Minggu, 27 April 2014

The Empty Soul

          Jika seorang Pendeta mencetuskan pertanyaan, “Siapakah dari Anda yang pernah merasa bahwa hidup ini terasa hampa ?”, mungkin saya menjadi Jemaat yang paling cepat mengangkat tangan. Sayangnya selama saya mendengarkan Khotbah di beberapa gereja, belum ada Pendeta yang mencetuskan pertanyaan demikian, jadi selama ini saya hanya menyimpan perasaan tersebut di dalam hati saya saja. Ya, saya pernah merasa bahwa hidup ini terasa hampa, hambar, tawar, datar, malas untuk melakukan hal ini dan hal itu, enggan untuk mengerjakan apapun dan merasa tidak ada semangat dalam menjalani kehidupan. Bukan karena saya sedang mengalami perkara hidup yang sangat besar dan berat sehingga saya kehilangan motivasi untuk hidup, bahkan kondisi psikis saya saat itu sedang stabil tanpa masalah. Tetapi ada di suatu titik dimana saya merasa bahwa hidup saya kosong dan mati rasa, bagai raga tanpa jiwa, bagai badan tanpa roh.


          Awalnya saya berpikir, kenapa saya merasa tawar, hambar dan datar ? Lalu saya mengingat apa yang telah saya lakukan. Saat itu saya memang rajin Saat Teduh setiap pagi, bernyanyi, berdoa dan membaca Alkitab. Saya melakukannya sendiri di kamar saya dengan menggunakan sebuah Buku Saat Teduh sebagai panduannya. Setiap malam juga saya berdoa sebelum tidur, mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena masih diberi kesempatan untuk menjalani hidup dari hari ke hari. Kemudian meminta agar Tuhan memberkati orang-orang yang saya kasihi, yaitu orang-orang yang namanya saya sebutkan di dalam doa saya. Namun kebiasaan baik tersebut tidak bertahan lama, kerajinan saya kendur hingga pada suatu saat saya merasa bahwa hidup saya kosong.


          Meskipun saat itu saya merasa bahwa kondisi psikis saya sedang stabil tanpa masalah, sesungguhnya tanpa saya sadari, saya sedang mengalami masalah besar dalam hal spiritual, kehidupan rohani saya sedang kacau. Lalu saya mengingat kata-kata yang pernah diucapkan oleh PKK (Pemimpin Kelompok Kecil) saya saat kuliah dahulu, “Kalau HPDA (Hubungan Pribadi Dengan Allah) kamu tidak baik, maka HPDS (Hubungan Pribadi Dengan Sesama) kamu tidak akan baik juga”. Memang benar, jika hubungan pribadi kita dengan Allah saja rusak, bagaimana hubungan pribadi kita dengan sesama bisa langgeng ? Bagaimana kita bisa memiliki pedoman dan tuntunan untuk membangun HPDS yang baik jika Allah tidak menjadi pusatnya ? Tidak ada kasih yang bisa kita berikan kepada orang lain jika kita saja menjauhkan diri dari Allah Bapa yang memberikan kasih. Tidak ada kedamaian yang kita berikan kepada orang lain jika kita sendiri tidak merasa damai karena Allah Bapa sebagai sumber kedamaian tidak hidup di dalam diri kita.


          Jika hubungan pribadi saya dengan Allah tidak baik, sesungguhnya tidak hanya hubungan pribadi saya dengan sesama saja yang rusak, bahkan hubungan pribadi saya dengan diri sendiri pun terganggu. Saat itu saya memang tidak mengalami konflik dengan sesama, jadi ketika hubungan pribadi saya dengan Allah tidak baik, hal itu tidak serta merta membuat saya menjadi orang yang emosional dan merusak kehidupan orang lain, merusak hubungan saya dengan orang-orang di sekitar saya. Tetapi saya justru hanya berdiam diri, merasa hampa, tidak bersemangat dan tidak memiliki harapan. Saya mengalami kerusakan hubungan dengan diri sendiri. Hidup saya seperti genangan air di saat hujan, datar tanpa riak dan hanya berdiam di tempat itu saja. Memang terlihat tenang tetapi seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan, seperti orang yang tidak bernyawa.


          Dan sesungguhnya hal ini memang sesuai dengan apa yang telah dituliskan di dalam Alkitab ribuan tahun sebelum saya hidup. Di dalam Yohanes 15:14-15 tertulis “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”.


          Inilah yang saya alami saat saya sedang dalam kondisi “emptiness”. Ketika Allah tidak ada di dalam saya, maka saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya merasa hampa dan kosong, tidak ada semangat hidup dan putus asa. Wajar, karena ketika Allah tidak hidup di dalam kita, lalu siapa yang ada di dalam hati dan pikiran kita ? Kosong kan ? Ketika Allah tidak ada di dalam hati dan pikiran saya, maka semuanya terasa hampa dan saya pun tidak berbuah.  Maksud dari “berbuah” ialah menghasilkan segala sesuatu yang baik (ucapan, perkataan dan pikiran yang memancarkan kasih dari Allah Bapa). Saat saya mengalami emptiness”, saya tidak menghasilkan Buah-buah Roh seperti yang tertera dalam Galatia 5:22-23, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Terutama, saya tidak memiliki Buah Roh yang kedua dan ketiga, yaitu sukacita dan damai sejahtera. Bagaimana saya dapat merasakan sukacita jika saya sendiri merasa bahwa hidup ini hambar ? Bagaimana saya bisa merasakan damai sejahtera jika saya sendiri merasa bahwa hidup ini tawar ?


          Dari sini dapat saya buktikan bahwa betapa dahsyatnya Tuhan Allah karena menjadi “soul” dari setiap manusia. Allah tidak hanya menjadi pencipta, tetapi juga menjadi pengisi jiwa-jiwa yang kosong. Allah tidak hanya memberikan nafas, tetapi juga hadir di dalam setiap hembusan nafas. Allah tidak hanya memberikan damai dan sukacita, tetapi menjadi damai dan sukacita itu sendiri. Karena Allah adalah Sumber Kehidupan bagi manusia. Barangsiapa yang tidak memiliki Sumber Kehidupan itu, bagaimana ia bisa hidup ? Barangsiapa yang tidak hidup di dalam Sumber Kehidupan itu, bagaimana ia bisa merasakan kehidupan yang sesungguhnya ? Dan hal itu membuat kita sadar bahwa manusia bukanlah apa-apa jika tanpa pencipta-Nya. Manusia hanyalah debu tanah yang tidak berarti tanpa sentuhan tangan Allah Bapa. Manusia yang bisa menjadi creator(pencipta berbagai barang berteknologi canggih) tidak akan berdaya jika tidak diciptakan oleh  Sang Pencipta, dan tidak akan benar-benar hidup jika tidak hidup di dalam Dia. Terpujilah Tuhan Allah, sebab hanya Dia yang patut ditinggikan.



Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.