Senin, 06 Mei 2013

Kamis, 25 November 2010


          Gue pulang dari kampus jam 18.30 WIB dan ketemu sama seorang Ibu sekitar umur 40 tahun di dalam angkot. Kami duduk bersebelahan. Waktu gue duduk, si Ibu itu lihat map yang gue bawa. Di map itu ada tulisan nama kampus gue. Menurut gue, si Ibu itu tau kalo gue anak UKI karena mungkin dia lihat map yang gue bawa. Dan, dia langsung berceloteh. Curhat tanpa kenal tempat dan cerita yang dia sampaikan bener2 ngalir tanpa dipikir-pikir dulu.

"Kamu anak UKI ya? Baru pulang kuliah?", kata Ibu itu mulai percakapan.
"Iya Bu", jawab gue.
"Anak FK?", lanjut Ibu itu.

          Gue langsung kaget. Kenapa UKI yang dikenal hanya FK-nya aja? Memang sih, FK "berdampingan" dengan RSU UKI yang sangat terkenal. Dan FK UKI memang FK swata paling bagus. Tapi kan UKI punya banyak fakultas, jangan asal nyeplos "FK" gitu kali. Nanti fakultas lain gak merasa dihargai. Atau ada beberapa mahasiswa yang gak masuk FK, akhirnya "terjun" ke fakultas lain, dan pertanyaan Ibu tadi bisa saja menyinggung hati anak2 yang gagal "menerobos" ke FK.

           UKI punya 7 fakultas. Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), Fakultas Hukum (FH), Fakultas Ekonomi (FE), Fakultas Teknik (FT), Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Sastra (FS).

Selain itu UKI juga punya 2 Akademi, yaitu Akademi Perbankan dan Akademi Fisioterapi.

           Dan UKI juga punya 3 Program Magister, yaitu Magister Ilmu Hukum, Magister Pendidikan Agama Kristen, Magister Administrasi/Manajemen Pendidikan.

          Untuk lebih lengkapnya, baca aja di www.uki.ac.id, soalnya saya gak mungkin kasih tau banyak tentang UKI. Ya toh???

Kita lanjut ke cerita tadi sore.
Gue jawab pertanyaan dari Ibu tadi, "Gak Bu, saya FISIPOL, Ilmu Komunikasi".
"Oh", jawaban singkat terucap dari Ibu itu.

Si Ibu itu malah berkomentar tentang UKI.
"UKI kok sering berantem sih? Heran saya. Tapi itu dulu sih. Kacau lah"

          Ckckck.. Kenapa ya, orang2 itu hanya inget UKI KAMPUS TAWURAN. Emangnya UKI tawuran tiap hari? Kenapa berita2 jelek tentang UKI aja yang tersebar? Dan berita baik tentang UKI jarang dikenal. Mereka gak tau UKI, tapi cuma bisa menghakimi tanpa lihat fakta yang ada. Kenapa gak kebaikan UKI yang mereka inget? Tapi yang diinget cuma keburukannya terus. Harus objektif donk, PERBAIKI MIND SETTING ANDA. Di UKI banyak makhluk2 jenius dan melahirkan orang2 berhasil. Ckckck...

          Dia mulai curhat tanpa memperdulikan kondisi berisik di angkot, latar belakang pendidikan gue sebagai anak FISIP yang gak ngerti dunia kedokteran, dan tanpa memperdulikan feedback/respon dari gue.
"Ini saya abis dari RSU UKI, jagain orang sakit, ini bawa baju2 banyak banget, capek banget saya berhari-hari jaga di RS, Kakak saya yang minta tolong. Suami Kakak saya udah 3 minggu di rawat di sana. Ini tadi dari Ruang ICU. Udah cuci darah berkali-kali. Dia sakit Diabetes, udah 25 tahun, udah komplikasi ke seluruh tubuh. Dan selama 7 tahun belakangan ini bolak-balik ke RS terus. Kata dokter di RS XXX (maaf, nama lembaga disensor), kaki si Abang itu harus diamputasi dari jari sampai dengkul, tapi kata dokter di RS YYY (RS lain, yang lagi2 saya sembunyikan identitasnya) gak usah diamputasi. Tapi 2 jarinya udah mau diamputasi sih. Kalo gak diamputasi takut penyakitnya menyebar"

          Emang kanker ya? Kok nyebar? Begonya gue, tadi gue cuma jadi pendengar setia aja, gak kritis tanya ini-itu. Karena cerita Ibu itu ngalir gitu aja, kayaknya dia punya beban berat dan pengen ada tempat curhat. Jadi secara otomatis gue memposisikan diri gue hanya sebagai pendengar, bukan teman diskusi.

          Ibu itu kasih tau tentang harga cuci darah dan ruang ICU, di RS XXX dan RS YYY sebagai perbandingan di kedua RS itu, tanpa ada maksud menjelek-jelekkan salah satu RS. Dan gue herannya, di RS XXX, harga tanggungan ASKES tetep lebih mahal. Gue gak tanya ke Ibu itu sih, tapi heran aja gue. Pake ASKES aja udah mahal, apalagi tanpa ASKES? Defisit lah APBN. Hahahaha,,, Lebay! Defisit lah Keuangan Keluarga.

           "Kakak saya itu guru. Kami punya ASKES. Ibu saya meninggal karena Diabetes. Tapi anehnya saya gak keturunan Ibu saya. Kan Diabetes itu penyakit turunan. Biasanya Ibu menurunkan ke anak perempuannya. Tapi saya malah sakit kista. Kata Dokter Spesialis di RS ZZZ (RS yang beda lagi, dan untuk ketiga kalinya identitas lembaga harus saya sembunyikan), kista-nya gak ada. Padahal di RS AAA (RS lain lagi yang gak boleh saya sebutkan) kista-nya ada", lanjut Ibu itu. Gue tetep jadi pendengar setia. Sampe kepala gue pegel karena harus negok ke arah kanan mulu, kan Ibu itu di sebelah kanan gue.

          "Si Abang ini kayaknya masih dikasih kesempatan untuk hidup. Jujur, saya seorang Pendoa, saya sering datang ke RS2 untuk mendoakan orang sakit. Tetapi anehnya, orang2 yang saya doakan malah ada beberapa yang mati dan sedikit yang hidup. Malah Abang saya ini sudah kami relakan, tetapi masih saja bisa hidup. Semua saudara2 sudah datang, sudah dipanggil pendeta untuk berdoa bersama, dan waktu itupun kami sudah memakaikan jas ke dia, tetapi kesehatannya malah sedikit meningkat. Disaat kami siap untuk melepas kepergian dia, ternyata Tuhan masih melanjutkan kehidupannya. Waktu itu garis-nya sempet turun, tapi besoknya naik lagi".

          Kayaknya garis yang dimaksud itu garis di EKG deh, gue lupa kepanjangan EKG apaan, kalo gak salah Electric Kardio Gram. EKG itu alat pendeteksi denyut jantung kan ya? Silahkan tanya ke dokter yang Anda kenal deh. Hehe.. Just for information tentang masalah jas yang gue tulis di paragraf atas. Kami orang Batak, kalau dikuburkan di dalam peti harus berpakaian rapih (jas, kemeja, dasi, celana panjang, sepatu), gue juga gak tau apa alasannya. Jadi si Ibu itu udah beliin jas seharga Rp 750.000 untuk dipakai oleh si Abang itu di Hari Berpulangnya nanti. Itu Ibu jujur amat ya, sampe harga jas pun dia kasih tau.

          "Sebenernya Abang itu udah gak bisa cuci darah lagi, cuma bisa dikasih obat aja. Udah dibikin lobang di badannya, di daerah leher gitu, terus dimasukin selang. Jadi kalo mau masukin obat, tinggal masukin ke selang itu. Apa sih namanya ya? Lobang di leher itu, apa namanya?", lanjut Ibu itu sambil menampakkan wajah yang penasaran.

           Gue cuma bisa geleng kepala. Karena gue bukan FK, jadi gue gak ngerti. Lagi pula gue gak punya pengalaman kayak gitu, jadi wajar kalo gue gak bisa jawab pertanyaan Ibu itu :-(

"Makanya sekarang saya gak berani untuk mendoakan kesembuhannya. Saya sih terserah Tuhan aja, kapan Dia mau memanggil Abang saya itu"

           Ibu itu turun di depan STA Kalibata, "Kiri Bang", gue kaget karena dia gak mengkhiri ceritanya dengan baik, maen asal turun secara tiba2. Langsung bergelantungan di pintu angkot.
"Hati2 di jalan ya Bu", respon gue dengan kilat.
"Iya. Sukses untuk kuliahnya ya", bales si Ibu dengan cuek, gak lihat muka gue, tapi malah lihat jalan karena kakinya mau "mendarat" di aspal. Soalnya kami duduk di belakang, jadi mudah untuk Ibu itu kalo mau turun.

          Ya, setidaknya gue bersyukur karena Nyokap gue yang punya penyakit Diabetes tapi kondisinya gak se-parah si Abang itu. Gue juga bersyukur karena ada Ibu2 yang secara tiba2 terbuka ke gue, cerita tentang keluh-kesahnya, itu artinya gue dipercaya untuk jadi tempat curhat. Dan si Ibu itu kasih pengalaman real yang jelas tentang jawaban doa, yaitu IYA, TUNGGU, dan TIDAK. Mungkin doa si Ibu kepada suami dari Kakaknya itu jawabannya masih TUNGGU. Tapi kita gak usah bahas itu, karena kita gak akan tahu jawaban apa yang akan Tuhan kasih. Si Ibu2 Batak satu itu memberikan gue sebuah cerita kehidupan yang sangat real. Kehidupan yang pahit tapi bernilai.




Notes :
Hasil copy paste dari Notes di Facebook "Windy Sitinjak" dengan judul "Kamis, 25 November 2010 oleh Windy Sitinjak (Catatan) pada 25 November 2010 pukul 22:00"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar