Jumat, 10 Mei 2013

Tubuh Rentaku Masih Bisa Bekerja (Selasa, 12 Mei 2012)


          Aku adalah pria berusia 70 tahun. Dengan tinggi badan 165 cm dan berat badan 55 kilogram, aku terus menjalani hari – hariku dengan penuh semangat. Ya, memang tubuhku hanya terdiri dari tulang – tulang renta yang terbalut oleh kulit yang keriput. Tetapi semangatku seperti jiwa muda, bagaikan anak remaja yang baru saja menginjak usia 17 tahun.

          Aku tinggal bersama istriku dan seorang keponakanku, kami membuka sebuah warung untuk tetap menjaga kondisi ekonomi kami agar tidak semakin turun. Warung berukuran 3x3 meter itulah yang kami gunakan untuk tempat usaha. Warung itu sekaligus juga menjadi tempat tinggal kami selama 20 tahun ini. Tempat kami berteduh dari teriknya matahari, dinginnya hujan dan gelapnya malam. Tempat perlindungan kami yang patut kami syukuri, karena untuk membeli rumah berukuran 9x6 meter ini sangat sulit. Aku dan istriku harus menabung selama 15 tahun. Wajar saja, pekerjaan kami berdua memang serabutan, apa saja akan kami kerjakan untuk mendapatkan uang, tapi secara halal. Kami bukan datang dari golongan terpelajar. Kami hanya buruh tani yang mencoba merantau ke Jakarta, dengan harapan bahwa kami tetap bisa bertahan hidup.

          Aku dan istriku sudah menikah selama 70 tahun, tetapi Tuhan tak menghendaki kami untuk memiliki keturunan. Kami sudah mencoba meminta kepada Sang Kuasa dengan berdoa dan berpuasa,  kami juga sudah mengusahakan yang terbaik untuk mendapatkan Buah Hati, tapi Tuhan berkehendak lain. Ya, kami hanya menjalani kehidupan ini berdua selama 45 tahun, sebelum adik dari istriku meninggal dan menitipkan seorang anak perempuan berusia 15 tahun kepada kami. Adik dari istriku meninggal dalam sebuah kecelakaan bersama dengan suaminya. Mereka tertabrak sebuah mobil saat melintas di jalan raya. Supir Gila itupun mengambil nyawa dua orang yang kami sayangi dan menghancurkan harapan keponakan kami. Sejak itulah keponakan kami membantu kami mengusahakan warung kecil kami.

          Aku dan istriku merawat keponakan kami sampai akhirnya ia berkeluarga diumurnya yang ke 20 tahun. Apa daya keuangan tak cukup, keponakan kami menikah tanpa menyandang gelar pendidikan apapun. Kini penghuni rumah kami menjadi 4 orang, aku, istriku, keponakanku dan suaminya. Dengan ukuran rumah 9x6 meter (sudah termasuk warung berukuran 3x3 meter), kami tidur di ruangan yang seadanya, berlapis tikar dan diselimuti kain tipis. Tapi kami patut mensyukuri semua yang kami dapatkan, semua yang ada pada diri kami, semua yang ada pada keluarga kami. Karena semuanya adalah anugerah Tuhan, bukan hanya sekedar usaha kami.

          Hari ini, pukul 10 pagi, aku pergi ke pasar untuk membeli barang dagangan kami, yaitu barang – barang yang akan kami jual di warung kami. Dengan kondisi badan yang kurang sehat, aku memaksakan diri untuk menjalankan kewajibanku setiap 2 minggu sekali ini. Aku tidak boleh dikalahkan oleh penyakitku, justru aku yang harus melawan penyakit itu agar sembuh. Toh juga hanya batuk dan demam biasa.

          Aku berkeliling – keliling Pasar Inpres untuk mencari barang yang ku butuhkan. Selama 2 jam, aku berjalan kesana – kemari, memilih ini dan itu, mengeluarkan uang dan membawa barang – barangku sendiri. Sehingga pada siang yang sangat terik, aku kembali ke rumahku dengan menaiki sebuah angkutan umum. Barang – barangku memang banyak, tapi aku tak punya uang untuk menyewa Kuli Panggul, terpaksa aku harus memanggulnya sendiri. Untuk saja ada orang yang berbaik hati untuk membantu mengangkat barang – barangku ke dalam angkutan umum. Dan sebuah rezeki bagiku bahwa angkutan umum yang kini kunaiki adalah milik tetanggaku, ia mengantarkanku sampai ke depan rumahku. Jika aku menaiki angkutan umum yang lain, aku hanya diantar sampai ke depan gang rumah saja, sesuai dengan trayek angkutan umum itu. Saat mengantarkanku, tetanggaku itu memang menyalahi trayek angkutan umum yang seharusnya, tetapi ia melakukannya untukku, mungkin atas dasar iba. Untung saja penumpang yang lain tidak memprotes tindakan terpuji tetanggaku itu.

          Sesampainya aku di rumah, aku langsung membereskan barang daganganku. Menggantungkan biskuit – biskuit di depan warung, memasukkan wafer dan permen ke dalam toples, dan menumpahkan beras ke dalam wadah kayu. Siangnya aku tak akan istirahat, melainkan harus mencari pekerjaan tambahan. Untung saja Toko Sagu di dekat rumahku membutuhkan Kuli Panggul, aku mendaftarkan diri ke sana dan langsung diterima. Ya, lumayan untuk menambah penghasilan Rp 10.000 selama setengah hari. Aku tak akan lelah dalam bekerja, karena aku menginginkan rezeki yang halal, yang Tuhan sediakan untuk aku kerjakan. Berapapun uang yang kudapat, yang penting halal.

          Harapanku seputih rambutku. Aku hanya ingin mengerjakan yang terbaik untuk mendapatkan hasil yang terbaik, tak lebih dari itu. Aku memang tak pantas lagi untuk bermimpi menjadi orang yang sukses, tapi aku masih punya mimpi jika suatu saat nanti anak dari keponakanku sudah lahir, ia patut meneruskan semangat kakeknya ini untuk tetap berusaha di dalam keterbatasan ekonomi. Aku pun masih bisa bermimpi jikalau cucuku tersebut harus mampu merubah kondisi ekonomi orang tuanya. Ia harus menjadi orang yang sukses, berpendidikan tinggi, memiliki moral yang kuat dan selalu menghormati kedua orang tuanya. Itulah mimpiku yang harus terwujud.



Notes :
Cerita ini saya persembahkan untuk seorang Kakek yang pernah saya jumpai di sebuah angkutan umum KWK (Koperasi Wahana Kalpika) dengan trayek di salah satu daerah di Jakarta Selatan. Meskipun ia tak akan bisa membaca cerita saya, tapi saya ingin menunjukkan betapa hebatnya dia. Dengan postur tubuh yang sudah bongkok, suara parau, cara berjalan yang tertatih, ia masih bisa berbelanja ke pasar dan naik angkutan umum sendirian. Barang bawaannya pun sangat banyak (2 karung bras 50 kg, 2 kardus Mie, 2 rak telur ayam negeri, dan masih banyak lagi). Salut rasanya. Cerita ini merupakan gabungan dari realita dan imajinasi, saya hanya ingin menunjukkan betapa "stronger"-nya Kakek itu.



Notes :
Hasil copy paste dari Notes di Facebook "Windy Sitinjak" dengan judul "Tubuh Rentaku Masih Bisa Bekerja (Selasa, 12 Mei 2012) oleh Windy Sitinjak (Catatan) pada 12 Juni 2012 pukul 23:40"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar