Kamis, 09 Mei 2013

Kamis, 12 Mei 2011 ( Kritis atau Anarkis ? )


          Siang tadi gue nongkrong di Perpus, tujuannya mau menyelesaikan Presentasi Komunikasi Internasional kelompok gue. Eh, gue malah ngobrol sama Adek kelas gue. Kami melihat foto2 kerusuhan yang dilakukan kampus kami kemaren (Selasa, 11 Mei 2011). Kami juga membaca informasi dari internet, judulnya "UKI Cs ... (gue gak hapal judulnya)". Entah kenapa mesti UKI yang ditulis terlebih dahulu. Padahal demonstrasi kemarin juga melibatkan 2 kampus swasta yang lainnya. Media juga cuma mau nyari berita yang sensasional sih! Giliran UKI tawuran dan demo, nongol di TV beritanya. Tapi giliran UKI mengadakan event penting, kayak Open House, Malam Budaya, Seminar yang menghadirkan pembicara terkenal atau event2 yang lainnya, malah gak nge-booming itu berita. Diskriminatif nih!

          Gue inget komentar adek2 kelas gue ketika mereka melihat foto teman2 mereka yang pria, yang ikut demo, "Yaelah, belom 1 tahun kuliah udah demo aja. Ngapain demo, UTS aja masih planga-plongo, ditanya Dosen cuma cengo. Blagu banget pake ikut2an demo segala!", mereka berkomentar sambil ketawa-ketiwi. Gue juga ikut ketawa cekikikan.

          Next, malem ini setelah gue pulang kuliah, gue ke warung untuk beli obat. Dan si Penjaga Warung tanya ke gue, "Kemaren ikut2an gak?". Awalnya gue bingung, tapi akhirnya gue ngerti. "Oh, kerusuhan kemaren ya Bu? Saya udah pulang dari kampus sejak jam setengah 3 sore. Saya aja kaget. Tumben banget Pintu 4 ditutup. Di luar pagar juga udah banyak polisi. Ternyata mau ada Demo. Saya tau dari temen saya, kalau hari itu akan ada Demo di depan UKI. Tau tuh, kenapa harus di depan UKI. Saya sih gak sadar kalo kemaren Demo. Soalnya saya sibuk bikin Presentasi, lagi banyak tugas kuliah Bu. Saya baru sadar waktu temen Gereja saya SMS dan bilang "Woy, kampus lo berulah lagi ya? Jalanan ke Cawang kok ditutup?". Setelah itu saya baru buka internet, baca2 berita Bu. Weleh2, memalukan."

           Dan si Ibu menjawab, "Ya, menurut saya sih itu biasa. Biasa lah, jiwa muda, pengen ber-orasi dan menyuarakan suara. Tapi setelah dewasa, saya pikir sih gak akan kayak gitu lagi. Kalo udah kerja malah gak mikirin politik lagi.". Selanjutnya kami ngomongin tentang keadaan Nyokap gue, dan setelah itu gue pulang ke rumah.

          Di perjalanan ke rumah, gue mikir, "Kenapa ya, UKI suka banget tawuran dan demonstrasi? UKI kan kepanjangan dari Universitas Kristen Indonesia, bukan Universitas Kerusuhan Indonesia. Kok gak melambangkan Kasih Kristus sih? Haruskah predikat KRISTEN hanya sebagai nama dan bukan dicerminkan dari perbuatan para penghuninya? Gini nih, terlalu kritis malah jadi anarkis."

          Terus gue inget sama perkataan dosen gue yang ngajar di UKI juga, waktu Semester 1 gue denger kata2 itu, "Ngapain juga kita tawuran dan demo? Pemerintah gak akan kasihan kalo ngeliat mulut kita yang terjahit karena Aksi Mogok Makan. Pemerintah gak peduli kalo mahasiswa mati mengenaskan karena ke-anarkisan yang mereka buat. Dan pemerintah gak akan sembah sujud kepada masyarakat supaya mereka menghentikan aksi irasional mereka. Mending kalian belajar yang rajin dan jadi pemimpin yang sukses, jujur, bermatabat. Supaya kalian bisa merubah Indonesia."

          Bener juga sih kata Dosen gue. Kalo mahasiswa mati duluan karena demo/tawuran, mereka gak akan bisa merubah kondisi Indonesia. Kan udah keburu mati. Kecuali kalo mereka mempersiapkan otak mereka untuk di-adu di tingkat dunia dan mereka bisa jadi pemimpin yang cerdas, Indonesia pun bisa berubah di tangan mereka.

          Ya, menurut gue sih, lebih baik kita mengkritisi Pemerintah lewat tulisan dari pada lewat aksi jalanan. Karena dengan Kritik secara tertulis dan memberikan sindirian secara halus, itu membuktikan kalo kita BERPENDIDIKAN. Kalo aksi anarkis sih, orang2 yang (maaf) gak pernah sekolah pun bisa melakukannya. Yang penting ototnya kuat. Ibarat kata, bisa dijadikan sebagai budak, gampang diprovokasi, gak punya pendapat pribadi dan hanya ikut2an orang lain. Mereka sebagai Pion Catur yang maju duluan, tapi mati duluan juga. Jadi gak punya strategi gitu. Kalo dengan menulis kan kita punya KOMPETENSI. Kita jadi Raja Catur yang punya strategi dan bisa mengatur orang lain. Kita kritis bukan karena disuruh/diperbudak, melainkan untuk kemajuan bangsa kita.

          Memang ada kontroversi antara Anarkis dan Kritik Tertulis. Kedua hal ini memang tidak terlalu mempan untuk merubah kondisi negara secara drastis. Ada yang bilang bahwa Pemerintah gak mempan kalo hanya disindir lewat tulisan, mereka udah mati rasa. Tapi kita lihat, Anarkis juga gak akan meluluhkan perasaan Pemerintah kan? "IDL, Itu Derita Lo!", bisa aja Pemerintah ngomong gitu ke masyarakat saat masyarakat mengadakan aksi yang menyakiti diri mereka sendiri. Inget loh, biaya Rumah Sakit dan biaya hidup kalian mahal banget. Kapan kalian bales jasa ke Orang Tua kalian kalo kalian mati sebelum lulus kuliah?

          Come on, BERPIKIR SEBELUM BERTINDAK. Jangan ada istilah "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga", "Jangan karena segelintir orang, nama almamater UKI jadi buruk". Orang2 udah gencar2nya bikin event untuk memperbaiki citra UKI, eh malah kalian menjatuhkannya lagi. Weleh2...'

          Sorry banget nih, gue bukannya sok tau atau sok suci untuk mengkhotbahi kalian. Tapi ayolah, ubah mind setting kalian. Kritis itu penting, tapi jangan mengembangkan Kritis menjadi Anarkis donk. Kritis yang menjadi Anarkis akan membuat keuangan keluarga menjadi krisis loh, abis bayar biaya Rumah Sakit mulu. Syukur2 gak bayar Peti Mati dan Tanah Kuburan. Amit2 deh!

          Semangat ya mahasiswa dan mahasiswi. Kehidupan Indonesia ada di tangan kalian. Sekarang zamannya ADU OTAK, bukan ADU OTOT. Jangan lupa doakan Indonesia supaya dapet pemimpin yang Takut akan Tuhan.

Semoga bermanfaat. God bless you all.



Notes :
Hasil copy paste dari Notes di Facebook "Windy Sitinjak" dengan judul "Kamis, 12 Mei 2011 (Kritis atau Anarkis ?) oleh Windy Sitinjak (Catatan) pada 12 Mei 2011 pukul 20:53"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar