, rasa aman dan kekeluargaan. Semua hal yang tidak akan bisa
saya setarakan dengan nilai rupiah atau dollar sekalipun.
Di sini
saya tidak bermaksud untuk menyombongkan diri bahwa saya mendapatkan banyak
hadiah karena saya adalah pribadi yang dicintai oleh orang banyak. Saya pun
menyadari bahwa saya bukanlah seorang bintang yang dipuja oleh banyak orang,
bukan pemimpin yang disegani oleh semua bangsa, bukan pribadi yang handal dalam
membina hubungan dengan banyak orang. Saya hanyalah pribadi yang datang dari
keluarga “menengah ke bawah” yang sadar diri akan status yang tidak
membanggakan, pribadi yang mobilitasnya terbatas karena mengemban tugas
kekeluargaan, pribadi yang hanya mahir dalam membina hubungan secara privacy dengan beberapa orang saja.
Saya pun
teringat pada perkataan bijak yang mengatakan bahwa “Kamu akan bersyukur ketika
kamu menghitung semua yang telah KAMU DAPATKAN dari orang lain, dan kamu akan
mengeluh ketika kamu menghitung semua yang telah KAMU BERIKAN kepada orang
lain”. Hal ini juga senada dengan lagu Rohani Kristen yang liriknya “Berkat
Tuhan mari hitunglah, kau ‘kan kagum oleh kasih-Nya. Berkat Tuhan mari
hitunglah, kau niscaya kagum oleh kasih-Nya”. Memang benar adanya prinsip
tersebut. Saya juga merasa bersyukur bahwa setiap hadiah dari keluarga,
sahabat, dan teman saya tersebut sesungguhnya bukan hadiah yang saya minta
secara spesifik kepada mereka, bahkan saya sama sekali tidak memberikan kode
tertentu kepada mereka bahwa saya ingin diberikan hadiah. Yang jelas, saya
selalu mendapatkan apa yang saya butuhkan, tanpa saya minta kepada mereka
bahkan tanpa saya doakan kepada Tuhan. Semua hadiah pemberian tersebut mengalir
begitu saja dari tahun ke tahun, tepat seperti yang tertulis dalam Alkitab, “Kecaplah
dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu !” (Mazmur 34:9a).
Namun sebenarnya
ada fakta yang kita temui ketika manusia memberikan hadiah, ada beberapa hal
yang bertolak belakang dengan kondisi ketika Tuhan memberikan hadiah. Ketika
manusia memberikan suatu hadiah, maka ia memberikannya di saat tertentu (seperti
saat ulang tahun, menikah, kenaikan jabatan, atau bahkan dalam kondisi “ada
udang di balik batu”), manusia akan memberikan sesuatu kepada orang lain yang
dekat dengan dia atau orang yang sudah sangat baik kepadanya, manusia akan
mempertimbangkan segala sesuatu sebelum memberikan hadiah (mulai dari jumlah
uang yang harus dikeluarkan, waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan hadiah,
jenis dan jumlah barang atau jasa yang akan diberikan, dan masih banyak lagi).
Namun Tuhan tidak melihat itu semua, bahkan Ia tetap memberikan hadiah kepada
manusia meski dalam kondisi hujan badai sekalipun. Ya, pertolongan yang datang
dari pada-Nya merupakan salah satu hadiah yang Tuhan berikan. Namun tidak hanya
itu saja, Ia memberikan lebih banyak dari yang kita lihat atau perhitungkan.
Bahkan secara tidak sadar kita terkadang tidak bersyukur atas oksigen yang kita
hirup setiap detik ketika bernafas, setiap udara pagi yang kita rasakan, setiap
kehangatan sinar matahari yang kita nikmati, setiap makanan dan minuman yang kita
kecap, setiap kesehatan yang kita peroleh, setiap kebutuhan (Primer, Sekunder,
Tersier) yang kita dapatkan, setiap keberhasilan yang kita raih, setiap “virus”
senyum dan tawa yang kita dapatkan atau “tularkan” kepada orang lain, setiap
Guru Kehidupan (seperti keluarga, sahabat, teman, orang sekitar, bahkan musuh)
yang kita temui, bahkan setiap masalah yang kita hadapi (karena pada dasarnya setiap
masalah diciptakan untuk membentuk kedewasaan kita). Terkadang kita merasa
bahwa hal-hal tersebut adalah aktivitas yang hambar, tawar, datar karena menjadi
kebiasaan sehari-hari yang terasa konstan untuk dijalani. Kita pun mulai tidak
menyadari bahwa sesungguhnya setiap saat
yang kita lalui adalah hadiah (every
present is always a PRESENT). Seperti ada tertulis dalam Alkitab “Tak
berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap
pagi, besar kesetiaan-Mu” (Ratapan 3:22-23).
Kita bahkan
tidak menyadari bahwa pada saat-saat tertentu bisa saja nyawa kita terancam dan
saat itu juga kita pulang ke Rumah Bapa di Surga, karena kita terlalu berfokus
pada aktivitas kita yang terasa monoton saat dilalui sampai tidak sadar bahwa
di belakang sana maut batal menjemput kita. Hal ini saya alami saat menyeberangi
rel kereta di dekat rumah saya. Sebagai informasi tambahan, di satu sisi,
sekitar 50 meter dari Pintu Penyeberangan Orang, terdapat Pintu Rel Kerta Api
yang memiliki Palang Penjaga beserta operatornya. Namun di sisi yang lain,
sekitar 50 meter dari titik yang sama, rel kereta itu berbelok ke satu sisi
sehingga kita sulit untuk melihat datangnya kereta dari arah sana karena
Gerbong Besi tertutup oleh pagar rel kereta yang berbentuk menikung. Sekitar dua
kali saya mengalami hal ini ketika saya ingin menyeberang rel kereta namun
ternyata secara tidak sadar kereta tersebut sudah sangat dekat dengan saya. Saya
mengidentifikasi bahwa jika tidak ada kendaraan yang lewat maka Pintu Rel
Kereta sudah ditutup yang bermakna bahwa akan ada kereta yang lewat. Saat itu
saya melihat bahwa masih banyak kendaraan yang lalu lalang menyeberang rel kereta,
saya pikir tidak ada kereta yang akan lewat. Namun saat di tengah penyeberangan
rel kereta, saya melihat ke arah yang sebaliknya dan melihat Gerbong Besi
sedang menunjukkan “batang hidungnya” di tikungan tersebut, kemudian saya pun
mempercepat langkah kaki saya (seperti yang kita ketahui bahwa kecepatan kereta
tidak bisa kita hitung secara kasat mata, tiba-tiba sudah dekat dengan kita).
Di kesempatan
lainnya, saya baru sadar bahwa di arah tikungan tersebut ternyata ada kereta
yang sedang lewat ketika saya sudah sampai di seberang rel kereta, namun yang
mengejutkan bahwa saat itu Gerbong Besi tersebut baru saja berada di belakang
saya, mungkin rentang waktu 5 detik antara saya sudah tiba di seberang dan saat
itu juga kereta sudah ada di titik tempat saya berdiri. Ditambah lagi ada
cerita mistis bahwa beberapa korban sudah merenggang nyawa di sana, entah
karena putus asa dalam menghadapi kehidupan atau memang sudah waktunya kembali
ke Pangkuan Bapa. Karena itu biasanya para korban tersebut “memanggil” mereka
yang masih hidup untuk “menyusul” ke kehidupan mereka. Namun saya selalu
bersyukur hingga detik ini saya masih diselamatkan, kembali melihat dengan mata
kepala sendiri dan dengan seluruh kesadaran bahwa Hadiah Terbesar dari Tuhan Yesus
bukan hanya pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Tetapi hadiah
itupun terus menerus menghampiri kehidupan saya baik melalui hadiah yang
diberikan oleh orang lain, keindahan hidup yang saya dapatkan, dan yang
terutama ialah penyelamatan yang terus menerus Ia lakukan yang telah membuktikan
bahwa Dia tetap menjadi Juru Selamat saya di dunia sampai ke Surga kelak.
Saya juga
bersyukur bahwa di dalam hidup ini saya dikelilingi oleh banyak orang baik
karena prinsip hidup yang saya buat dan saya yakini bahwa “Orang baik pasti
dipertemukan dengan orang baik. Karena pada dasarnya setiap orang adalah baik,
diberikan hati nurani yang sama oleh Tuhan dan sama-sama diciptakan serupa
dengan gambaran-Nya. Ketika orang baik itu tergoda oleh iblis dan menjadi orang
jahat, itu bukanlah kewajiban saya untuk membalas kejahatannya, karena saya bukan
Tuhan ataupun malaikat yang bisa mengembalikan hukuman tersebut”. Saya juga
meyakini salah satu ajaran di Alkitab, “Karena apa yang ditabur orang, itu juga
yang akan dituainya” (Galatia 6:7b). Oleh sebab itu hadiah yang saya dapatkan
mungkin saja buah dari kebaikan yang saya lakukan, namun jika dikurangi dengan kesalahan
yang saya perbuat mungkin saja secara perhitungan manusia bahwa saya tidak
layak mendapatkan itu semua. Tetapi tidak untuk perhitungan Tuhan, Dia selalu
memberikan apa yang saya butuhkan tepat pada waktu-Nya, bahkan sebelum saya memintanya.
Oleh sebab itu saya pun patut bersyukur atas semua hadiah yang telah Tuhan
berikan selama saya hidup, baik hadiah yang sudah saya sadari bahwa saya telah menerimanya,
maupun hadiah yang belum saya sadari bahwa saya sudah memilikinya sejak lama. Maka
“Bersyukurlah kepada Tuhan sebab Ia baik ! Bahwasanya untuk selama-lamanya
kasih setia-Nya” (Mazmur 118:1) dan “Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah
lupakan segala kebaikan-Nya !” (Mazmur 103:2).
Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.