Jumat, 30 Agustus 2013

Fear Makes You Become Stronger

          Takut. Semua orang pasti pernah merasakan takut, dan ketakutan setiap orang pastilah berbeda-beda. Ada orang yang takut tidak berhasil menggapai cita-citanya atau takut gagal menjadi orang yang sukses, ada orang yang takut berperilaku menyimpang ketika sudah sukses, ada orang yang takut tidak diterima di sekolah idaman ataupun di tempat kerja yang didambakan, ada orang yang takut dikucilkan dan tidak dianggap, ada orang yang takut difitnah padahal sesungguhnya ia ingin berbuat baik dengan tulus, ada orang yang takut kehilangan harta kekayaannya dan menjadi miskin, ada orang yang takut kehilangan orang yang dikasihinya, dan masih banyak lagi ketakutan manusia yang beraneka ragam.

          Memang, ketakutan yang kita rasakan cenderung untuk menghambat kita dalam berpikir, berkata dan bertindak. Misalnya jika kita takut dirampok atau diperkosa di dalam angkutan umum, ujung-ujungnya kita hanya berdiam diri di rumah, takut untuk keluar rumah jika tidak ada mobil pribadi yang siap mengantarkan kemana saja ataupun seseorang yang dapat dipercaya untuk mengantarkan ke tempat tujuan. Rasa takut itu membuat kita menjadi semakin ragu untuk melangkah ke depan, takut melakukan segala aktifitas karena kita sudah memikirkan kegagalan yang akan kita hadapi di depan sana, takut berjuang untuk mewujudkan cita-cita karena akan ada rintangan yang harus kita lewati di depan sana, dan kita pun menjadi kalah sebelum berperang. Tetapi, jika kita berusaha untuk berpikiran positif dan melihat ketakutan dari sisi yang berbeda, rasa takut yang muncul di diri kita tidak akan menghambat aktifitas kita, bahkan rasa takut itu bisa memacu kita untuk berbuat yang lebih baik lagi.

          Saya akan menceritakan pengalaman kedua saya dengan seekor cicak, dimana akhirnya saya bisa mengambil makna kehidupan dari kejadian tersebut. Saat saya di dapur, ada seekor cicak yang sedang berdiam diri di lantai. Jujur saja, saya takut ada orang lain yang akan menginjaknya tanpa sadar. Bagi saya, cicak adalah hewan yang unik, tidak jahat dan berguna. Jadi saya tidak ingin membunuh hewan yang tak berdosa itu. Akhirnya saya mengusir cicak itu dengan cara menakut-nakutinya. Cicak itu pun berlari dan berusaha naik ke dinding dapur yang licin karena terkena cipratan minyak goreng. Saat cicak itu menanjak di dinding dapur, ia tergelincir, ia malah merosot turun. Meskipun gerakan merosotnya lambat, tapi minyak yang menempel di dinding itu menghambat cicak tersebut dalam mendaki dinding dapur. Lalu saya terus saja menakut-nakuti cicak tersebut dengan cara menghentak-hentakkan kaki saya ke lantai, mengibas-ngibaskan tangan saya dan meniup-niup tubuh cicak tersebut, seolah saya sedang mengejar dia untuk membunuhnya. Saya pun berfikir, “Kayaknya ini cicak takut gue bunuh deh. Hahaha,,, Lo gak tau aje Cak, sebenernya gue nakut-nakutin lo supaya lo pergi ke tempat yang lebih aman”. Cicak itu takut saya sentuh dan takut saya bunuh, maka dari itu ia terus berlari menanjak dinding dapur. Ia pun mendapat semangat mendaki dari rasa takut yang ia miliki. Semakin semangat saya menakut-nakuti dia, semakin semangat pula cicak itu mendaki dinding dapur yang licin.

          Kemudian saya teringat dengan cerita dari seorang guru saat saya masih duduk di bangku SMA. Beliau berkata, “Kalian pernah nonton film action kan ? Kalian pernah lihat ada orang yang nekat nyeberang gedung atau terjun ke bawah gedung tanpa alat bantu karena panik dikejar-kejar tapi gak ada jalan keluar yang aman ? Pasti kalian pernah lihat adegan itu. Ada penjahat yang berlari-lari di atas gedung, dia dikejar-kejar polisi. Di ujung gedung, dia gak bisa turun, gak bisa lari ke kiri atau ke kanan lagi. Pilihannya cuma 2, kalo gak terjun ke bawah, ya nyeberang ke gedung lainnya, dari pada ditangkep polisi ? Memang yang namanya film pasti ada standar keamanan yang bisa melindungi para pemainnya dari bahaya. Tapi aksi nekat penjahat untuk menyeberangi gedung atau terjun ke bawah gedung bisa dijelaskan secara nalar. Sadar atau tidak, kalo kita dalam kondisi kepepet, kita jadi lebih nekat dari biasanya. Ada sebuah hormon yang diproduksi oleh tubuh saat kita menghadapi ketakutan itu, dan hormon itu yang menyebabkan kita berani untuk berbuat nekat, berperilaku di luar nalar kita. Gak ada lagi rasa takut, semuanya dihadapi dengan kenekatan”.

          Saya pun berpikir, apa yang dikatakan oleh beliau ada benarnya juga. Terkadang kalau kita takut dan panik, kita malah berbuat nekat. Yang menjadi permasalahannya ialah, kenekatan tersebut bersifat positif atau negatif. Terlepas dari itu semua, di sini saya akan membuktikan bahwa ketakutan yang kita rasakan sebenarnya bukan menjadi penghambat bagi kita untuk berfikir, berbicara dan bertindak. Ketakutan itu malah bisa menjadi motivasi atau dorongan bagi kita untuk berbuat yang lebih baik lagi. Ketakutan bisa menjadi penyemangat bagi kita dalam menghadapi tantangan. Bahkan ketakutan itu bisa menjadi sarana bagi kita untuk membuat strategi dalam berperang untuk meng-goal-kan tujuan hidup kita.

          Jika kita takut tidak diterima di sekolah idaman ataupun di tempat kerja yang didambakan, kita harus berusaha untuk meningkatkan kualitas diri kita agar kita dinilai sanggup dan pantas untuk bersekolah di sana atau bekerja di sana. Jika kita takut kehilangan orang yang kita kasihi karena ada orang lain yang akan merebut perhatiannya, kita harus mengusahakan yang terbaik dan selalu mengasihi orang yang kita sayangi tersebut. Jika kita takut tidak berhasil menggapai cita-cita atau takut gagal menjadi orang yang sukses, kita bisa mengatur strategi kehidupan kita. Kita bisa menetapkan target kehidupan kita dan kemudian meraih goal-goal kecil yang akan memotivasi kita untuk meraih goal-goal besar.

          Jadi, jangan takut dalam menghadapi ketakutan tersebut, karena sesungguhnya ketakutan tersebut bisa menjadi sumber kekuatan bagi diri kita. Dan kemudian, kita akan menjadi lebih kuat dari pada ketakutan itu sendiri. Fear makes you become stronger, and then you will be stronger than the fear itself.

Semoga bermanfaat. Tuhan Yesus memberkati.

Minggu, 11 Agustus 2013

Bubu dan Gege (part 2)

          Bubu adalah pria yang gemar membuat surprise. Sudah tiga kali berturut-turut dia memberikan kejutan pada kekasihnya, Gege. Kejutan yang pertama saat Bubu tiba-tiba datang ke rumah Gege untuk melepas rindu sambil berbincang-bincang. Siang itu, Gege sedang melahap mie goreng menu makan siangnya. Di saat yang sama, Gege mendapatkan pesan singkat di HP-nya, pesan dari Bubu yang menyuruhnya untuk keluar dari rumahnya. Ya, Bubu sudah berada di depan rumah Gege. Bubu datang tanpa diundang dan tanpa memberikan kabar sedikitpun mengenai kedatangannya. Ketika itu, Gege hanya mengenakan daster belelnya, dan ia sangat malu saat Bubu mengetahui busana sehari-harinya di rumah. Tapi Bubu tidak mempermasalahkan hal itu, yang penting ia sudah bertemu dengan Gege untuk melepaskan rasa rindunya. Ini kali pertama bagi mereka untuk berkencan di rumah, dan Gege sangat senang atas kedatangan Bubu di rumahnya, meski dengan wajahnya yang memerah seperti tomat di pasar.

          Surprise kedua dari Bubu, sama seperti surprise pertama. Siang itu Bubu datang ke rumah Gege tanpa diundang dan tanpa memberi kabar. Tapi sayangnya Gege sedang tidur siang dengan sangat nyenyak. Tujuh missed call dari Bubu ke HP Gege, tidak membuat Gege bergeming sedikitpun dari tidur nyenyaknya. Kali itu kedatangan Bubu sia-sia karena orang yang dituju tidak dalam kondisi yang sadar. Bubu yang sabar menunggu sedang berusaha menelepon Gege untuk memberitahukan bahwa dirinya sudah berada di luar rumah Gege. Bubu sangat kecewa dan Gege pun demikian. Gege sangat menyesal, seandainya saja tadi ia tidak tidur siang, pasti sudah bisa berjumpa dengan kekasihnya itu. Gege juga sangat meminta maaf ke Bubu karena ia tidak terbangun sama sekali meski dihujani missed call dari Bubu.

          Surprise ketiga ialah saat Gege mengajak Bubu untuk beribadah bersama. Saat itu Bubu tidak bisa datang ke gereja Gege karena ia ingin beribadah bersama Kakaknya di gerejanya. Gege memang kecewa, tapi ia tidak bisa memaksakan kehendaknya. Akhirnya Gege pergi ke gereja seorang diri. Namun ia merasa aneh dengan Bubu yang sore itu terlalu banyak bertanya mengenai keberadaan Gege. Gege ke gereja dengan siapa ? Apakah Gege sudah keluar dari rumah ? Apakah Gege sudah naik angkutan umum ? Sudah berada dimanakah Gege ? Apakah Gege sudah sampai di gereja ? Tidak biasanya Bubu bertanya secara detail seperti itu, bahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan secara cepat seolah Bubu ingin mengetahui perkembangan terakhir mengenai keberadaan Gege. Saat itulah Gege memiliki firasat bahwa Bubu akan berada di gerejanya dengan tiba-tiba tanpa memberikan kabar. Awalnya Gege menyangka bahwa Bubu menunggu Gege di dekat rumahnya, namun Gege tidak menemukan sosok Bubu. Lalu Gege menyangka bahwa Bubu sudah menunggu di depan pintu gereja saat ia sampai di halaman gereja, namun hanya kekosongan yang Gege dapatkan. Tapi setelah Gege melihat motor biru yang terparkir di halaman gereja, Gege mulai harap-harap cemas. Gege menghampiri motor itu dan melihat nomor platnya. Namun untuk kesekian kalinya, Gege hanya bisa menghela napas tanda kecewa karena itu bukan motor biru milik Bubu. Setelah itu Gege pergi ke toilet untuk mencuci tangan, lalu berjalan menuju ke gereja dan melewati tempat parkir. Saat itu, Gege terkejut senang karena melihat wajah Bubu yang senyum sumringah. Firasat Gege benar, Bubu berbohong bahwa ia tidak bisa beribadah bersama Gege, namun kenyataannya hari itu Bubu bisa duduk di sebelah kekasihnya selama satu setengah jam di dalam gereja. Bubu terlambat datang dan sebenarnya ia memang ingin membuat kejutan ke Gege. Bubu membuat sebuah rencana, saat Gege sudah duduk di dalam gereja, Bubu ingin tiba-tiba duduk di sebelah Gege padahal Bubu berkata bahwa ia tidak bisa datang ke gerejanya Gege. Namun yang terjadi ialah, Bubu bertemu dengan Gege di tempat parkir. Meski kejutan itu tidak berjalan mulus, tapi itu sudah membuat Gege tertawa riang dalam kemerahan wajahnya.


          Dan pada suatu hari, Gege ingin memberikan kejutan kepada Bubu. Minggu itu Gege ingin mencari suasana baru, karena itulah ia pergi beribadah di gerejanya Bubu. Ini adalah kedua kalinya Gege menginjakkan kaki di gereja itu dan beribadah di sana. Kali ini ia ingin beribadah di sana sekaligus memberikan kejutan kepada Bubu. Gege memberitahukan kepada Bubu bahwa hari itu mereka pergi beribadah ke gereja mereka masing-masing saja. Namun kenyataannya Gege sudah di jalan, menuju ke gerejanya Bubu. Gege ingin memberikan dua kotak coklat kepada Bubu saat di gereja nanti. Namun kabar yang Gege dapatkan bahwa Bubu sudah berencana untuk beribadah di jam yang lain karena saat itu ia sedang menyaksikan pertandingan final bulutangkis di televisi yang sayang bila dilewatkan, jadi saat itu Gege tidak bisa bertemu dengan Bubu di gereja. Gege memang kecewa, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Gege tidak marah kepada Bubu, karena tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini. Sama seperti kedatangan Bubu ke rumah Gege saat Gege tidur siang. Tidak ada pemberitahuan dari Bubu sebelumnya, jadi Gege tidur siang saja. Tidak ada pemberitahuan dari Gege sebelumnya, jadi Bubu tetap pada planning-nya untuk beribadah di jam yang lain karena ingin menonton pertandingan final. Anggap saja sebagai kejutan yang tertunda. Bubu sangat merasa bersalah karena ia tahu bahwa Gege ingin beribadah dengannya dan ingin memberikan kejutan untuknya, buktinya Gege secara tiba-tiba berkunjung ke gerejanya Bubu. Bubu merasa tidak enak hati dan karena itulah malam harinya ia datang ke rumah Gege secara tiba-tiba untuk meminta maaf. Seperti biasa, layaknya Casper yang bisa muncul tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda, demikian juga Bubu tiba-tiba muncul di rumah Gege tanpa ada kabar yang menyertai kedatangannya. Untuk kesekian kalinya Bubu mengirimkan pesan singkat ke HP-nya Gege dan menyuruh Gege agar keluar dari rumahnya. Gege mendapatkan Bubu sedang duduk di atas motor birunya sambil tersenyum. Gege pun mendapatkan sebuah ice cream dari Bubu. Walhasil, mereka saling bertukar pemberian. Bubu dan Gege memakan ice cream tengah malam sambil berbincang-bincang. Bubu meminta maaf kepada Gege, dan Gege pun memaafkannya. Mereka pun kembali tertawa dalam kemesraan karena nanti akan ada banyak kejutan di balik rasa cinta mereka.

Kamis, 08 Agustus 2013

Bubu dan Gege (part 1)

          Hari itu seperti kisah di sinetron yang menjadi kenyataan ketika kedua sejoli yang sedang dimabuk asmara pergi berdua. Setelah menonton film bioskop bersama teman-temannya, Bubu dan Gege pun pulang berdua. Bubu membonceng Gege dengan motor birunya. Mereka pun keluar dari mall tempat mereka menonton bioskop setelah menyantap makanan dan minuman serta berbincang ramai dengan teman-teman mereka. Tapi tidak berapa lama, hujan pun turun rintik-rintik dan semakin lama semakin deras saja. Bubu memutuskan untuk menghentikan laju motornya di sebuah Halte Bus dan mereka pun berteduh di sana. Hampir satu jam mereka menunggu hujan reda, berbincang dalam kemesraan seolah dunia milik berdua. Wajar saja, relationships mereka baru berjalan satu setengah bulan. Ibarat pengantin yang baru menikah, mereka selalu ingin honey moon setiap saat. Demikian juga dengan Bubu dan Gege yang ingin berduaan tiap saat. Mereka masih sangat hangat dalam menjalani hubungan itu. Hukum Jam Detik pun berlaku, satu jam serasa satu detik, itulah yang mereka rasakan saat itu.

          Dan seperti di sinetron pula, malam itu Bubu memberikan jaketnya kepada Gege agar Gege tidak kedinginan. Wajar saja, hujan di malam Kamis itu terlalu deras sehingga percikan air hujan juga membasahi orang-orang yang berteduh di bawah halte, termasuk Bubu dan Gege. Gege memang merasa kedinginan karena terkena percikan air hujan ditambah dengan udara malam yang mengigit, namun wanita kuat itu tidak mau terlihat lemah dan cengeng dengan kondisi yang ada, ya meskipun ia lebih sering berperilaku manja di depan Bubu. Bubu pun berinisiatif untuk menyerahkan jaketnya tanpa diminta oleh Gege, kemudian Bubu menyuruh Gege memakai jaket itu. Bubu juga sempat naik ke atas tangga jembatan penyeberangan untuk melihat kondisi di sana. Bubu berharap bahwa di sana lebih aman dari serangan percikan air hujan, namun kenyataan yang didapat bahwa berteduh di bawah halte lebih aman dari pada di tangga jembatan penyeberangan itu. Bubu juga memutuskan untuk mengambil mantel hujannya dari bagasi motor untuk menutupi punggung mereka berdua agar tidak terserang percikan air hujan dari arah belakang. Bubu sangatlah baik.

          Yang namanya wanita pasti memiliki sifat manja, terutama saat wanita itu sedang bersama orang yang ia cintai. Selama menunggu hujan reda, kepala Gege terus menerus bersandar di bahu Bubu, dan Bubu pun tidak melepaskan rangkulannya dari pundak Gege seolah ingin memberikan kehangatan kepada Gege. Memang terlihat sangat romantis meski mereka sedang terkepung oleh ribuan rintik hujan yang mengigit tubuh buntal mereka berdua. Adegan romantis yang sering diperlihatkan di sinetron-sinetron kini sedang mereka alami, bahkan sama persis. Cerita demi cerita pun mengalir dari mulut mereka berdua, mengisi waktu yang kosong dengan hati yang penuh cinta. Cerita mengenai keluarga menjadi topik utama dalam pembicaraan mereka kini. Berbagi kisah dalam kasih dan berbagi cinta dengan hati, hingga hujan benar-benar berhenti mengepung dan mereka pun bisa kembali melanjutkan perjalanan pulang. Bubu adalah pria yang bertanggungjawab, ia mengantarkan Gege hingga Gege menginjakkan kaki di rumahnya yang sederhana.

          Sesampainya di rumah Gege, mereka berdua pun kembali melanjutkan obrolan yang seru. Mulai dari pengalaman berkendara, keluarga, teman, sampai bisnis. Dan kembali ke Hukum Jam Detik, tidak terasa sudah 3 jam Bubu berbincang dengan Gege, tetapi sepertinya mereka baru saja menghabiskan 3 detik untuk berbincang berdua. Dan mereka masih membutuhkan banyak waktu untuk berbincang berdua, menceritakan semua sisi kehidupan mereka sampai hal yang terkecil sekalipun, sehingga mereka bisa saling mendalami karakter pasangan dan mengenal keluarga pasangan. Tidak peduli di halte yang sempit dan dihuni oleh banyak orang, ataupun di taman yang sepi dan menenangkan, atau bahkan di tempat makan yang ramai dan penuh sesak, selama mereka berdekatan maka dunia serasa milik berdua (sedangkan orang yang lainnya hanya mengontrak sementara waktu, jadi tidak perlu dihiraukan kehadirannya). Dan mereka sangat rindu untuk menghabiskan waktu berdua, sekedar berbincang seru atau bahkan berbincang mesra dengan dibumbuhi kecupan pipi dan pelukan hangat dalam aksi komunikasi mereka.

          Bubu dan Gege merasa puas dengan hari itu karena mereka menghabiskan waktu berdua. Sepertinya Tuhan sedang melukiskan kisah cinta untuk mereka dengan mendatangkan hujan deras yang memaksa mereka untuk berteduh di halte meski Gege ingin segera sampai di rumahnya. Dan Tuhan juga mengizinkan Bubu untuk menghabiskan sisa malamnya di rumah Gege dengan segelas susu coklat buatan Gege serta tawa canda bahagia dari mereka berdua. Malam Kamis yang indah kini menjadi Malam Minggu, malam yang diidentikkan dengan kemesraan pasangan yang sedang dimabuk cinta, malam dimana waktunya para pria dan wanita memadu kasih dalam kemesraan, malam dimana setiap pasangan merayakan momen berduanya dengan kekasih tercinta. Tetapi kapan pun waktunya, selama hati Bubu dan Gege masih saling terpaut, maka setiap hari mereka bisa merasakan momen yang romantis, setiap malam bisa menjadi Malam Minggu, bahkan setiap detik bisa menjadi rasa syukur karena kini mereka sedang menjalani hubungan yang khusus. Kapan pun bisa menjadi momen yang spesial asalkan kita berada di sisi orang yang spesial.


          Bubu dan Gege tidak akan pernah tahu kisah apa lagi yang akan Tuhan goreskan pada perjalanan cinta mereka, baik ataupun buruk. Bubu dan Gege hanya bisa menjalani skenario yang telah Tuhan tetapkan dalam kehidupan mereka, tanpa ada hak untuk mengubah cerita pada skenario tersebut, karena Tuhan tahu apa yang terbaik untuk hubungan mereka, kini dan selamanya.

Lebaran Bukanlah Tradisi, Tapi Pembaharuan Diri

          Setiap tahunnya Umat Muslim sedunia merayakan Hari Raya Iedul Fitri atau yang biasa disebut dengan Lebaran, puncak perayaan dari Bulan Ramadhan yaitu bulan yang patut disyukuri kedatangannya. Lebaran adalah Hari Kemenangan yang menunjukkan bahwa selama satu bulan penuh Umat Muslim telah berhasil dalam mengendalikan segala hawa nafsu duniawinya, menjadi pemenang dalam pertarungan melawan diri sendiri, mengalahkan semua gangguan yang datang ke dalam kehidupannya dan membuktikan bahwa imannya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah tidak goyah.

          Bulan Ramadhan atau biasa yang disebut Bulan Puasa adalah Bulan Suci dimana Umat Muslim melawan banyak hawa nafsu duniawi. Mulai dari hawa nafsu terhadap makanan, minuman, rokok, rasa marah, keinginan untuk membicarakan keburukan orang lain, berfikiran porno dan melakukan perbuatan yang maksiat, mengucapkan kata-kata kotor dan kasar, sampai melawan rasa malas untuk melakukan kegiatan karena jam tidur yang tertanggu saat subuh untuk Sahur serta melawan rasa kantuk yang berlebihan karena perut yang kosong selama kurang lebih 14 jam non-stop (pukul 04.00 - 18.00 WIB). Selama Bulan Suci Ramadhan, satu bulan penuh Umat Muslim berusaha hidup suci dengan menyaring segala yang dilihat, didengar, dicium, dan dirasa oleh keseluruh panca indera, menahan hawa nafsu dan gangguan dari dalam maupun dari luar diri sendiri, berbuat amal yang mendatangkan banyak pahala, serta yang terpenting ialah semakin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.

          Semua Umat Muslim sangat bergembira dalam menyambut Lebaran. Hampir semua penduduk di Ibu Kota merencanakan pulang ke kampung halaman sejak jauh-jauh hari, mengumpulkan uang untuk mudik (“mulih” ke “udik yang berarti “pulang” ke “kampung”), menabung untuk membeli buah tangan dan baju baru untuk diberikan kepada sanak saudara di kampung maupun untuk dipakai pada Hari Kemenangan, serta membuat sebuah perayaan khusus dengan tradisi yang berbeda di setiap keluarga.

          Namun yang harus kita sadari ialah, Lebaran bukanlah tradisi semata. Bukan hanya kebiasaan makan Ketupat Sayur dan Opor Ayam bersama seluruh keluarga. Bukan hanya momen untuk berkumpul bersama seluruh keluarga besar yang datang dari berbagai pulau dan benua. Bukan hanya Hari Istimewa yang bergelimangan hidangan spesial dan pakaian yang tidak kalah spesial. Bukan hanya momen untuk bersalaman dengan orang sebanyak-banyaknya serta meraup banyak Uang Lebaran dari orang yang lebih tua. Bukan hanya kebiasaan untuk berkunjung ke rumah tetangga dalam rangka silaturahmi dan mengisi perut hingga penuh dengan hidangan yang telah disediakan. Bukan hanya sekedar pertunjukan kembang api, petasan dan suara takbir yang bersahut-sahutan dengan sangat meriah di Malam Takbiran. Tapi Lebaran adalah Shalat Ied berjamaah dengan khusyuk, mengampuni diri sendiri dan mengampuni mereka yang telah menyakiti hati kita, meminta maaf dengan segala kerendahan hati kepada semua orang yang pernah kita sakiti, serta bertekad untuk memulai hidup yang baru yaitu hidup yang lebih baik dalam iman dan perbuatan.

          Lebaran bukanlah saatnya bagi kita untuk menyembunyikan semua dendam di dalam riuh tawa bahagia bersama sanak saudara dan tetangga. Namun setelah momen Lebaran usai, riuh tawa bahagia itupun lenyap, kembali berganti dengan amarah dan kebencian. Bulan Suci Ramadhan bukanlah saatnya bagi kita untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya dengan perbuatan baik dan menjaga hawa nafsu duniawi. Namun setelah Hari Kemenangan itu berakhir, segala perbuatan maksiat pun kembali kita lakukan dan tidak pernah peduli untuk beramal sholeh. Lebaran bukanlah saatnya bagi kita untuk menyombongkan segala hal yang kita miliki (mulai dari pakaian, perhiasan, tas, sepatu, uang, rumah, kendaraan, pasangan hidup, anak, prestasi keluarga, perbuatan amal terhadap orang banyak, serta kenangan yang membanggakan). Tapi menjadi hari penting bagi kita untuk mensyukuri segala hal yang kita miliki dan membagikan sebagian dari harta yang kita miliki kepada mereka yang membutuhkan. Lebaran bukanlah saatnya bagi kita untuk berfoya-foya mengeluarkan seluruh harta yang kita miliki untuk menggelar acara yang sangat spesial dan berkelas, tetapi saatnya bagi kita untuk beribadah semakin khusyuk kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah meski dalam segala keterbatasan.

          Hari Lebaran adalah hari dimana kita melebarkan pintu maaf yang sebesar-besarnya. Bukan hanya mengampuni kesalahan orang lain namun masih mengingat perbuatan mereka yang telah menganiaya kita, mengingat pedihnya luka yang telah mereka goreskan di hati dan jiwa kita. Tetapi kita harus sungguh-sungguh memaafkan mereka dengan seikhlas-ikhlasnya dan sungguh-sungguh melupakan perbuatan mereka yang telah menganiaya kita. Hari Lebaran juga hari dimana kita menunduk serendah-rendahnya untuk meminta maaf. Menyesali kekhilafan yang pernah kita lakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Bukan hanya meminta maaf karena terpaksa atau demi mendapatkan sebuah kebanggaan karena telah meminta maaf terlebih dahulu, tetapi karena adanya kesadaran diri sendiri.

          Di hari yang Fitri, mari kita kembali suci. Mengampuni dan diampuni dengan segala kerendahan hati serta bertekad untuk memperbaharui diri demi kehidupan yang lebih baik. Karena Lebaran bukanlah tradisi, tetapi pembaharuan diri. Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1434 Hijriah, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin.