Saya memiliki 2 orang keponakan, si Kakak dan si Adik. Mereka adalah kedua putri
dari Kakak kandung saya. Pada pertengahan Juni kemarin si Adik bertambah usia, secara
otomatis si Kakak juga harus mendapat hadiah agar tidak terkesan diskriminatif
dan menimbulkan kepahitan tersendiri. Karena mereka masih kecil dan sifat
egoisnya masih tinggi, sedikit perbedaan saja dapat membuat iri hati dan saling
merebut. Dengan demikian, kami harus memberikan hadiah yang sama persis, mulai
dari isi sampai dengan bungkusnya. Namun seiring dengan bertambahnya usia, maka
kebutuhan mereka sudah berbeda. Dan mereka mulai belajar untuk mengenal
perbedaan akan kebutuhan, tidak hanya mengikuti keinginan mereka saja.
Si Kakak yang lahir pada akhir tahun 2007 kini berusia 7 tahun, dan si Adik
yang lahir pada pertengahan tahun 2009 kini berusia 5 tahun. Karena si Adik
ingin sepatu yang menyala saat diinjak, si Kakak pun meminta sepatu multi
fungsi yang memiliki roda. Walhasil, saya kembali berkeliling ke sejumlah
tempat perbelanjaan untuk mencarinya, seperti pada tahun-tahun sebelumnya saya
harus membeli baju dan celana yang berwarna dan bermotif sama namun ukurannya
berbeda (agar mereka tidak saling iri hati dan saling merebut), kali ini saya
harus kembali menjalani tugas saya sebagai seorang Tante untuk mencari sepatu
yang mereka impikan. Setelah saya berkeliling ke 5 tempat perbelanjaan selama
setengah hari dan mendapatkan kedua barang yang mereka inginkan, saya pulang ke
rumah dan membungkusnya. Esok harinya mereka datang ke rumah kami untuk
mengambil hadiah tersebut. Namun hal yang paling unik dari sifat si Adik ialah,
dia adalah anak yang Mata Kadoan (bukan Mata Duitan). Meskipun dia sudah diberikan
uang sebagai “salam tempel” yang jumlahnya lebih besar dari pada harga kado,
namun ia tetap saja menganggap bahwa orang tersebut belum memberikan kado.
Wajar saja, anak-anak memang suka dengan kado apa pun. Cokelat dan permen
dengan harga minim namun dibungkus dengan kertas kado yang indah pun sudah
membuat mereka bahagia. Atau bahkan kumpulan snack yang beraneka jenis mulai dari permen, coklat, wafer, bolu, crackers, agar-agar, susu atau teh yang
biasa dijadikan sebagai bingkisan saat anak-anak ulang tahun seharga (minimal)
Rp 5.000 tiap plastik saja sudah membuat anak-anak bahagia karena packaging-nya yang lucu dan unik,
dibungkus dengan plastik beraneka gambar tokoh kartun yang penuh warna ditambah
dengan pita berwarna. Mungkin itulah yang menarik dari kado atau bingkisan anak
lainnya, karena dibungkus oleh kertas kado yang berwarna-warni dengan segala hiasannya
yang unik, atau bahkan bentuknya yang berbagai rupa dan ditumpuk menjadi satu sehingga
tampak ramai dan membuat mereka bahagia sekaligus penasaran dengan isinya. Ya,
anak-anak memang belum bisa menghitung jumlah materi yang diberikan dalam kado
itu, bahkan mereka tidak peduli akan ratusan ribu atau hanya puluhan ribu jika
kado tersebut di-uang-kan, yang penting mereka mendapatkan kado dan mereka
merasa senang.
Sesungguhnya saat itu hanya orang tua saya (Ompung dari si Kakak dan si
Adik) yang ingin memberikan kado. Biaya untuk membeli kado pun berasal dari
orang tua saya meskipun saya yang mencari dan membelinya. Bisa dikatakan, saya
hanya memberikan jasa karena keterbatasan materi. Wajar saja, saya belum
memiliki pendapatan yang tetap. Hingga tulisan ini saya buat, pekerjaan saya adalah
Job Seeker di sebuah rumah tinggal dengan
jabatan sebagai Fresh Graduated.
Namun demikian, saya tetap berusaha untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka
melalui jasa-jasa saya, terutama waktu dan tenaga yang saya kerahkan untuk
bermain dengan mereka. Mereka adalah anak yang sangat aktif, saya selalu
kelelahan saat bermain dengan mereka, apalagi mereka suka sekali digendong.
Walhasil, saya menggendong si Kakak di sebelah kanan dan si Adik di sebelah
kiri, atau bahkan si Kakak menempel di punggung saya (di-gemblok) dan si Adik di depan saya (di-gendong). Meski penuh peluh,
pegal, kamar menjadi berantakan, sampai rambut saya juga ikut berantakan karena
“dirombak” oleh mereka, tetapi saya sangat senang bermain dengan mereka dan
banyak momen indah saya bersama mereka.
Saat si Adik bertambah usia tahun ini, saat itu juga istri dari salah satu
Abang saya pulang dari tugasnya di negeri lain dan membawakan buah tangan untuk
si Kakak dan si Adik seperti biasanya. Kemudian Kakak saya me-request agar saya mem-package buah tangan tersebut dengan
kertas kado, anggap saja kado dari Abang saya dan istrinya, agar si Kakak dan
si Adik senang. Dan kemudian request-an
itu berlanjut, “Sekalian aja lo bungkusin atas nama lo dan si Anak
Ketiga, lo kasih apa aja deh, permen satu biji tapi dibungkus kado juga senang itu anak. Sekalian bungkusin atas nama gue ya. Soalnya dia nagih kado dari gue, padahal lo tau sendiri kan gue udah beli kue
ulang tahun sama Tiket Bermain yang cukup menguras kantong biar mereka senang. Hahaha,,, Orang tua mana sih yang gak pengen
anaknya bahagia ? Lagian gue gak sempat cari kado, sibuk kerja gini,
makanya gue minta tolong lo buat cariin
sepatu mereka. Thank you ya Dek”.
Special by request, saat itu saya langsung membelikan barang-barang yang
unik dan lucu di toko terdekat sebagai tambahan kado atas nama saya dan Abang
saya si Anak Ketiga. Mungkin bukan hadiah yang terlalu serius seperti sepatu
atau baju, tetapi semuanya saya lakukan agar si Kakak dan si Adik senang.
Sekitar 2 jam kemudian sudah ada 8 kado untuk mereka berdua, 4 kado untuk si
Kakak, 4 kado untuk si Adik, harus adil dan merata. Sepertinya tahun ini adalah
Tahun Pesta Kado bagi mereka, karena baru kali ini mereka mendapatkan lebih
dari 2 kado setiap orang. Dan mereka pun bahagia karena melihat tumpukan kado
di meja ruang tamu rumah kami. Itulah kebahagiaan anak-anak yang dapat kita
lihat, segala sesuatu tampak indah dan seolah tidak memiliki penderitaan serta kesedihan.
Setiap waktu tertawa riang dan semua keinginannya terpenuhi (berdasarkan
prinsip “Kebahagiaan sejati bagi para orang tua adalah melihat anaknya
berbahagia”).
Anak-anak yang begitu polos tidak peduli akan jumlah materi jika kado
mereka di-uang-kan. Mereka juga tidak peduli akan isi kado yang serius dan
mahal, atau isi kado yang murah meski dibungkus mewah. Yang mereka inginkan
adalah pemberian yang dibungkus indah. Berbeda dengan orang dewasa, tidak
peduli akan packaging, yang
terpenting ialah isi kado yang berharga dan berguna. Mendapatkan selembar uang
biru bergambar I Gusti Ngurah Rai atau selembar uang merah bergambar
Soekarno-Hatta sebagai “salam tempel” saja sudah sangat bahagia meski tidak
dibungkus kertas kado atau selembar amplop pun. Orang dewasa akan menerimanya
dengan penuh senyum sambil berkata “Lumayan nih,
lo tau aja kalo gue lagi butuh “mentahnya”. Suntikan Dana Segar banget nih buat dompet gue yang
lagi “koma”. Soalnya ini dompet “nafasnya” udah
Senin Kamis, maksudnya cuma “bernafas”
di hari Senin dan Kamis aja, hari
lainnya megap-megap sesak nafas. Thanks a lot ya, sering-sering aja kayak gini, gue terima dengan senang
hati serta tulus ikhlas kok. Hahahahaha…”.
Itulah perbedaan yang jauh antara anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak
masih merasa bahagia meski diberikan sebungkus permen seharga Rp 5.000 dengan
dibungkus kertas kado. Tetapi jika hal ini diberlakukan kepada orang dewasa,
maka mereka akan berkomentar, “Yaelah,
permen goceng doank pake dibungkus. Gak ada yang lebih bagus apa ya hadiahnya ? Baju, jaket, topi, jam,
atau hand phone 200 rebuan kek”, terkesan sangat Mata Duitan,
bukan ? Wajar saja, orang dewasa sudah memiliki Pemikiran Ekonomis mengenai
untung dan rugi, jadi terkesan lebih perhitungan dan tidak mau rugi, meski
tidak semua orang dewasa memiliki sifat “selalu ingin untung”.
Namun ada persamaan antara orang dewasa dan anak-anak, mereka sama-sama
suka dengan kado atau hadiah (meskipun orang dewasa lebih mementingkan isi kado
dari pada bungkusnya, sedangkan anak-anak tidak terlalu mementingkan isi
kadonya). Kita pun demikian, sebagai orang dewasa kita pasti sudah mengenal
hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk. Dan “kado” dari Tuhan tidak selalu dibungkus
dengan indah, yang terpenting ialah isinya, bukan ? Sebagai contoh, ketika kita
dikaruniakan orang-orang yang selalu membuat kita emosi, “bungkus kado” itu
sangat buruk, karena kita selalu emosi akibat orang-orang tersebut, mereka
membuat kita terus menerus “meledak”. Namun “isi kado”-nya ialah, kita belajar mengenai
Ilmu Pengendalian Diri, bagaimana cara kita untuk bersabar menghadapi
orang-orang yang menyebalkan, bagaimana cara kita meredam emosi dan
menyalurkannya ke hal-hal yang positif, bagaimana cara kita mengatur mood agar selalu bersukacita, dan masih
banyak lagi. Atau di saat kita memiliki berbagai persoalan hidup yang terasa
berat jika dipikul, “bungkus kado”-nya buruk, bukan ? Namun yang perlu kita
sadari ialah, hal itu diberikan Tuhan agar kita kuat, “isi kado”-nya sangat
indah. Karena segala sesuatu yang diberikan Tuhan ialah baik, dengan tujuan
yang baik, karena Tuhan sendiri pun baik. Tuhan tidak hanya memberikan cobaan
agar manusia menjadi pribadi yang kuat, tetapi Ia juga memberikan kekuatan agar
manusia tetap kuat dalam menjalani segala perkara.
Dan di dalam hidup ini kita juga bisa menemukan “bungkus kado yang indah”
tetapi “isi kado”-nya tidak. Sebagai contoh, ketika kita tergiur untuk
melakukan korupsi, secara otomatis “bungkus kado” itu sangat indah. Bagaimana
tidak ? Uang bisa membeli segalanya, termasuk hukum dan kekuasaan. Uang juga
bisa membuat perut kenyang dan otak menjadi segar kembali. Tidak hanya itu
saja, uang juga bisa membuat kita berada satu tingkat di atas orang lain yang
disebut stratifikasi sosial (pengelompokan masyarakat secara vertikal atau bertingkat).
Yang kaya berada di tingkat paling atas, sedangkan yang miskin berada di dasar piramid
stratifikasi. Namun di sisi lain, “isi kado”-nya sudah kita ketahui buruk. Ketika
kita menjadi Hamba Uang, kita akan bersikap money
oriented, selalu terobsesi dengan materi bahkan mengerahkan segala cara negatif
untuk mendapatannya. Yang ada di otak kita hanyalah “Uang, uang, uang dan uang”,
dan prinsip hidup kita adalah “Do it for
duit” (baca : du it for duit). Karena
menghamba kepada uang, kita menjadi pelit atau kikir, selalu menilai segala
sesuatu dengan uang, selalu “menjalankan” segala sesuatu dengan uang dan
berprinsip “When my money talks,
everybody would be silent” (ketika uang saya sudah berbicara, maka semua
orang akan bungkam). Atau ketika kita terlibat Pergaulan Bebas yang selalu
mengkonsumsi alkohol dan narkoba secara berlebih serta berhubungan badan dengan
banyak orang, kita akan merasa bahagia. Bagaimana tidak ? Narkoba dan minuman keras
akan membuat kita terbang melayang melupakan semua problema hidup, membuat kita
tidak sadarkan diri untuk sementara (jika digunakan dengan tidak berlebih) atau
bahkan untuk selamanya (akibat over dosis). Dan ketika kita sudah terlibat di
dalamnya, kita akan sulit keluar dari Jerat Maut tersebut.
Dengan demikian kita bisa membuktikan bahwa semua yang manis belum tentu
baik dan semua yang pahit belum tentu jahat. “Kado” dari Tuhan memang tidak
selalu dibungkus dengan indah, tetapi selalu berisi karunia dan anugerah. Karena
segala sesuatu yang Tuhan anugerahkan bukanlah kado yang diberikan hanya pada momen-momen
berharga tertentu seperti ulang tahun atau kenaikan kelas (seperti halnya 8 kado
yang kami berikan kepada si Kakak dan si Adik saat mereka ulang tahun, satu tahun
sekali). Tetapi kita mendapat “kado” dari Tuhan setiap hari, bahkan setiap
detik, yakni anugerah nafas kehidupan yang berhembus setiap detik. Tuhan juga memberikan
“kado” setiap saat, meski kita dalam kondisi terburuk sekalipun. Ketika kita
sedang sedih, Tuhan memberikan “kado” berupa penghiburan dan suka cita. Saat kita
sedang terpuruk, Tuhan memberikan “kado” berupa pelukan yang menguatkan. Ketika
kita sedang emosi, Tuhan memberikan “kado” berupa ketenangan jiwa. Saat kita
mengalami kekecewaan, Tuhan memberikan “kado” berupa rasa ikhlas dan pengampunan.
Sebab Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita
inginkan.
Tidak hanya itu saja, Tuhan memberikan “kado” bukan karena kita sudah
melakukan suatu kewajiban atau keberhasilan, seperti mendapat Ranking 1 di
kelas atau menjadi Juara Bertahan di tingkat Nasional. “Kado” dari Tuhan
bukanlah perwujudan dari sikap reward and
punishment (jika kita berhasil maka akan mendapat reward, jika kita gagal maka akan mendapat punishment). Tetapi Tuhan tetap memberikan “kado” meskipun kita
seharusnya mendapatkan punishment. Ya,
Allah Bapa mengutus Yesus Kristus untuk menjadi Juru S’lamat manusia, memikul
salib dan mati di Bukit Golgota untuk menyelamatkan manusia berdosa. Memikul
salib yang seharusnya kita pikul, menyerahkan nyawa yang seharusnya tidak Ia
serahkan. Tetapi karena begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal (Yohanes 3:16).
Semua “kado” dari Tuhan adalah anugerah, pemberian secara
cuma-cuma, kasih tanpa pamrih, dan selalu memberi meski kita tidak memberi, bahkan
kita sering kali tidak mensyukuri pemberian tersebut. “Kado” dari Tuhan adalah “kado”
terindah dari segala kado yang telah kita terima dari manusia di dunia ini, “kado”
yang tidak bisa dinilai dengan uang, “kado” yang diberikan setiap detik sejak
kita menghirup nafas pertama sampai menghembuskan nafas terakhir. Karena Allah
adalah Sumber Kasih yang memberikan hal-hal baik, dengan tujuan yang baik
karena Dia sendiri adalah Pribadi yang baik dan sumber dari segala yang baik.
Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.