Rabu, 25 Juni 2014

“Kado” dari Tuhan

          Saya memiliki 2 orang keponakan, si Kakak dan si Adik. Mereka adalah kedua putri dari Kakak kandung saya. Pada pertengahan Juni kemarin si Adik bertambah usia, secara otomatis si Kakak juga harus mendapat hadiah agar tidak terkesan diskriminatif dan menimbulkan kepahitan tersendiri. Karena mereka masih kecil dan sifat egoisnya masih tinggi, sedikit perbedaan saja dapat membuat iri hati dan saling merebut. Dengan demikian, kami harus memberikan hadiah yang sama persis, mulai dari isi sampai dengan bungkusnya. Namun seiring dengan bertambahnya usia, maka kebutuhan mereka sudah berbeda. Dan mereka mulai belajar untuk mengenal perbedaan akan kebutuhan, tidak hanya mengikuti keinginan mereka saja.


          Si Kakak yang lahir pada akhir tahun 2007 kini berusia 7 tahun, dan si Adik yang lahir pada pertengahan tahun 2009 kini berusia 5 tahun. Karena si Adik ingin sepatu yang menyala saat diinjak, si Kakak pun meminta sepatu multi fungsi yang memiliki roda. Walhasil, saya kembali berkeliling ke sejumlah tempat perbelanjaan untuk mencarinya, seperti pada tahun-tahun sebelumnya saya harus membeli baju dan celana yang berwarna dan bermotif sama namun ukurannya berbeda (agar mereka tidak saling iri hati dan saling merebut), kali ini saya harus kembali menjalani tugas saya sebagai seorang Tante untuk mencari sepatu yang mereka impikan. Setelah saya berkeliling ke 5 tempat perbelanjaan selama setengah hari dan mendapatkan kedua barang yang mereka inginkan, saya pulang ke rumah dan membungkusnya. Esok harinya mereka datang ke rumah kami untuk mengambil hadiah tersebut. Namun hal yang paling unik dari sifat si Adik ialah, dia adalah anak yang Mata Kadoan (bukan Mata Duitan). Meskipun dia sudah diberikan uang sebagai “salam tempel” yang jumlahnya lebih besar dari pada harga kado, namun ia tetap saja menganggap bahwa orang tersebut belum memberikan kado.


          Wajar saja, anak-anak memang suka dengan kado apa pun. Cokelat dan permen dengan harga minim namun dibungkus dengan kertas kado yang indah pun sudah membuat mereka bahagia. Atau bahkan kumpulan snack yang beraneka jenis mulai dari permen, coklat, wafer, bolu, crackers, agar-agar, susu atau teh yang biasa dijadikan sebagai bingkisan saat anak-anak ulang tahun seharga (minimal) Rp 5.000 tiap plastik saja sudah membuat anak-anak bahagia karena packaging-nya yang lucu dan unik, dibungkus dengan plastik beraneka gambar tokoh kartun yang penuh warna ditambah dengan pita berwarna. Mungkin itulah yang menarik dari kado atau bingkisan anak lainnya, karena dibungkus oleh kertas kado yang berwarna-warni dengan segala hiasannya yang unik, atau bahkan bentuknya yang berbagai rupa dan ditumpuk menjadi satu sehingga tampak ramai dan membuat mereka bahagia sekaligus penasaran dengan isinya. Ya, anak-anak memang belum bisa menghitung jumlah materi yang diberikan dalam kado itu, bahkan mereka tidak peduli akan ratusan ribu atau hanya puluhan ribu jika kado tersebut di-uang-kan, yang penting mereka mendapatkan kado dan mereka merasa senang.


          Sesungguhnya saat itu hanya orang tua saya (Ompung dari si Kakak dan si Adik) yang ingin memberikan kado. Biaya untuk membeli kado pun berasal dari orang tua saya meskipun saya yang mencari dan membelinya. Bisa dikatakan, saya hanya memberikan jasa karena keterbatasan materi. Wajar saja, saya belum memiliki pendapatan yang tetap. Hingga tulisan ini saya buat, pekerjaan saya adalah Job Seeker di sebuah rumah tinggal dengan jabatan sebagai Fresh Graduated. Namun demikian, saya tetap berusaha untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka melalui jasa-jasa saya, terutama waktu dan tenaga yang saya kerahkan untuk bermain dengan mereka. Mereka adalah anak yang sangat aktif, saya selalu kelelahan saat bermain dengan mereka, apalagi mereka suka sekali digendong. Walhasil, saya menggendong si Kakak di sebelah kanan dan si Adik di sebelah kiri, atau bahkan si Kakak menempel di punggung saya (di-gemblok) dan si Adik di depan saya (di-gendong). Meski penuh peluh, pegal, kamar menjadi berantakan, sampai rambut saya juga ikut berantakan karena “dirombak” oleh mereka, tetapi saya sangat senang bermain dengan mereka dan banyak momen indah saya bersama mereka.


          Saat si Adik bertambah usia tahun ini, saat itu juga istri dari salah satu Abang saya pulang dari tugasnya di negeri lain dan membawakan buah tangan untuk si Kakak dan si Adik seperti biasanya. Kemudian Kakak saya me-request agar saya mem-package buah tangan tersebut dengan kertas kado, anggap saja kado dari Abang saya dan istrinya, agar si Kakak dan si Adik senang. Dan kemudian request-an itu berlanjut, “Sekalian aja lo bungkusin atas nama lo dan si Anak Ketiga, lo kasih apa aja deh, permen satu biji tapi dibungkus kado juga senang itu anak. Sekalian bungkusin atas nama gue ya. Soalnya dia nagih kado dari gue, padahal lo tau sendiri kan gue udah beli kue ulang tahun sama Tiket Bermain yang cukup menguras kantong biar mereka senang. Hahaha,,, Orang tua mana sih yang gak pengen anaknya bahagia ? Lagian gue gak sempat cari kado, sibuk kerja gini, makanya gue minta tolong lo buat cariin sepatu mereka. Thank you ya Dek”.


          Special by request, saat itu saya langsung membelikan barang-barang yang unik dan lucu di toko terdekat sebagai tambahan kado atas nama saya dan Abang saya si Anak Ketiga. Mungkin bukan hadiah yang terlalu serius seperti sepatu atau baju, tetapi semuanya saya lakukan agar si Kakak dan si Adik senang. Sekitar 2 jam kemudian sudah ada 8 kado untuk mereka berdua, 4 kado untuk si Kakak, 4 kado untuk si Adik, harus adil dan merata. Sepertinya tahun ini adalah Tahun Pesta Kado bagi mereka, karena baru kali ini mereka mendapatkan lebih dari 2 kado setiap orang. Dan mereka pun bahagia karena melihat tumpukan kado di meja ruang tamu rumah kami. Itulah kebahagiaan anak-anak yang dapat kita lihat, segala sesuatu tampak indah dan seolah tidak memiliki penderitaan serta kesedihan. Setiap waktu tertawa riang dan semua keinginannya terpenuhi (berdasarkan prinsip “Kebahagiaan sejati bagi para orang tua adalah melihat anaknya berbahagia”).


          Anak-anak yang begitu polos tidak peduli akan jumlah materi jika kado mereka di-uang-kan. Mereka juga tidak peduli akan isi kado yang serius dan mahal, atau isi kado yang murah meski dibungkus mewah. Yang mereka inginkan adalah pemberian yang dibungkus indah. Berbeda dengan orang dewasa, tidak peduli akan packaging, yang terpenting ialah isi kado yang berharga dan berguna. Mendapatkan selembar uang biru bergambar I Gusti Ngurah Rai atau selembar uang merah bergambar Soekarno-Hatta sebagai “salam tempel” saja sudah sangat bahagia meski tidak dibungkus kertas kado atau selembar amplop pun. Orang dewasa akan menerimanya dengan penuh senyum sambil berkata “Lumayan nih, lo tau aja kalo gue lagi butuh “mentahnya”. Suntikan Dana Segar banget nih buat dompet gue yang lagi “koma”. Soalnya ini dompet “nafasnya” udah Senin Kamis, maksudnya cuma “bernafas” di hari Senin dan Kamis aja, hari lainnya megap-megap sesak nafas. Thanks a lot ya, sering-sering aja kayak gini, gue terima dengan senang hati serta tulus ikhlas kok. Hahahahaha…”.


          Itulah perbedaan yang jauh antara anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masih merasa bahagia meski diberikan sebungkus permen seharga Rp 5.000 dengan dibungkus kertas kado. Tetapi jika hal ini diberlakukan kepada orang dewasa, maka mereka akan berkomentar, “Yaelah, permen goceng doank pake dibungkus. Gak ada yang lebih bagus apa ya hadiahnya ? Baju, jaket, topi, jam, atau hand phone 200 rebuan kek”, terkesan sangat Mata Duitan, bukan ? Wajar saja, orang dewasa sudah memiliki Pemikiran Ekonomis mengenai untung dan rugi, jadi terkesan lebih perhitungan dan tidak mau rugi, meski tidak semua orang dewasa memiliki sifat “selalu ingin untung”.


          Namun ada persamaan antara orang dewasa dan anak-anak, mereka sama-sama suka dengan kado atau hadiah (meskipun orang dewasa lebih mementingkan isi kado dari pada bungkusnya, sedangkan anak-anak tidak terlalu mementingkan isi kadonya). Kita pun demikian, sebagai orang dewasa kita pasti sudah mengenal hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk. Dan “kado” dari Tuhan tidak selalu dibungkus dengan indah, yang terpenting ialah isinya, bukan ? Sebagai contoh, ketika kita dikaruniakan orang-orang yang selalu membuat kita emosi, “bungkus kado” itu sangat buruk, karena kita selalu emosi akibat orang-orang tersebut, mereka membuat kita terus menerus “meledak”. Namun “isi kado”-nya ialah, kita belajar mengenai Ilmu Pengendalian Diri, bagaimana cara kita untuk bersabar menghadapi orang-orang yang menyebalkan, bagaimana cara kita meredam emosi dan menyalurkannya ke hal-hal yang positif, bagaimana cara kita mengatur mood agar selalu bersukacita, dan masih banyak lagi. Atau di saat kita memiliki berbagai persoalan hidup yang terasa berat jika dipikul, “bungkus kado”-nya buruk, bukan ? Namun yang perlu kita sadari ialah, hal itu diberikan Tuhan agar kita kuat, “isi kado”-nya sangat indah. Karena segala sesuatu yang diberikan Tuhan ialah baik, dengan tujuan yang baik, karena Tuhan sendiri pun baik. Tuhan tidak hanya memberikan cobaan agar manusia menjadi pribadi yang kuat, tetapi Ia juga memberikan kekuatan agar manusia tetap kuat dalam menjalani segala perkara.


          Dan di dalam hidup ini kita juga bisa menemukan “bungkus kado yang indah” tetapi “isi kado”-nya tidak. Sebagai contoh, ketika kita tergiur untuk melakukan korupsi, secara otomatis “bungkus kado” itu sangat indah. Bagaimana tidak ? Uang bisa membeli segalanya, termasuk hukum dan kekuasaan. Uang juga bisa membuat perut kenyang dan otak menjadi segar kembali. Tidak hanya itu saja, uang juga bisa membuat kita berada satu tingkat di atas orang lain yang disebut stratifikasi sosial (pengelompokan masyarakat secara vertikal atau bertingkat). Yang kaya berada di tingkat paling atas, sedangkan yang miskin berada di dasar piramid stratifikasi. Namun di sisi lain, “isi kado”-nya sudah kita ketahui buruk. Ketika kita menjadi Hamba Uang, kita akan bersikap money oriented, selalu terobsesi dengan materi bahkan mengerahkan segala cara negatif untuk mendapatannya. Yang ada di otak kita hanyalah “Uang, uang, uang dan uang”, dan prinsip hidup kita adalah “Do it for duit” (baca : du it for duit). Karena menghamba kepada uang, kita menjadi pelit atau kikir, selalu menilai segala sesuatu dengan uang, selalu “menjalankan” segala sesuatu dengan uang dan berprinsip “When my money talks, everybody would be silent” (ketika uang saya sudah berbicara, maka semua orang akan bungkam). Atau ketika kita terlibat Pergaulan Bebas yang selalu mengkonsumsi alkohol dan narkoba secara berlebih serta berhubungan badan dengan banyak orang, kita akan merasa bahagia. Bagaimana tidak ? Narkoba dan minuman keras akan membuat kita terbang melayang melupakan semua problema hidup, membuat kita tidak sadarkan diri untuk sementara (jika digunakan dengan tidak berlebih) atau bahkan untuk selamanya (akibat over dosis). Dan ketika kita sudah terlibat di dalamnya, kita akan sulit keluar dari Jerat Maut tersebut.


          Dengan demikian kita bisa membuktikan bahwa semua yang manis belum tentu baik dan semua yang pahit belum tentu jahat. “Kado” dari Tuhan memang tidak selalu dibungkus dengan indah, tetapi selalu berisi karunia dan anugerah. Karena segala sesuatu yang Tuhan anugerahkan bukanlah kado yang diberikan hanya pada momen-momen berharga tertentu seperti ulang tahun atau kenaikan kelas (seperti halnya 8 kado yang kami berikan kepada si Kakak dan si Adik saat mereka ulang tahun, satu tahun sekali). Tetapi kita mendapat “kado” dari Tuhan setiap hari, bahkan setiap detik, yakni anugerah nafas kehidupan yang berhembus setiap detik. Tuhan juga memberikan “kado” setiap saat, meski kita dalam kondisi terburuk sekalipun. Ketika kita sedang sedih, Tuhan memberikan “kado” berupa penghiburan dan suka cita. Saat kita sedang terpuruk, Tuhan memberikan “kado” berupa pelukan yang menguatkan. Ketika kita sedang emosi, Tuhan memberikan “kado” berupa ketenangan jiwa. Saat kita mengalami kekecewaan, Tuhan memberikan “kado” berupa rasa ikhlas dan pengampunan. Sebab Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.


          Tidak hanya itu saja, Tuhan memberikan “kado” bukan karena kita sudah melakukan suatu kewajiban atau keberhasilan, seperti mendapat Ranking 1 di kelas atau menjadi Juara Bertahan di tingkat Nasional. “Kado” dari Tuhan bukanlah perwujudan dari sikap reward and punishment (jika kita berhasil maka akan mendapat reward, jika kita gagal maka akan mendapat punishment). Tetapi Tuhan tetap memberikan “kado” meskipun kita seharusnya mendapatkan punishment. Ya, Allah Bapa mengutus Yesus Kristus untuk menjadi Juru S’lamat manusia, memikul salib dan mati di Bukit Golgota untuk menyelamatkan manusia berdosa. Memikul salib yang seharusnya kita pikul, menyerahkan nyawa yang seharusnya tidak Ia serahkan. Tetapi karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).


          Semua “kado” dari Tuhan adalah anugerah, pemberian secara cuma-cuma, kasih tanpa pamrih, dan selalu memberi meski kita tidak memberi, bahkan kita sering kali tidak mensyukuri pemberian tersebut. “Kado” dari Tuhan adalah “kado” terindah dari segala kado yang telah kita terima dari manusia di dunia ini, “kado” yang tidak bisa dinilai dengan uang, “kado” yang diberikan setiap detik sejak kita menghirup nafas pertama sampai menghembuskan nafas terakhir. Karena Allah adalah Sumber Kasih yang memberikan hal-hal baik, dengan tujuan yang baik karena Dia sendiri adalah Pribadi yang baik dan sumber dari segala yang baik.


Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.